Jauh Dekat Harus Seimbang

Sabtu, 22 Februari 2025

Kolom110 Dilihat
banner 468x60

Oleh  Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)

 

banner 336x280

Judul ini bukan perkara ongkos naik bus kota: jauh dekat sama rupiahnya. Ini menyangkut hubungan antar-manusia. Ada tuntutan untuk saling berdekatan. Ada juga tuntutan untuk bisa mengambil jarak. Antara kedua gerakan itu, harus diupayakan agar ada keseimbangan. Jangan terlalu dekat tetapi juga jangan terlalu jauh. Begitulah wacana rohani tentang hubungan antar-manusia, antar-pribadi, khususnya dalam relasi perkawinan (keluarga). Tidak ada yang menyangkal bahwa kedekatan dan keintiman antar-manusia itu memerlukan irama dan dinamika kedekatan dan jarak. Sebab hubungan kedekatan dan keintiman itu seperti menari berpasangan. Saat menari, mereka harus bisa berdekatan agar dekat pasangannya dan bisa terus menari bersama-sama. Tetapi mereka juga harus menjaga jarak, agar seluruh gerak tarian itu bisa lancar, lincah, indah, tidak saling bertabrakan. Keindahan gerak dinamik tarian itu justru tampak dalam dinamika keseimbangan antara kedekatan dan jarak tersebut antara pasangan tadi. Jika mereka terlalu berjarak, nanti tidak tampak bahwa mereka sedang menari bersama. Tetapi jika terlalu berdekatan, maka pergerakan akan sangat sulit. Tarian cenderung statis, mandek. Jadi, harus dijaga jarak dan keseimbangan antara kedua kutub itu. Dalam pergerakan menari, terkadang kita bisa begitu berdekatan sama lain, saling menyentuh satu sama lain, saling memegang satu sama lain. Terkadang juga kita bergerak menjauh, mengambil jarak dari satu sama lain dan mencoba membangun sebuah ruang dan jarak di antara kita.

Ruang dan jarak itu adalah tempat kita bisa melakukan gerakan dengan bebas, dan berkreasi dengan gerakan itu sehingga tarian itu bisa bertambah indah. Bahkan dari eksperimen gerakan tadi tercipta koreografi tarian baru. Sebab temuan-temuan kreatif seperti itu diperoleh dalam dinamika gerakan itu. Bukan dalam diam dan keheningan. Tidak mudah mengupayakan jarak yang tepat dan seimbang antara kedekatan dan jarak itu. Untuk itu dibutuhkan upaya dan kerja-keras. Butuh latihan dan kerja-sama terus-menerus. Apalagi jika kita memperhitungkan kenyataan bahwa pasangan menari kita itu pada waktu berbeda, mungkin memiliki kebutuhan dan tuntutan tersendiri. Juga sebaliknya. Saya mungkin memerlukan tuntutan tertentu. Bisa terjadi bahwa ketika saya mendambakan kedekatan, boleh jadi pasanganku tidak ada dalam situasi yang sama. Juga sebaliknya. Boleh jadi saat saya mendambakan kedekatan, orang lain justru mendambakan situasi berjarak. Yang satu mungkin membutuhkan agar selalu dipegang dan dituntun sehingga ia butuh uluran tangan, ia butuh bahu untuk bersandar. Sementara yang lain mungkin memerlukan situasi “bebas” yaitu tidak harus memegang tangan seseorang, tidak harus menuntun seseorang, tidak harus menyediakan bahunya untuk dijadikan sandaran bagi orang lain. Di sini dibutuhkan sebuah keseimbangan. Memang harus diakui tidak akan pernah muncul keseimbangan sempurna. Harus ada perjuangan. Harus ada kompromi. Harus ada dialog. Harus ada empati dan simpati.

Perjuangan yang jujur dan terbuka dan dilakukan terus-menerus untuk mewujudkan keseimbangan itu, bisa melahirkan sebuah tarian indah, yang pantas dilihat dan dinikmati. Jadi, keseimbangan itu bukanlah sebuah situasi (keadaan) yang bersifat tetap, melainkan ia terjadi dalam perjuangan terus-menerus yang bersifat timbal balik. Di sini saya teringat akan nasihat Kahlil Gibran tentang hidup dan relasi perkawinan. Saya pernah mengutip hal itu dalam buku saya tentang Kahlil Gibran. Sekarang saya kutip lagi: “Berilah hatimu, namun jangan saling menguasakannya, sebab hanya Tangan Kehidupan yang akan akan mampu mencakupnya. Tegaklah berjajar, namun jangan terlampau dekat, Bukankah tiang-tiang candi tidak dibangun terlalu rapat? Dan pohon jati serta pohon cemara, tiada tumbuh dalam bayangan masing-masing?” (Kahlil Gibran, Sang Nabi, hlm.19–21). Pada bagian lain dari syair itu, Gibran memakai ibarat yang indah tentang relasi perkawinan yang mengandaikan kedekatan dan situasi berjarak: “Tali rebana masing-masing punya hidup sendiri, walau lagu yang sama sedang menggetarkannya.” Tali rebana itu ibarat pasangan hidup, yang otonom, mandiri, dan karena itu mengandaikan ada situasi berjarak. Tetapi sekaligus juga menuntut kedekatan, karena mereka digetarkan oleh tembang yang satu dan sama. Kedekatan itu akan menciptakan harmoni yang indah saat dawai rebana itu meliuk-liuk bergetar indah.

 

banner 336x280