Mensa Communis

Minggu, 16 Februari 2025

Kolom282 Dilihat
banner 468x60

Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)

 

banner 336x280

Judul Latin itu artinya MEJA BERSAMA, Meja perjamuan, tempat makan bersama, duduk sekeliling meja yang sama, makan hidangan yang sama, makan dengan ritual yang sama. Jika semuanya ditaati, akan terbangun keakraban yang mengikat-satukan semua yang ikut ambil bagian dalam meja itu. Itulah fungsi Meja Perjamuan Bersama tadi. Meja perjamuan, meja makan, betapa pun sederhana, merupakan salah satu tempat paling intim dalam hidup kita karena sering digunakan, sering kita berinteraksi, sering kita berjumpa sebagai keluarga, sebagai komunitas, sebagai persekutuan pribadi-pribadi. Di sekeliling meja perjamuan itulah kita saling memberi dan membuka diri. Di meja itulah kita mewujud-nyatakan per-hati-an dan kepedulian kita. Itulah momen paling sakral dalam hidup kita, sebab saat itulah kita membuka diri dan memberi hati kepada sesama. Momen membuka dan memberi diri itu terjadi saat kita mengajak orang yang ikut dalam meja perjamuan itu untuk mengambil makanan dan minuman lebih banyak lagi, mendorong mereka untuk menambah. Juga tampak dalam keinginan kita untuk melayani, meminta orang duduk di tempat masing-masing, lalu kita berkeliling memberi layanan. Terkenallah ucapan tuan meja: Jangan malu-malu, ini rumah kita. Nikmati semuanya. Terkadang partisipan dilanda takut dan malu, jangan sampai persediaan terbatas. Untuk itulah tuan rumah memastikan bahwa semuanya disediakan untuk tamu. Tatkala kita ucapkan kata-kata dorongan untuk makan dan minum tadi, maka yang tersingkap sesungguhnya sesuatu yang sangat kaya. Bukan hanya mendeskripsikan ketersediaan makanan, melainkan deskripsi keterbukaan hati kita untuk menjamu.

Dengan ajakan di sekeliling meja perjamuan makan, kita mengajak sahabat kita untuk menjadi bagian dari seluruh hidup kita, masuk dalam hati kita. Kita menghendaki agar teman-teman kita dijamu, dikenyangkan dengan hidangan yang sama dengan yang kita makan dan minum sehari-hari, yang telah menghidupkan dan merawat kita. Dengan itu kita membangun persekutuan, membangun communion of persons. Saya teringat penyair Korea Selatan (tahun 70-an), F.X., Kim Chi Ha. Salah satu syairnya yang terkenal ialah Makanan adalah surga. Pengalaman yang ia rinci di sana ialah pengalaman orang lapar yang selamat karena ada yang memberinya makanan. Saat ia menikmati makanan yang menyelamatkan itu, orang lapar tadi serasa mengalami surga sedang melingkupi dia, surga turun ke bumi. Itulah sebabnya Kim Chi Ha menyerukan agar orang-orang kaya berbagi makanan sebab esensi makanan adalah harus dibagikan, harus diberikan, terutama kepada mereka yang kelaparan. Saya juga teringat akan Sabda Sang Raja Agung di akhir jaman yang mengadili manusia berdasarkan prinsip etis: Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan. Saya juga teringat akan pengalaman masa kecil tahun 1968-9. Kelaparan hebat melanda Manggarai. Ada bantuan bulgur dan susu bubuk dari Delsos Keuskupan Ruteng. Orang antre. Ada anak kelas 1 SD jatuh. Bapaku menyuruh orang membawanya ke rumah kami, dan diberi makan. Setelah kenyang saya dengar ia ucapkan syukur ke langit yang menolongnya melalui ibuku. Saya punya ingatan fotografis akan peristiwa itu, sehingga tidak saya lupakan. Setelah kenyang, ia antre bulgur dan susu bubuk.

Mungkin terdengar aneh. Tetapi meja perjamuan adalah tempat di mana kita ingin menjadi santapan bagi sesama. Di sana kita saling memberi diri, saling membuka diri, berbagi, mengambil sebagian dari diri kita untuk diberikan kepada sesama. Dalam bahasa Manggarai ada kata yang menarik terkait “berbagi” ini, cako/sako. Artinya, memotong. Dari kata itu dibentuk kata benda cakong/sakong. Artinya “potongan” yang diberikan kepada sesama agar bisa hidup, kenyang. Kata cakong/sakong inilah yang dipakai penerjemah Perjanjian Baru ke Manggarai untuk tindakan memberi makan. Ide sakong itu ialah berkorban, kita ambil sebagian dari jatah kita untuk diberikan, disumbangkan kepada sesama. Saat itulah kita menjadi makanan/santapan bagi sesama. Dengan demikian, setiap acara makan bersama (sarapan, santap siang, santap malam), dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk menumbuh-kembangkan persekutuan dengan satu sama lain. Mungkin itulah saatnya kita (saya) mengembangkan teologi sakong, sakong theology. Mohon doanya agar bisa terwujud. Amin.

 

banner 336x280