AKAN MENGGAJI SELURUH GURU SDK — Romo Edy Menori menyatakan, Yapersukma sudah mensosialisasikan penerapan manajemen terpusat. Yayasan menetapkan biaya pendidikan untuk SDK dan akan menggaji seluruh guru SDK.
FOTO: Sabin/bangdes.com
KrebaDi’a.com — Yayasan Persekolahan Sukma (Yapersukma) Ruteng milik Keuskupan Ruteng diterpa isu tak sedap. Yapersukma dituduh tipu-tipu soal gaji guru komite di SDK di bawah naungannya. Pembayaran gaji Rp900 ribu per bulan seperti di-SK-kan Yapersukma tidak dilaksanakan. Para guru komite hanya digaji dengann dana BOS yang adalah milik pemerintah, bukan milik Yapersukma.
Menanggapi isu tak sedap yang dilansir sebuah media online tersebut, Romo Edigius Menori mantan ketua pengurus Yapersukma Pusat Ruteng memberikan tanggapan secara lengkap dan jelas.
Tanggapan ini diterima KrebaDi’a.com pada Senin 12 Juni 2023 pukul 20.32 Wita melalui pesan Whatsapp dari Romo Bone Rampung.
Berikut ini tanggapan Romo Edy Menori yang kini sudah berpindah tugas menjadi Pastor Paroki Santo Yosef Freinademetz Wajur di Manggarai Barat.
Tanggapan Mantan Ketua Pengurus Yapersukma Pusat Ruteng
Berkaitan dengan berita yang dimuat pada media online infopertama.com 12 Juni 2023 dengan judul “Tipu-tapu Yasukma Ruteng ke Guru Komite di SDKSDK, Bupati Nabit: Yayasan Lain di Manggarai Selalu Bayar Sesuai SK”.
Pertama, berita ini muncul 12 Juni 2023, ketika saya sudah tidak sebagai ketua Yapersukma. Sejak 1 Juni 2023 saya dibebastugaskan sebagai ketua Yapersukma Pusat. Meskipun tidak dalam kapasitas sebagai ketua Yapersukma, saya tetap memiliki tanggung jawab moril untuk menanggapi berita ini. Apalagi dalam berita ini nama saya juga disebut meskipun dengan kesadaran bahwa saya bukan lagi ketua Yapersukma. Tentu penyebutan ini dengan asumsi bahwa saya ketika menjabat sebagai ketua Yapersukma adalah pihak yang mengeluarkan kebijakan yang dituduh ‘tipu tapu’ di atas.
Kedua, saya sangat menyesal wartawan infopertama.com tidak lebih dulu mengklarifikasi keluhan guru komite yang tidak mau namanya disebut kepada pengurus Yapersukma di kantor. Saya yakin bila wartawan mendapat penjelasan dari saya atau pegawai Yapersukma tentu isi beritanya akan lebih arif dan memperlihatkan pemahaman wartawan yang konprehensif tentang tanggung jawab terhadap pendidikan anak bangsa dan sejumlah regulasi dalam bidang pendidikan, termasuk aturan dana BOS.
Ketiga, saya juga sebenarnya syok membaca judul berita ini. Saya sempat cari Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ” tipu tapu” tetapi tidak ditemukan. Tetapi dalam konteks Manggarai saya kira penggunaan kata ini di ruang publik sungguh sangat tidak etis. Pembaca bisa saja keliru memahaminya bahwa wartawan dan pihak yang ikut mengomentari ‘informasi’ dari guru komite sedang mengekspresikan kebencian dan kemarahannya kepada pihak Yapersukma. Sepertinya benar bila ditafsir bahwa pilihan kata ‘tipu tapu’ sebagai bentuk kebencian, kalau dikaitkan dengan proses lahirnya berita yang instan ini mengabaikan klarifikasi kepada pihak Yapersukma.
Keempat, baiklah kami menjelaskan secara singkat tentang status guru di SDK. Tentu saya akan mulai dengan gambaran umum tentang regulasi dan tanggung jawab atas pendidikan anak bangsa.
Pembukaan Undang-Undang Dasar mengamanatkan bahwa negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu hak untuk mendapat pendidikan adalah hak asasi dari setiap warga negara (UUD Pasal 31, Ayat 2).
Negara tentu menyadari keterbatasannya, karena itu melibatkan masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun masyarakat yang mau mendirikan sekolah harus membentuk badan hukum. Badan hukum yang dimaksudkan bisa berbentuk yayasan atau perkumpulan.
