Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Judul itu mungkin tidak menarik perhatian beberapa kalangan. Tetapi bagi saya judul itu sangat menarik karena mengandung kebenaran. Kebenaran itu terletak dalam kenyataan bahwa tidak jarang penyembuhan sebuah penyakit (apa pun itu) bisa terjadi tidak hanya melalui obat-obatan, walaupun tidak kita sangkal itu, melainkan juga melalui per-hati-an. Per-hati-an berarti memper-hati-kan. Per-hati-kan dengan baik: saya menulis kata-kata yang diulang-ulang dengan “hati” ini dengan cara unik. Hal itu saya lakukan dengan sengaja, karena saya mau menonjolkan kata HATI itu. Per-hati-an itu berarti memberi hati. Jika orang memberi hati, maka hal itu akan membawa kesejukan, kenyamanan, kedamaian. Semua itu ikut dalam proses penyembuhan penyakit tertentu. Itu sebabnya, orang yang berkarya di bidang layanan pastoral rumah sakit dinasihati untuk mengasah kepekaan hati agar hati itu bisa menjadi media proses penyembuhan juga. Menarik jika kita berbelok ke bahasa Inggris. Di sana kata perhatian diterjemahkan dengan care. Penyembuhan diterjemahkan dengan cure. Orang berkata bahwa care menjadi sumber cure. Jadi, cure itu tidak hanya melalui obat-obatan, melainkan juga melalui care. Permainan kata yang indah dan menarik. Selanjutnya bisa dikatakan bahwa care berbeda dengan cure. Sebab cure bisa berarti “mengubah”.
Seorang dokter, pengacara, pelayan pastoral, atau pekerja sosial, ingin memakai keahlian profesioanl mereka untuk mendatangkan efek perubahan dalam hidup orang yang mereka layani. Untuk itu mereka mendapat bayaran untuk perubahan yang mereka wujudkan dalam diri orang yang mereka dampingi. Tetapi perubahan, penyembuhan, betapapun hal itu didambakan, tetapi jika dipaksakan ia mudah menjadi destruktif, yang keras, kasar, manipulatif dan menghancurkan manakala pelayanan demi perubahan dan perbaikan, penyembuhan itu tidak memancar keluar dari cinta dan perhatian, dari care. Per-hati-an atau care tadi dalam bahasa Inggris, berarti berada bersama dengan, menangis dengan, menderita dengan, merasakan dengan. Perhatian dan care berarti bela-rasa, compassion dalam bahasa Inggris (secara etimologis berarti menderita bersama). Bela-rasa, cum-passion, itu berarti mendaku sebuah kebenaran dasar kita sebagai manusia, bahwa orang lain, terutama yang menderita, adalah sesama saudaraku, sesama saudara kita, yang sama seperti aku dan kau, kita semua adalah makhluk fana (mortal), dan sangat rentan (fragile), dan mudah terluka (vulnerable). Perhatian harus memancar dari kesadaran solidaritas dasar seperti itu. Kita tidak dapat mendatangkan penyembuhan dan pembebasan jika kita masih bersikap berjarak.
Di sini saya teringat pengalaman kami dulu bekerja sejenak di sebuah panti rehabilitasi kusta di Pati, Jawa Tengah. Panti itu adalah milik Fransiskanes Sambas. Ketika datang, kami diberi persiapan oleh suster, bahwa penghuni panti itu adalah para mantan penderita kusta, yang secara medis dinyatakan sembuh, tetapi masih harus mengalami proses sosialisasi agar bisa kembali ke masyarakat dengan baik. Kami diberitahu agar jangan takut berjabat tangan dengan mereka. Sebab mereka sangat perasa. Jika via tangannya mereka merasakan kecanggungan, maka mereka akan menutup diri. Dengan bekal itu kami datang dan tinggal bersama mereka, selama dua minggu. Kami menjadi akrab. Tatkala pamit pulang, kami diratapi seperti orang mati. Mereka sedih. Itu terjadi, karena ada dialog via jembatan hati yang terpancar via jabatan tangan, senyuman, dan tatapan. Karena itu, orang mengatakan bahwa jika sumber pelayanan kita ialah hati yang peduli, care, maka penyembuhan akan terjadi sebagai peristiwa rahmat. Sebab sebagai manusia lemah, fana dan rapuh, kita tidak mampu memberi penyembuhan. Namun, kita bisa memberi perhatian, bisa menaruh care, peduli. Jadi, walau kita tidak bisa cure, tetapi kita bisa care. Hal itu terjadi melalui hati kita. Hati yang terbuka, yang merasakan, yang bisa mencinta. Hati seperti itulah yang menyembuhkan. Karena itu sikap memberi perhatian itulah konstruksi dasar dari hal menjadi manusia. Di sini saya teringat akan salah satu devosi yang sangat menarik dalam tradisi gereja Katolik, yaitu tradisi devosi Hati Kudus Tuhan Yesus. Hati yang terluka itulah yang menyembuhkan dan menyelamatkan. Dari dalam hati itu mengalir dan memancar air hidup (fons vitae).