Oleh Gerard N. Bibang
Selalu kau panggil-panggil namaku
Selalu kau bangga-banggakan punggung dan ekorku
Kau harapkan aku mengangguk-angguk dan tersenyum
Tahukah kau aku ini sudah mati
Aku kuda mati
Tapi kau tidak peduli
Jangan-jangan kau telah mati suri
Jasadmu tinggal, nuranimu telah pergi
Tubuhku kau lecuti, kau seret dan kau bawa ke perjalanan
Kau perkenalkan kepada setiap orang, di dalam negeri dan di mancanegara
Kabut pun menebal, diriku tersembunyikan
Semua orang tertawa mengolok-olok
Penunggang ini sangat totol
Mereka bertanya: tahukah dia bahwa tunggangannya sudah lama kaku?
Tapi terus saja mencari dalil dan alasan untuk membenarkan tunggangannya masih hidup
Takkah kau ingat sudah berapa topeng yang kautempelkan di wajahku?
Jadi kau sendirilah itu, bukan aku
Pidato, narasi, propaganda kau hembuskan ke mana-mana
Menggumpal dalam kekuasaan yang tak bernyawa
Mengepulkan debu dan mengabuti siapa aku sejatinya
Mengapa tak kau tanya ke google apa itu teori kuda mati
Andai saja kau lakukan dalam semenit
Kau pasti segera turun atau disegerakan menyusulku mati
Wahai penunggang-penunggang di atas sana
Kentutmu tak terhitung, aku tak sangka
Matahari membeningi apa yang benar dan apa yang seolah-olah
Jangan kau kira orang-orang di luar sana tidak tahu apa-apa
Desiran bayu akan menyatu ke puncak-puncak gunung
Penunggang-penunggang gagah pasti digusur
Tahukah kau bahwa kita semua adalah Tuhan yang menyamar
Mendustaiku adalah mendustai DIA
Silakan kau menyiksa diri dengan sejarah yang kau buat samar-samar
Kalau tak juga kautanggalkan topeng-topeng ini
Kepalsuan dan kebohongan, kau panggul sampai mati
Kalau bertanya hal-hal jiwa
Aku kuda mati adalah jawabannya
Aku tidak usah ditanya apa-apa
Makin bertambah hari makin sempurna bisuku
Tiap pagi melintasi seribu matahari menelusuri waktu
Tikaman dan tikamanmu yang tak terhitung sudah tak berasa
Setiap tetes darahku telah menabung tahun dan bulan
Siap menyapu langit basah dan tumpah ruah ke ruang-ruang dusta para penunggang
Jangan tanya apapun kepadaku
Sunyi-lah jawabanku
Ringkikku telah menjelma tangis
Melambung tinggi hingga ke kaki langit
Kau jangan ikut berduka, percuma, percuma!
Kau jangan bangunkan sehelai rumput pun, percuma, percuma!
Toh nanti segala anak panah deriita dan dusta melesat mengoyak langit
Turunlah segera dari punggungku kalau tidak mau diguling-guling hingga kau mati
Derita yang pendiam bagaikan seonggok tubuh meringkuk di pojok kamar sepi
Dia menatapmu tanpa berkedip, tanpa selesai-selesai
Ratapannya menggema ke relung-relung sukmamu
Mengiringi derap langkahmu hingga ke batas waktumu
(gnb:tmn aries:minggu:2.2.25)