Menanggapi Kasih Setia Allah

Kamis, 6 Februari 2025

Kolom264 Dilihat
banner 468x60

Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung).

 

banner 336x280

Ungkapan kasih-setia Allah sering saya temukan dulu waktu mengikuti kuliah para nabi, khususnya Hosea dan Amos. Dosen saya waktu itu di Seminari Tinggi Kentungan Yoygakarta ialah Pater Wim van der Weiden MSF (doktor Kitab Suci lulusan Biblicum). Menurut keterangan beliau, ungkapan “kasih-setia” itu adalah sebuah konstruksi dalam bahasa Indonesia yang harus memakai dua kata untuk menerjemahkan satu kata dalam bahasa Ibrani, hesed. Saya coba memperkaya informasi Pater Wim dengan merujuk beberapa kamus teologi dan kamus Kitab Suci yang memuat kata itu. Memang demikianlah informasi dasar yang saya peroleh dari sana. Begitu kayanya kata hesed itu sehingga tidak cukup sekadar diterjemahkan dengan satu kata saja ke pelbagai bahasa lain. Kata itu harus diterjemahkan dengan dua kata, dan kedua kata itu harus dikonstruksi sedemikian rupa sehingga bisa menyimpan dan menyingkapkan makna dasar kata hesed itu. Bukan hanya bahasa Indonesia yang mengalami kesulitan seperti itu. Ternyata bahasa Inggris juga mengalaminya sehingga dalam bahasa Inggris, kata hesed ini diterjemahkan dengan dua kata, steadfast-love. Kata hesed itu pasti mengandung kasih, tetapi bukan kasih yang tenang-tenang saja, melainkan ada juga unsur setia di sana. Allah itu kasih, tetapi Ia senantiasa setia dalam kasih-Nya itu. Ia tidak bisa tidak mengasihi. Ia berada sebagai kasih. Dan dalam kasih-Nya Ia juga setia. Maka muncullah konstruksi kasih-setia.

Dalam pengalaman Pemazmur yang menghasilkan Mazmur 136, misalnya, hesed Yahweh inilah yang menjadi dasar, alasan, landasan bagi manusia (pemazmur dan orang-orang-nya) untuk melambungkan pujian kepada Yahweh. Mari kita dengar gema refrein Mazmur 136 itu: Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik, kekal abadi kasih-setia-Nya. Refren itu diulang terus-menerus dari awal hingga akhir. Luar biasa. Di hadapan kasih yang setia secara kekal abadi itu, tidak ada sikap lain bagi manusia, selain berpasrah juga dalam cinta dan pujian nan agung tanpa harus dinodai dengan keinginan untuk mengomel, mengutuk, sumpah serapah, juga bahkan dengan unek-unek permohohan sekalipun. Yang pantas dan layak hanya pujian saja. Nah, di hadapan kasih-setia yang selalu hadir itu, sering sekali kita mencampur-adukkan antara “cinta tanpa syarat” dan “persetujuan tanpa syarat”. Pembedaan ini sangat perlu secara teologis agar kita tidak menjadi cengeng di hadapan Allah. Perhatikan baik-baik: Allah mengasihi kita tanpa syarat tetapi tidak menyetujui begitu saja setiap perbuatan dan perilaku manusia. Cinta tanpa syarat tidak otomatis berarti kita boleh berbuat apa saja. Itu bukan sebentuk laxisme moral. Pasti Allah tidak menyetujui perbuatan pengkhinanatan misalnya, tindak kekerasan, kebencian, curiga, dan semua bentuk-bentuk ungkapan lain dari kejahatan itu.

Mengapa demikian? Karena semuanya itu bertentangan secara langsung dengan model cinta yang dikehendaki Allah untuk dihidupkan, dibentuk, dibangun, dirawat dalam hati manusia. Hal ini perlu ditegaskan karena kejahatan itu tidak lain berarti tidak hadirnya kasih Allah. Di mana kasih Allah tidak hadir, di sana segera hadir kejahatan. Kejahatan dan yang jahat tidak ada dalam lingkup keberadaan Allah. Cinta kasih Allah yang tidak bersayarat itu berarti bahwa Allah terus-menerus mengasihi kita bahkan ketika kita mengucapkan atau memikirkan dan melakukan hal-hal jahat. Allah terus-menerus menantikan kita seperti orang tua yang menantikan pulangnya si anak yang hilang itu dalam injil Lukas (15:11-32). Adalah sangat penting bagi kita untuk terus memegang teguh kebenaran pokok ini bahwa Allah tidak pernah berhenti mengasihi kita bahkan ketika Allah menjadi bersedih hati oleh perbuatan kita. Kebenaran itu akan membantu kita untuk selalu bisa kembali ke dalam rangkulan kasih-setia Allah yang maharahim. Di sini saya teringat akan perkataan nabi Yesaya (49:14-16), yang oleh seorang komponis (kalau tidak salah Dan Schutte) digubah menjadi syair lagu yang indah. Saya kutip teks lagu itu: “I will never forget you, my people. I have carved you on the palm of My hand, I will never forget you, I will not leave you orphan, I will never forget my own.”

 

banner 336x280