PANTAS DISOMASI — Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, S.H. Menurut Petrus Selestinus, berdasarkan pelanggaran yang dilakukan, yang pantas disomasi adalah Ani Agas, bukan jurnalis perekam-pengunggah video.
FOTO: Dok. JPNN.com
KrebaDi’a.com — Pejabat pada banyak kabupaten di Indonesia punya sikap etis kerendahan hati meminta maaf kepada publik kalau telah berbuat salah. Di Manggarai Timur sebaliknya. Sudah tidak bikin klarifikasi terbuka dan tidak minta maaf kepada publik, pejabatnya malah balik mensomasi jurnalis yang mempublikasikan perbuatan salahnya.
Seperti diberitakan, pejabat Pemkab Manggarai Timur Kristiani Pranata Agas (Ani Agas) yang adalah sekretaris dinas kesehatan (sekdinkes) melakukan perbuatan di luar batas kewenangannya.
Dia yang “hanya” sekretaris bawahan kadis berani lompat level menawarkan kepada Kapolda NTT Johni Asadoma tanah-tanah puskesmas di Manggarai Timur untuk dijadikan tempat pembangunan pos polisi (pospol).
KrebaDi’a.com yang melakukan penelusuran dokumen (paper trail) tentang regulasi hibah aset daerah tiba pada satu simpulan. Bahwa yang dilakukan Ani Agas tidaklah layak dan tidaklah patut secara etis. Juga tidaklah benar dan tidaklah dapat dibenarkan secara yuridis. Kesalahannya fatal.
Semestinya Ani Agas segera melakukan klarifikasi secara terbuka tentang perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada publik. Itulah yang dilakukan banyak pejabat lain di daerah lain di negeri ini dalam spirit tata pemerintah yang baik (good government) dan tata kepemerintahan yang bersih (clean governance).
KrebaDi’a.com sudah menghubungi Ani Agas per Whatsapp pada Rabu 24 Mei 2023 ketika berita pertama kali dimuat, “Tanggapi Somasi Sekdinkes Matim Ani Agas, An Babur Pengunggah Video Viral Itu Akhirnya Minta Maaf”.
Jawaban dari Ani Agas ada tapi dengan permintaan off the record (tidak direkam). Ini istilah dalam jurnalistik yang berarti informasi yang diperoleh hanya untuk digunakan oleh media dan tidak untuk dipublikasikan. Informasi tersebut juga tidak boleh dibawa ke sumber lain dengan harapan mendapatkan konfirmasi.
Media yang taat kode etik harus menghargai permintaan off the record. Bahwa kemudian disimpulkan informasi itu dibuang saja ke tempat sampah pasti tidak juga. Tiap media punya cara masing-masing bagaimana agar informasi off the record tetap berguna bagi publik.
Hal ini perlu KrebaDi’a.com sampaikan agar publik tahu bahwa media ini sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Bahwa Ani Agas belum mau memberikan klarifikasi, itu hak dia. Untung ruginya tentu sudah dia hitung. KrebaDi’a.com sudah menyarankannya segera membuat klarifikasi. Lebih cepat, lebih baik.
Pejabat Daerah Lain Minta Maaf
Sebuah pepatah Latin kuno, Errare humanum est, turpe in errore perseverare. Adalah manusiawi berbuat salah, adalah memalukan bertahan dalam kesesatan.
Salah itu manusiawi. Selagi masih sebagai manusia—belum sebagai jenazah—, seseorang selalu dapat salah.
Pejabat juga manusia. Sehebat apa pun, pejabat selalu bisa terjerumus. Banyak contoh tentang ini. Yang menarik, setelah berbuat salah, para pejabat bermartabat pasti melakukan klarifikasi terbuka dan menyampaikan permohonan maaf kepada publik.
Dengan demikian mereka tidak turpe in errore perseverare. Tidak memalukan bertahan dalam kesesatan.
Mari tengok sejenak ke daerah-daerah lain bersama Kompas.com saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Pandemi Covid-19 tahun 2021:
1. Di Kabupaten Malaka, NTT, Ketua DPRD Adrianus Bria Seran berkata dengan kerendahan hati sebagai berikut.
“Saya menyampaikan PERMOHONAN MAAF atas nama lembaga DPRD Kabupaten Malaka atas video yang lagi beredar di masyarakat.”
Ini gegara sebuah video viral di medsos: sejumlah anggota DPRD Kabupatan Malaka berjoget, bernyanyi, dan diduga minum alkohol dalam suatu acara. Melanggar PPKM.
2. Di Bima, NTB. Ellya istri wali kota Bima berkata, “Saya menyesal. Baik secara kedinasan maupun secara pribadi, saya menyampaikan PERMOHONAN MAAF.”
Ini setelah video viral di medsos dia dan sejumlah istri pejabat lainnya berjoget tanpa menjaga jarak di sebuah pesta ulang tahun. Melanggar PPKM.
3. Di Maluku. Videonya viral di medsos, berjoget tanpa masker, Widya Pratiwi Murad istri gubernur Maluku akhirnya MINTA MAAF.
Dalam klarifikasinya ia mengatakan ia diajak rekannya usai makan bersama. Peristiwa itu direkam sebelum Kota Ambon menerapkan PPKM.
4. Di Grobogan, Jawa Tengah. Maskurin kades DokoroDokoro berkata, “Saya MEMINTA MAAF sebesar-besarnya atas kekhilafan saya. Saya salah.”