Andaikan saja swasta tidak ikut membangun sekolah maka banyak anak yang ditelantarkan karena tidak mengenyam pendidikan. Bila ini terjadi berarti negara malanggar HAM. Kalau saja Yapersukma menutup semua sekolah di Manggarai dengan alasan sudah tidak sanggup mengurusnya dan dialih fungsi untuk kepentingan sosial yang lain maka sudah tentu pemerintah akan dituduh mengabaikan hak dasar warga di bidang pendidikan.
Sudah semestinya negara ini, lebih khsusus Pemerintah Manggarai bersyukur dengan kehadiran SDK-SDK di bawah Yapersukma karena telah mengambil sebagian dari tanggung jawab negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Yayasan sebagai badan hukum penyelenggara pendidikan untuk sekolah swasta diberi kewenangan untuk melakukan pungutan atas biaya pendidikan.
(Bdk. Permendikbud Nomor 42 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar:
Pasal 6
Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat:
a. bantuan dari penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan;
b. pungutan, dan/atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya;
c. bantuan dari masyarakat di luar peserta didik atau orang tua/walinya;
d. bantuan pemerintah;
e. bantuan pemerintah daerah;
f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat;
g. bantuan lembaga lain yang tidak mengikat;
h. hasil usaha penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau
i. sumber lain yang sah).
Bersumber dari pungutan atas biaya pendidikan ini, yayasan membiayai gaji guru dan pegawai (UU Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1, Poin 4: Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lain yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain).
Fakta di SDK di Manggarai:
1. Guru-guru non PNS di SDK diberi SK oleh Yapersukma hanya untuk kepentingan adminisi, tuntutan dapodik. Pungutan 2.000 rupiah ini hanya untuk kepentingan urusan administrasi guru dan pegawai di 82 SDK di Manggarai serta pendampingan SDK. Yayasan belum membuat penetapan pungutan biaya pendidikan di SDK-SDK untuk menggaji guru dan pegawai. Karena itu Yapersukma belum bisa menggaji guru di SDK. Biaya gaji yang tertulis pada SK itu ditentukan oleh sekolah, karena sekolah yang paling tahu kemampuannya untuk memberikan honor kepada guru.
Menyadari tanggung jawab yayasan untuk menggaji guru yang diangkatnya maka yayasan sudah mensosialisasikan penerapan manajemen terpusat. Yayasan menetapkan biaya pendidikan untuk SDK dan akan menggaji seluruh guru SDK.
Untuk itu pemerintah daerah khususnya Dinas Pendidikan harus memahami kewenangannya atas SDK berdasarkan regulasi dan otonomi yayasan sebagai pemilik atas SDK. Bahwa pemerintah wajib membantu sekolah swasta, hal itu merupakan amanat undang-undang (UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 55). Undang-undang ini menjabarkan amanat Pembukaan UUD 45 yang menegaskan bahwa kewajiban negaralah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan kewajiban warga atau masyarakat.
2. Praktik selama ini, sekolah penggunakan dana BOS untuk menggaji guru, juknis dana BOS memungkinkan untuk itu dan ditambah dana bantuan dari komite sekolah. Untuk dana bantuan dari komite, rata-rata diminta dari orang tua murid, ini menyalahi aturan. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang berfungsi untuk membantu dan menyumbang sekolah dan bukan melakukan pungutan biaya pendidikan dari orang tua murid yang nota bene merupakan kewenangan yayasan. Itu berarti praktik yang dilakukan komite sekolah di Manggarai adalah pungli karena mengambil alih kewenangan yayasan untuk memungut biaya pendidikan kepada orang tua murid. Saya kira rata-rata komite di sekolah-sekolah negeri di Manggarai juga melakukan praktik pungli seperti ini. Kita tunggu saja pengaduan dari orang tua murid terhadap praktik seperti ini. Bupati dan kepala dinas pendidikan tentu tahu aturan dan berharap tidak diskriminasi dalam menegakkan aturan.
Kiranya tanggapan singkat ini bisa mencerahkan banyak pihak terutama media infopetama.com.
Terima kasih. Salam dari kampung Mabar.
Pastor Paroki Wajur,
Romo Edy Menori
Dihubungi per Whatsapp Selasa 13 Juni 2023 pukul 11.09 Wita, Romo Edy Menori mengatakan ia sedang berada di Benteng Dewa, Kecamatan Lembor Selatan, untuk suatu urusan keluarga.
EDITOR: Redaksi KrebaDi’a.com