Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Satu hal yang menarik saya saat membaca Ayub ialah saat ia mengutuk hari lahirnya. Ayub melakukan itu karena ia sakit sehingga ia merasa lebih baik dahulu ia mati sebelum lahir. Ia berharap, tidak ada hari yang membawa kabar sukacita kelahirannya. “Hal mengutuk hari lahir” adalah sarana untuk mengungkapkan “protes” atas derita, tanpa sampai bunuh diri, sebab bunuh diri itu melanggar perintah Tuhan yang kelima (Jangan membunuh). Sebab hak atas hidup hanya ada pada Allah. Manusia tidak berhak mengakhiri hidupnya yang adalah rahmat paling agung. Berbeda dengan Ayub, saya mau menyoroti hal sebaliknya, yaitu merayakan hari lahir sebagai kabar sukacita. Memang hari lahir, dies natalis, sangat penting. Pada pesta hari lahir kita, kita merayakan bahwa kita pernah lahir dan dengan itu kita hidup. Karena itu, pada hari lahir, orang bisa menyampaikan kepada kita ucapan terima kasih karena sudah hidup, dan berada bersama. Hadiah-hadiah pesta hari lahir adalah tanda dari keluarga dan sahabat bahwa mereka bersukacita karena kita adalah bagian dari hidup mereka. Dalam budaya yang menjadikan hari lahir itu pesta, kita merasakan bahwa anak-anak menantikan pesta hari lahir itu dengan semangat dan menghitungnya. Hari lahir adalah hari besar mereka. Pada hari itu mereka menjadi pusat perhatian dan sanak keluarga dan sahabat datang merayakannya.
Dalam tradisi liturgi Katolik, hari yang mendatangkan sukacita itu, tidak hanya hari lahir (dies natalis), melainkan juga hari perkandungan, dies conceptionis. Bahkan dalam penanggalan liturgi Katolik ada dua tanggal di mana hari perkandungan adalah hari raya. Pertama, hari raya Kabar Sukacita, “Maria Menerima Kabar dari Malaekat Tuhan “, tanggal 25 Maret, sembilan bulan sebelum 25 Desember. Kedua, hari saat orang tua Bunda Maria, Yoakim dan Hana, mengandung Maria, tanggal 8 Desember, 9 bulan sebelum 8 September, hari lahir Maria. Sedemikian pentingnya hari lahir itu, dan khusus dalam tradisi liturgi Katolik, demi perjuangan moral hidup, dan hari perkandungan itu, kita tidak boleh melupakan hari lahir kita sendiri dan hari lahir dari orang dekat kita, orang yang kita cintai. Memang tidak ada tradisi yang merayakan hari perkandungan. Tetapi ada tradisi liturgis yang kuat. Menurut saya tujuannya sangat mulia: Sebagai alat perjuangan moral untuk melindungi kehidupan sejak detik awal munculnya hidup itu. Gereja Katolik menjadi benteng moral bagi dunia di tengah merebaknya pandangan materialistik-pragmatis yang cenderung hanya melihat peristiwa awal itu sebagai peristiwa alam yang tidak istimewa. Bagi Gereja Katolik tidak demikian halnya. Hari perkandungan itu sangat istimewa. Itu adalah perjuangan hidup.
Itu sebabnya dokumen-dokumen resmi gereja tentang ini selalu dikaitkan dengan hidup, life, atau vitae: Donum Vitae, Evangelium Vitae, Humanae Vitae (bukan donum personae, atau evangelium personae, atau humanae personae, dll). Kembali lagi ke perayaan hari lahir tadi. Kenangan dan perayaan hari lahir membuat kita selalu merasa muda, seperti anak-anak, karena kita seolah-olah dibawa kembali ke masa awal itu. Perayaan dan pesta hari lahir mengingatkan kita bahwa yang penting bukanlah apa yang kita lakukan atau rampungkan, bukan juga apa yang kita ketahui ataupun siapa saja yang kita kenal dan mengenal kita. Melainkan bahwa kita ada, berada, sekarang dan di sini. Saat merayakan pesta hari lahir, kita diingatkan akan hari ini, saat ini, detik ini, di mana kita sungguh sadar bahwa kita benar-benar ada. Kita mengalami saat ini dengan merayakannya. Karena itu, pada perayaan hari lahir, kita harus bersyukur dan berterima kasih atas karunia kehidupan, meminjam istilah Bapa Suci, Donum Vitae. Mengapa begitu? Karena hidup adalah kabar sukacita, bahwa kita hidup, evangelium vitae. Hari Raya 25 Maret disebut Hari Raya Kabar Sukacita. Karena kabar itu mendatangkan sukacita bagi dunia. Bahkan bayi dalam kandungan Elisabeth pun bersukacita saat dikunjungi Maria: Sebab tatkala salammu sampai ke telingaku, anak yang dalam rahimku melonjak kegirangan. Itu misteri kontak ajaib antara rahim dan rahim. Luar biasa.