Khotbah Syukuran Perak Imamat P. Albert Nampara SVD (3/Terakhir): Bersyukur Artinya Berpikir dengan Hati

Avatar of Redaksi Krebadia
Albert Nampara SVD
KETERANGAN FOTO: P. Albert Nampara SVD: "Selalu berdoa dengan rendah hati, hidup sederhana, kerja dengan tulus. Dan jangan lupa berbagi, meski kita sendiri pas-pasan bahkan berkurangan.” (Facebook/Stefanus Wolo Itu)

Ditulis oleh Stefanus Wolo Itu

Sudah 25 tahun Albert menjadi religius, imam, dan misionaris SVD. Ia menjalani sebagian besar hidup imamatnya di negeri Alpen Swiss. Ia manusia rapuh dan pribadi sederhana. Tapi dalam kerapuhan dan kesederhanaan, ia mampu mempertahankan martabat imamatnya. Tentu bukan kehebatan pribadi Albert. Tapi Tuhan yang hebat! Albert percaya akan kasih setia Tuhan. Tuhan selalu hadir meneguhkan dan menguatkan sehingga dia mampu menyalurkan berkat dan rahmat Tuhan bagi sesama.

Hari-hari ini Albert pulang kampung dan berada di tengah keluarga. Ia kembali ke rumah, tempat pertama panggilan imamatnya bersemi dan bertumbuh. Ia mengajak kita mensyukuri 25 tahun imamatnya. Kita beryubileum. Yubileum berkaitan erat dengan kata Ibrani “Yobel”. Yobel sebenarnya tanduk domba jantan yang dibuat menjadi alat musik nafiri. “Jubileum” dalam bahasa Jerman artinya hari peringatan. “Jubilieren” artinya merayakan peringatan, bersorak sorai.

Orang-orang Israel menggunakan alat musik nafiri untuk mensyukuri karya agung Tuhan. Tuhan telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir. Tuhan mengawal mereka menyeberangi Laut Merah. Ia menyelamatkan mereka dari krisis padang gurun. Kita tidak memiliki nafiri tanduk domba seperti orang Israel. Kita menggunakan alat-alat musik tradisional dan moderen  mengiringi lagu-lagu khas Manggarai. Iita memuji kebesaran kasih Tuhan.

Tadi malam di rumah dan hari ini, yubilaris kita P. Albert membawa serta nafiri kebanggaannya: saxophon. Bagi P. Albert, Saxophon tidak hanya sekadar alat musik. Saxophon adalah sahabat setianya dalam pewartaan sabda. Alat musik temuan Sax bersaudara dari Belgia itu adalah medium berpastoral di negeri Alpen. Albert mengajak kita beryubileum, bersyukur pada Tuhan atas 25 tahun imamatnya.

Proses menjadi imam dan hidup imamat tidak mudah. Yesus Sang Guru sudah mengingatkan para rasul, semua pengikutnya, dan imam-imamnya termasuk Albert. Albert harus siap menderita, siap sakit hati karena pelbagai tantangan. Ia harus memberi diri secara utuh, tuntutan totalitas hidup. Albert berkisah, saat ayah tercinta, Bapak Geradus meninggal tahun 2002, ia tidak pulang. Karena tugas misi, kewajiban anak untuk menguburkan ayah tidak lagi menjadi prioritas utama.

Albert harus siap mental. Ketika kaul kekal dan tahbisan imam 25 tahun lalu, saat berkata SIAP, Albert berkomitmen untuk siap dan terus melangkah maju. Selama 25 tahun Albert sukses menjawabi tuntutan dan harapan Yesus. Andaikan Albert gagal mempertahankan imamat, tentu hari ini kita tidak berada di sini.

Beberapa bulan lalu seorang ibu menghadiahkan saya sebuah buku berbahasa Jerman tulisan teolog Amerika, Scott Hahn “DER PRIESTER: KRIEGER, BRUDER, BRÄUTIGAM” atau IMAM: PEJUANG,  SAUDARA,  MEMPELAI. Saya sempat tunjukkan buku itu pada Albert dan guyon: “Bro, kita imam,  tidak hanya pewarta sabda,  pendoa, tukang rayakan ekaristi, bapak rohani,  jembatan penghubung atau guru. Kita ini KRIEGER atau PEJUANG. Kita ini BRUDER atau SAUDARA. Kita ini BRÄUTIGAM atau MEMPELAI PRIA.”

