Ditulis oleh Gerard N. Bibang
Ingin sekali kakiku melangkah bersamamu dengan sederhana; dengan pikiran-pikiran yang sederhana; dengan perasaan-perasaan dan hasrat yang sederhana
Sebab hidup ini pun sederhana saja; aku dilahirkan secara sederhana; dari rahim ibuku yang sederhana; dari ayahku yang adalah tukang kayu di Waibalun; dengan langit biru pantainya yang kadang cerah, kadang berkabut; dengan gemerisik semilir yang banyak berkisah dalam tatapan; yang dalam sepinya yang dingin selalu menggumamkan cinta di buritan
Doaku kepadamu sangat sederhana; ialah agar engkau bantu aku di dalam memenangkan pertarungan melawan segala kesia-siaan; agar aku tetap merasa jijik terhadap cita-cita dunia yang muluk; dan senantiasa berusaha mengurangi semangat terhadap yang serba-aduhai dan gemerlapan
Tiba-tiba engkau bertanya dengan sangat tegas; hei, apa itu kesederhanaan menurut kau; kau jangan kasih kami di Ende ini doa-doa saleh dan muluk-muluk; kau harus ingat, pantai hitam di Wolotopo kurang suka janji seindah langit; kau tahu toh, duka derita kami di sini belum selesai-selesai
Ya aku tahu; inilah kesederhanaanku; ialah menjadi orang yang merangkum sebanyak mungkin orang; bahwa yang dimaksud keluarga bukanlah sebatas sanak famili dan koneksi, melainkan meluas ke sebanyak mungkin saudara-saudara sesama manusia; bahwa keberlimpahanku adalah keberlimpahanmu, dan keberlimpahan kita adalah keberlimpahan banyak orang; sahamku adalah sahammu, adalah saham kita; dan saham kita adalah saham harapan banyak orang; dan bahwa kebahagiaan kita adalah bank masa depan orang banyak
Maka aku menyapamu, saudaraku; kepada engkau yang menyimpan kesengsaraan dalam kebisuan; kepada engkau yang menangis dalam batin karena dikalahkan, karena disingkirkan, karena diusir dan ditinggalkan; atau karena sangat-sangat susah untuk ketemu dengan yang namanya cinta dan keadilan; ini aku saudaramu ingin bertamu ke lubuk hatimu; untuk mengajakmu istirahat sejenak; untuk mengendapkan hati dan bernyanyi; untuk mulai saling mengasihi; karena di dalam kasih, setiap seruan pasti menembus kaki langit
Kepada saudara-saudaraku yang berkanjang dalam kesabaran dan ketahanan; engkau telah mengingatkanku pada senyum rahasia para nabi; katakanlah lewat kesunyian mulutmu bahwa kebisuan adalah ucapan yang paling nyata, bahwa diam dalam doa adalah kata-kata yang tertinggi; bahwa sepi dan terpencil mengandung suara paling keras dan menyembunyikan kekuatan yang tak tertandingi; dan bahwa hanyalah kasih persaudaraan yang merawat semuanya dan menyirami
Kepada saudara-saudaraku yang terimpit di tengah putaran baling-baling sistem yang raksasa, serta yang tercecer-cecer dan tercampak di jalanan dan parit-parit; yang terjebak dan tak pernah bisa keluar dari jaring-jaring jebakan itu sehingga akhirnya tak merasa terjebak; yang menghampar di seantero pelosok desa, kampung dan hutan; yang beberapa dari mereka lensa matanya diganti dengan plastik-plastik, yang pikirannya dibius dan perasaan dangkalnya dimanjakan; yang mulutnya terbungkam dan jiwanya memekikkan sepi
Ayo, pahatkan di keningmu dan torehkan di hatimu keyakinan bahwa ALLAH tidak main-main tatkala IA mengembuskan napas-NYA ke dalam tubuhmu, dengan demikian engkau berhak atas kehidupan dan hidupmu menjadi bermartabat
Mulutmu yang sepi dan tanganmu yang terkunci oleh cawe-cawe dan mencla-mencle para pemimpin, bakal berteriak dan terlepas bebas mengetuki pintu surga dan bersama dengan saudara-saudaramu menggapai kasih-sayang-NYA yang tak terhingga
Ingatlah ini! kesetiaan dan lagak laku hidupmu, itulah sebenar-benarnya tabung waktu yang akan menentukan kapan TUHAN ALLAH-mu mengucapkan satu kata yang mampu menggetarkan alam semesta
(Gnb:tmn aries:jkt:kamis:22.8.24)