Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Manusia berjuang mencapai kebahagiaan dalam hidup ini. Salah satu elemen dasar kebahagiaan itu ialah hidup aman dan nyaman (secure and comfort). Bagaimana cara kita mengupayakannya? Tentu tidak mudah. Harus diperjuangkan. Sebagaimana hidup itu seluruhnya, adalah perjuangan, life is struggle, demikian juga halnya hidup nyaman dan aman itu harus diperjuangkan. Ia bukan keadaan yang bersifat tetap. Keamanan dan kenyamanan itu ada dalam perjuangan (struggling) itu sendiri. Apa landasan rasa aman-nyaman kita? Bisa ada beberapa jawaban. Pertama, mungkin kita meletakkan rasa aman dan nyaman itu pada keberhasilan kita (sukses). Atau seberapa jauh keberhasilan itu mendatangkan kebahagiaan bagi saya. Kedua, mungkin kita meletakkan rasa aman itu pada uang yang kita kumpulkan. Mungkin kita merasa aman karena memiliki banyak deposito misalnya. Berikutnya, saya juga bisa mendasarkan rasa aman itu pada lingkaran sahabat yang kita jalin. Mungkin juga kita mendasarkan rasa aman dan nyaman itu pada properti kita. Mungkin juga kita mengandalkan citra popularitas kita, nama besar ataupun kekayaan serta daya pengaruh keluarga kita, jejaring koneksi yang kita bangun. Mungkin juga kita mau bergantung pada asuransi hidup yang kita miliki, dst. dst., entah apa lagi. Pokoknya ada banyak hal dalam hidup ini yang dapat kita pakai sebagai penjamin rasa aman dan nyaman hidup kita. Tetapi hendaknya kita sadar bahwa semuanya itu adalah sesuatu yang ada di luar diri kita dan di luar kontrol kita. Kita tidak punya kekuatan untuk menentukannya.
Lalu bagaimana? Boleh jadi kita tidak mengira bahwa salah satu dari hal-hal tadi memang bisa menjamin rasa aman-nyaman hidup kita. Tetapi perasaan dan perbuatan kita memberitahukan kepada kita sesuatu yang lain? Dalam bagian yang baru saya katakan, ada perbandingan kontras antara pikiran, perbuatan dan perasaan yang bisa memberikan gambaran berbeda bagi kesadaran kita. Mengapa? Sederhana saja. Coba bayangkan pelbagai situasi berikut ini. Tatkala kita mulai kehilangan uang atau teman kita, popularitas kita, kita pun mulai dilanda kecemasan. Perasaan itu hanya menyingkapkan betapa selama ini kita sangat menggantungkan rasa aman dan nyaman kita di atas hal-hal luaran tadi. Bukannya itu tidak boleh. Kita pantas berbangga dengan semuanya itu. Kita tidak dapat menyangkal bahwa semuanya itu dihargai masyarakat kita. Tetapi masih ada pihak lain di luar itu yang tidak boleh dilupakan. Itulah Tuhan sendiri. Hidup rohani (spiritual) adalah hidup yang mendasarkan rasa aman dan nyaman bukan di atas hal-hal fana, benda ciptaan fana, betapa pun baik adanya, melainkan, didasarkan pada Tuhan, Pencipta segala sesuatu, termasuk hal yang kita banggakan tadi. Tuhan adalah kasih setia. Kasih setia Tuhan tidak berkesudahan. Hanya kasih setia itulah yang dapat diandalkan manusia dalam hidup ini. Boleh jadi kita tidak pernah benar-benar bebas dari keterlekatan pada dunia fana ini dan segala tawarannya yang menarik. Tetapi jika kita ingin hidup dalam dunia semacam itu dengan cara yang merdeka, maka caranya ialah bersikap lepas bebas dari semuanya itu.
Kita tidak boleh berhamba pada semuanya itu. Itu berbahaya. Sebab jika kita berhamba, maka bukan kita lagi yang mengatur dan menentukan, melainkan benda-benda itulah yang mengatur hidup kita. Terkait dengan ini, benarlah yang dikatakan Yesus dalam cerita mengenai dua Tuan itu. Manusia tidak dapat mengabdi kepada dua Tuhan, kepada Allah dan kepada mamon (bdk., Luk 16:13). Nasihat terbaik ialah: Carilah dulu kerajaan Allah dan yang lain-lain akan ditambahkan kepadamu. Jangan terbalik. Jika ini yang dilakukan, maka setelah mamon didapat, Tuhan semakin jauh. Yang paling baik ialah mendapatkan dan memakai mamon itu dalam bingkai pengabdian dan iman akan Allah. Di sini saya teringat akan sebuah kidung Mazmur yang berbunyi sebagai berikut: mereka mengandalkan kuda tunggangan, kereta perang dan panah. Kita hanya mengandalkan Allah sebagai benteng hidup kita, sebagai gunung batu pertahanan dan keselamatan kita. Masih bersama pemazmur kita dapat berkata: jika Tuhan bersama kita, siapa dapat melawan kita. Amin.