Baca Juga : Buntut Somasinya Ani Agas, 2 Jurnalis Kirim Surat Terbuka Minta Maaf ke Pejabat Pemkab Manggarai Timur
Ini gegara video viral di medsos sang kades tanpa masker dan perangkatnya berjoget dengan biduan saat pelantikan perangkat desa. Melanggar PPKM.
Kasus pada empat kabupaten di atas adalah kasus video viral di medsos yang mempertontonkan kesalahan para pejabat publik melanggar protokol kesehatan PPKM.
Mereka mengaku bersalah, lalu bikin klarifikasi secara terbuka, dan menyampaikan permohonan maaf kepada publik.
Mereka terpuji. Tidak turpe in errore perseverare. Tidak memalukan bertahan dalam kesesatan.
Yang terjadi di Manggarai Timur juga sama, gegara video viral di Tiktok. Bedanya pada penyikapan si pejabat pelaku kesalahan.
Si pejabat yang jelas-jelas salah tidak melakukan klarifikasi secara terbuka. Tidak pula meminta maaf kepada publik. Sebaliknya ia mensomasi jurnalis perekam dan pengunggah video.
Tuntutan somasinya mengesankan dia suci hama kesalahan. Dia menuntut si jurnalis cabut itu video dari Tiktok. Buat klarifikasi terbuka di media. Bikin permintaan maaf terbuka di media: permintaan maaf kepada dirinya.
Ini pejabat yang turpe in errore perseverare. Memalukan, bertahan dalam kesesatan.
Baca Juga : Petrus Selestinus Dorong Jurnalis Manggarai Timur Bersatu Bangkit Lakukan Somasi Balik
Terkesan Jadi Bupati Kecil
Orang dulu menyebut juru tulis. Sekarang namanya sekretaris. Fungsi dan tugasnya sama, yaitu mengurus administrasi.
Sekretaris tidak memiliki kewenangan untuk menawarkan aset daerah ke pihak lain. Itu wewenang bupati sebagai kepala daerah.
Sekdinkes tidak mempunyai wewenang menawarkan tanah puskesmas. Itu kewenangan kadis. Bahkan kadis sekalipun tidak mempunyai kewenangan kalau urusannya sudah menyangkut aset daerah. Itu kewenangan bupati.
Bupati pun harus membahasnya dulu dengan DPRD setempat. Tergantung prioritasnya.
Contoh lain. Kepala desa tidak boleh begitu saja menyerahkan tanah untuk pembangunan fasilitas pemerintah daerah. Kepala desa harus melakukan musyawarah desa dengan melibatkan semua pihak termasuk tokoh adat dan tetua adat.
Kalau benar ada rencana Pemkab Manggarai Timur menghibahkan tanah-tanah puskesmas untuk pembangunan pospol, bupati pasti membahasnya terlebih dahulu dengan DPRD.
Kalau hibah tanah puskesmas untuk pospol sudah disetujui DPRD, bupati bicaranya ke kapolres, bukan lompat ke kapolda. Mitra selevel bupati adalah kapolres. Mitra selevel gubernur adalah kapolda.
Jadi, aneh bin ajaib, sekretaris dinas kabupaten tiba-tiba lompat jadi mitra selevel kapolda. Jadi kadis saja belum, jadi bupati saja belum, tiba-tiba lompat jadi gubernur sehingga selevel dengan kapolda tawarkan tanah untuk bangun pospol.
Yang dilakukannya itu tidak hanya melampaui kewenangannya sebagai sekretaris dinas, tapi juga melampaui kemungkinan yang biasa dilakukan seorang bupati. Sedemikian jauh lompatannya, terkesan jadilah dia bupati kecil yang lebih bupati daripada bupati.
Sekdinkes Ani Agas sudah melanggar aturan kode etik ASN. Dia sudah mengambil alih kewenangan bupati, wakil bupati, sekda, kepala dinas, dan kepala bagian aset Pemkab Matim.
Dengan demikian, selain perlu melakukan klarifikasi dan minta maaf kepada publik, Ani Agas patut dikenai sanksi disiplin oleh siapa pun pada level atasan birokrasi Matim.
Oleh kadinkes? Oleh sekda? Atau oleh tidak seorang pun? Karena dia putri Ande Agas bupati Manggarai Timur?
Ani Agas Pantas Disomasi
Mempertimbangkan kesalahan yang dilakukan Ani Agas, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, S.H. berpendapat bahwa Ani Agas pantas disomasi.
Dilansir Zonanusantara.com, Petrus Selestinus mengatakan bahwa publik Matim dan jurnalis yang merekam-mengunggah percakapan di ruang publik itulah yang seharusnya melayangkan somasi kepada Sekdinkes Matim Ani Agas. Bukan sebaliknya.
Selestinus meminta jurnalis dan publik di Flores dan NTT bangkit dan melawan arogansi kekuasaan dan praktik pemerintahan yang tidak terpuji.
Dia meminta jurnalis dan media tetap menyuarakan kebenaran dan melakukan fungsi kontrol sesuai dengan amanat undang-undang.
Demikian juga dengan publik sebagai salah satu pemangku kepentingan di daerah, kata Selestinus, perlu turut mengontrol jalannya pemerintahan dan pembangunan di Matim.
Baca Juga : Tanggapi Somasi Sekdinkes Matim Ani Agas, An Babur Pengunggah Video Viral Itu Akhirnya Minta Maaf
Editor: KrebaDi’a.com