Kiprah PBSI Unika St. Paulus Ruteng: Inilah Cara Unik Kaprodi Bone Rampung Memantau Aktivitas Mahasiswanya

Avatar of Etgal Putra
PHOTO 2023 05 14 11 48 41 e1684039127740

Menjadi Sarat Ujian Skripsi

Romo Bone menjelaskan, setiap pantun yang dibalas oleh mahasiswa pagi dan sore dikategorikan berdasarkan kelas atau tingkat. Lalu diarsipkan dalam bentuk file pdf dan dikumpulkan setiap tanggal dua dalam bulan.

Langkah berikutnya adalah menerbitkan buku. Menurut Romo Bone, penerbitan buku merupakan keharusan karena menjadi prasyarat untuk boleh mengikuti sidang skripsi.

“Jadi, sebelum susun skripsi, mereka wajib kumpul buku (balasan pantun) seperti portofolio. Itu wajib harus ada. Setelah itu baru boleh ikut ujian skripsi,” katanya.

Sudah menjadi pengetahuan umum dunia kampus, ujian skripsi atau lengkapnya disebut sidang ujian skripsi merupakan salah satu syarat mencapai kelulusan. Ini perjuangan akhir mahasiswa sebelum memperoleh gelar sarjana (strata satu/S1) setelah bertahun-tahun kuliah.

Ujian skripsi merupakan ujian terbuka bagi mahasiswa untuk mempertahankan hasil penelitiannya yang sudah disusun menjadi skripsi di bawah bimbingan dosen pembimbing.

Dalam ujian skripsi, hasil penelitian yang sudah disusun dalam bentuk skripsi itu harus dipertahankan di depan dewan penguji dan dosen pembimbing.

Kaprodi Beri Contoh Bikin Buku

Sebelum para mahasiswa Prodi PBSI Unika St. Paulus Ruteng menghasilkan buku kumpulan pantun yang sekarang 30-an jumlahnya, Romo Bone Rampung sudah duluan bikin buku, seolah ingin memberi contoh beginilah hasil akhirnya.

Membukukan kumpulan pantun dilakukan Romo Bone pada tahun 2020 (jilid 1) dan 2021 (jilid 2). Judulnya Berpantun: Mengolah Rasa, Merangkai Kata. Penerbit Unika St. Paulus Ruteng.

Dua jilid buku itu merupakan karyanya bersama Sabarti Akhidiah. Sabarti Akhadiah adalah doktor Pendidikan Bahasa dan mantan guru besar Pendidikan Bahasa. Mantan dosen FKIP Universitas Andalas Padang, IKIP Jakarta, dan UHAMKA Jakarta. Dia juga penulis modul untuk Universitas Terbuka (UT), Depdikbud, Erlangga, dan Dikti.

Tentang bagaimana dia cendekiawan ini akhirnya menghadirkan dua jilid buku kumpulan pantun itu, berikut ini kisahnya.

Inisiatif awalnya dari Romo Bone. Mulanya ia mengirim foto-foto bunga mekar dinihari  melalui akun Facebook dan Whattsapp kepada semua teman. Pada setiap foto tertulis pantun empat baris. Bisa dikatakan, gambar yang dikirim itu gambar berpantun alias pantun bergambar.

Hal yang sama ia lakukan sore hari. Jadinya tiap hari Romo Bone menghasilkan dan menyebarkan gambar berpantun atau pantun bergambar.

Yang setia membalas adalah Sabarti Akhadiah.

Setiap hari Romo Bone dan Ibu Sabarti berbalas pantun. Akhirnya terkumpullah 250 pasang pantun dan diterbitkan sebagai buku jilid 1 tahun 2020. Berbalas pantun pun berlanjut, terbitlah jilid 2, tahun 2021.

Editor: Tim Redaksi