Kita adalah pejuang, yang setia berusaha untuk merawat hidup imamat. Kita bertahan karena memposisikan diri sebagai saudara bagi semua orang. Kita tetap kokoh karena kesadaran diri kita sebagai mempelai gereja. Saya sempat menggali isi hati Albert: “Bro, bagaimana cara engkau menghadapi tantangan atau godaan yang menggoncangkan hidup imamat?” Dia menjawab singkat dan serius: “Saya selalu berusaha sadar diri bahwa saya imam. Seperti Kristus, saya mempelai gereja!”

Pada perayaan syukur perak P. Albert ini saya mengajak kita terus menyadari panggilan dan perutusan kita untuk mewartakan kerajaan Allah. Kita setia menjalani dan selalu mensyukuri dengan sukacita. Saya hampir tidak pernah melihat Albert bermuka sedih atau wajah cemberut. Satu kesempatan saya tanya: “Engkau selalu berwajah riang dan sepertinya tidak mengenal susah. Ada resep kah?” Dia jawab: “Selalu berdoa dengan rendah hati, hidup sederhana, kerja dengan tulus. Dan jangan lupa berbagi, meski kita sendiri pas-pasan bahkan berkurangan.”

Tidak mudah menjadi utusan Yesus dan misionaris di benua biru Eropa. Kami perlu memberi diri secara total, mengarahkan seluruh hati, pikiran dan berfokus pada tugas perutusan. Kami selalu saling mengingatkan agar tetap rendah hati, bekerja dengan tulus dan menjadi imam yang punya hati.

Kami hidup di kawasan sekular. Sesibuk apa pun kita harus selalu menjaga relasi dengan Tritunggal Mahaiudus: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Albert memilih Injil yang diambil dari Lukas 10:21-24. Albert mengajak kita untuk belajar dari Yesus yang menyapa Allah sebagai Bapa. Allah Bapa mengakui Yesus sebagai anak-Nya. Kita perlu mengikuti teladan Yesus.

Kita perlu mendengar Roh Kudus yang memampukan Yesus berdoa, selalu dekat dengan Bapa, menguatkan Yesus dalam karya. Dalam kata pembukaan, Albert menegaskan bahwa seorang imam bisa bertahan bila percaya pada Tritunggal Mahajudus. Imam yang beriman.

Utusan yang bekerja dengan sepenuh hati akan menerima ganjaran di surga. Yesus bekerja sepenuh hati. Ia menunjukkan bahwa menjadi utusan merupakan suatu anugerah besar. Yesus merasakan banyak hal ketika menjadi utusan Allah. Itu yang membuat Yesus gembira dan bersyukur. Yesus “beryubileum”.

Kami yang bekerja di wilayah berbahasa Jerman selalu ingat kata “DANKEN” dan “DENKEN”. DANKEN artinya berterima kasih atau mengucap syukur. Sedangkan DENKEN artinya berpikir atau memikirkan. Orang-orang berbahasa Jerman mempunyai satu filosofi SIAPA YANG BERPIKIR BENAR, DIA JUGA BERSYUKUR.

Siapa yang berpikir tentang kehidupannya, termasuk seorang imam, dia tidak akan bersikap lain selain berterima kasih atas semua anugerah Tuhan dalam hidupnya. Rasa syukur adalah ungkapan hati. Orang yang tahu bersyukur adalah mereka yang berpikir dengan hati. P. Albert mengajak kita beryubileum atas pengalaman kasih Allah selama 25 tahun ziarah imamatnya. Ia mengajak kita bersyukur sekaligus berpikir dengan hati. Lieber Albert, Herzlichen Glückwunsch zum deinen 25jährigen Priesterjubiläum. Albert terkasih, proficiat atas Yubileum 25 tahun imamatmu! Amin.

Kirchgasse 4, 5074 Eiken AG Swiss, Rabu malam 25 September 2024.

EDITOR: Redaksi Krebadia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *