Pengantar:
Di Republik Seolah-olah, memberi dan mendapatkan gelar, maling dan berdoa, sangat mudah. Ya, kareba semuanya adalah seolah-lah, atau als ob, kata orang di benua seberang. Begho (=Be) belum lama ini digelar malinglog, ahli malinglogi. Sahabatnya Bodho (=Bo), presiden yang sekarang menjabat, merasa terusik.
Bo (=Bodho): Be (=Begho), dari rakyat-rakyatku di medsos ramai-ramai bilang kamu itu malinglog. Gelar apa-an ini. Be, Be, ayo ayo waeeee kamu ini
Wuallah, kayak kamu gak tahu aja, Bo; ini kan Republik Seolah-olah. Ngapain kamu serius. Take it easy, man!
Tapi saya merasa gak nyaman. Gelar itu beribu-ribu kali nancap di layar-layar medsos dan bukan mustahil akan diberikan ke saya. Malinglog itu apa, please Be, please!
Ah, dasar meong, katanya macan Asia. Okey lah. Malinglog dari kata malinglogi, ilmu maling. Ilmu nyuri (=curi). Malinglogi adalah rahim yang melahirkan seorang anak kandung yaitu korupsi. Jadi, jangan langsung bicara tentang korupsi tanpa mengusai induknya. Jika tanpa menguasai ilmunya, maka korupsi itu sama dengan pencuri di siang bolong di bawah matahari terang benderang, dipelototin banyak orang. Itu koruptor kelas rendah.
Ohh, maksudnya, dengan ilmu maling, korupsinya bisa lebih canggih ya
Persis, persis
Apa yang menjadi tesis malinglogi
Sangat singkat: mencurilah seolah-olah kamu tidak sedang mencuri
Wah, padat betul tesisnya. Mohon uraikan pokok-pokok pentingnya
Very easy, my friend. Let me put this way! Untuk maling, saya memerlukan tiga hal. Pertama, sesuatu yang saya curi. Kedua, saya memerlukan peluang waktu untuk melakukan pencurian. Termasuk di sini modus yang mengesankan saleh dan human. Ketiga, saya membutuhkan suatu tempat untuk menyimpan sesuatu itu sesudah saya pindahkan dari tempatnya yang semula. Jadi, dengan sekali maling, dosa atau kesalahan saya bertumpuk-tumpuk. Yang pasti, apa yang saya malingin itu bukan milik saya. Glorious, isn’t it?
Hebat kamu, Be. Kamu merasa nyaman kah? Karena kamu sendiri mengakui sesuatu yang kamu malingin itu dipastikan bukan milikmu
Kamu ini, Bo, gak usah singgung nyaman gak nyaman. Dalam maling-memaling, yang ada hanya kerakusan, dan kalau malam tiba ya ngaceng-lah sengaceng-ngacengnya. Ini istilah saya untuk kenikmatan raga, seksual, dan lain-lain
Hahaha, koq bisa? memaling bisa membuat ngaceng
Sudah-lah, kamu ini nanya terlalu banyak. Tapi intinya ialah dengan maling, saya tu sudah gak punya rasa bersalah, gak ada rasa kemansiaan, gak ada rasa iba, gak ada kasih sayang, gak ada cinta. Kalau saya ngeseks, ya, tentu bukan karena cinta tapi karena nafsu. Wong, semuanya bisa saya beli koq. Cari cewek termahal di Mangga Besar sana, bawa ke sini, saya bayar. Bahkan saya bisa menjadi biseksual, karena semua bisa saya lakukan. Pergi cari cowok ganteng di Mangga Dua, panggil sini, saya mau naek dia. Jadi, ngaceng ya bagian dari nafsu itu. Fokus diri saya ialah diri sendiri, istri dan anak-anak. Kalau kamu bilang dinasti, ada benarnya, dan saya gak tersinggung sama sekali. Dasar terdalam maling ialah rakus dan kebuasan menyantap apa saja yang penting untuk diri saya dan keluarga. Hajar semua!
Ssst, Be, jangan keras-keras kamu bilang biseksual dan homo. Saya malu. But what can I do. Saya juga homo, maka-nya saya betah dengan beberapa menteri saya, ada menteri kabinet, ada menteri urusan antar-bangsa, dan beberapa lagi orang di sekitar saya. Semuanya homo. Now I know, saya tu betah dengan kamu karena ternyata kita sama-sama homo. Tapi ada satu yang mengganjal saya ialah kenapa kamu nyaman dan sama sekali merasa tidak beban dengan maling dan ngeseks sembarangan begitu
Oh gitu ya, ini dua alasan, alasan religius dan sosial kultural
Wuallah, ngesek aja butuh alasan
Listen, Bo, ini analisa saya saja. Alasan pertama, religius. Saya sangat beruntung karena saya tu ngesek apa saja baik kasar maupun halus, baik beli maupun perkosa, saya akan fine-fine saja malah dibenarkan. Karena saya bisa ambil ayat-ayat suci yang membenarkan tindakan saya. Bisa, bisa. Ingat ya, ngesek itu adalah surga yang di dunia. Karena di surga beneran nanti memang kerjaan saya itu hanya ngesek, hahahahahaha. Nah, alasan kedua, sosial kultural. Negeri ini dan rakyat-rakyatnya yang masih bodoh memiliki ribuan cara untuk bersopan santun dan menutup-nutupi. Mereka gak tega mau bilang: eh si Begho itu korupsi dan suka ngeseks. Jadi, masyarakatnya gak berani. Itu satu hal. Hal kedua ialah rakyat negeri ini sdh terlalu biasa melihat maling, terlalu banyak maling dan lama-lama mereka berpikir bahwa mereka adalah masyarakat maling yang setia mengintip kemungkinan untuk maling
Maksudmu maling sudah menjadi budaya kita?
Yah jelas-lah. Masa’ kamu menutup mata. Kondisi inilah yang menguntungkan saya. Maling enak, ngesek enak, apa saja bisa dibuat untuk dua hal itu, ubah undang-undang juga gak apa-apa, toh rakyat negeri ini memahami saja
Gak teman, itu gak lucu. Benarkah korupsi sudah membudaya?
Lho, kenapa kamu menutup mata. Intinya begini: korupsi menjadi kecenderungan sehari-hari. Menjadi naluri alamiah tradisi kebudayaan kita. Menjadi makanan pokok sehari-hari. Menjadi candu yang membuat orang merasa rugi kalau tak melakukannya. Baik karena candu itu sudah menjadi potensialitas kerakusan pribadi, maupun karena secara kolektif tak pernah ada jaminan bahwa kalau seseorang tidak korup maka lainnya pun tidak
Masa’ sih segitu gelapnya negeri kita
Ya, tentu gak semua. Tetap masih ada kebaikan, kejujuran, dan kejernihan. Hanya makin menipis dan meminggir. Cukup kamu lihat keluar jendela sedikit saja, kamu bisa melihat korupsi di mana-mana. Korupsi di hampir semua petak-petak di mana uang mengalir, bahkan pun sampai di sekitar koper ratusan ribu para calon haji. Korupsi di setiap tahun, bulan, hari, dan mungkin juga jam, menit dan detik. Korupsi menjadi salah satu sahabat sehari-hari kita. Korupsi menjadi salah satu identitas terpenting dari bangsa yang besar ini, bangsa yang selalu merasa besar ini, bangsa yang selalu membesar-besarkan dirinya ini. Korupsi atas uang pajak dan APBN. Ada korupsi hak-hak, yang asal-usul asasinya bahkan dari Allah langsung. Korupsi kewenangan, di mana para petugas yang digaji rakyat merasa “GR”, tak tahu diri dan bahkan yakin bahwa mereka adalah atasannya rakyat
Nah, ini yang paling modern, Bo. Yaitu korupsi makna atas ratusan kalimat filosofi kebangsaan, prinsip-prinsip dasar kenegaraan, undang-undang, konsep dan aturan-aturan. Yah, korupsi regulasi. Dan inilah yang saya lakukan selama 10 tahun berkuasa
Paham, paham, Be. Saya tertarik dengan istilahmu tadi: korupsi undang-undang. Tapi akan saya tanyakan nanti. Yang saya tanyakan sekarang ialah kenapa kamu begitu nyaman maling dan ngeseks tanpa merasa beban, tentu selain dua alasan tadi itu
Hmmmm, begini ya Bo. Sejak awal saya sadar bahwa apa yang saya malingin itu bukan milik saya. Saya mau apakan hasil malingan saya, terserah saya, mau saya buang ke mana pun, terserah saya. Segalanya bukan milik saya. Waktu yang saya pakai untuk mencuri pun bukan milik saya
Lantas tempat yang saya gunakan untuk menyembunyikan barang curian itu jelas bukan milik saya pula. Sebab saya tidak pernah bisa menciptakan ruang, tanah, dunia atau apa pun saja sehingga bagaimana mungkin saya pernah benar-benar punya hak atas suatu tempat
Belum lagi kalau saya hitung bahwa tangan, otak, mata, telinga, darah, tenaga — dan lain sebagainya — yang semua saya kerahkan untuk melakukan pencurian, ternyata juga sama sekali bukan milik saya. Termasuk operator lapangan yang saya pake untuk mencuri juga bukan milik saya. Saya sebutlah beberapa operator saya, ada El Be Pe, ada Pratikna, ada jenderal Sulistiana, ada tentara aktif, ada bendahara saya yang profesor doktor, Sri Muliana, begonya bendahara ini, manut aja, tahunya naikin pajak dan potong anggaran, mana tahu dia tentang ekonomi Pancasila, hahahahahaha. Selain itu ada parcok (=partai coklat), parju (=partai hijau), kepala desa, ya banyaklah. Caranya ialah bansos. Ambil uang negara supaya kelihatan amal saleh. Nah, mereka-mereka ini bukan milik saya tapi dapat saya pake karena kekuasaan saya. Do you understand?
Jadi, sekali mencuri, langsung saya dapatkan puluhan kesalahan, bahkan mungkin ribuan dosa. Tapi sulit untuk saya katakan dosa karena ayat-ayat suci agama saya membolehkan saya untuk melakukan itu. Kenapa dahimu mengkerut, Bo, any objection?
My friend, I’m not joking. Begini ya, kalau kamu sudah tidak merasa malu dan bersalah, sudah gawat ini, Be
Apanya yang gawat?
Lho, merasa bersalah itu hanya manusia yang punya. Kalau kamu gak punya lagi perasaan itu, sorry to say, you are animal. Manusia disebut manusia karena dia ber-etika. Kalau niretika, ya, maaf, kamu binatang.
Ah, ndasmu etik
Hahahahaha, kamu jangan ikut-ikutan menggunakan istilahku. Kreatiflah dikit
Ich nehme das Ernst, my friend. Terima kasih. Hanya ini saya mau bilang bahwa untuk menghindari hal itu semua, saya punya modus baru terhalus dan tercanggih untuk maling
Modus tercanggih?
Yah, maling regulasi, namanya. Dengan cara ini, saya maling bukan ambil duit langsung tetapi mengubah aturan. Caranya lebih halus. Dengan ubah aturan maka korupsi dapat lebih banyak dan gak ketahuan, duitnya datang tanpa terukur. Maka-nya saya ubah UU MK, UU KPK, UU Kepolisian, UU TNI, UU BUMN, semuanya dimaksudkan agar duit itu diambil melalui undang-undang tersebut. Canggih kan?
Koq bisa ya, Be. Ke mana media mainstream kita di tanah air, mereka gak tahu apa?
Ya sudah-lah, mereka tahu, tapi mereka cari makan juga kan. Mereka pergi ke mana angin kekuasaan bertiup. Cobalah undang mereka makan di rumahmu, ketawa ketiwi, pasti mereka senang. Media-media itu kan senang foto bersama presiden. Mereka juga merasa presiden. Dan foto itu pasti mereka viralkan
Bagus, bagus, idemu. Akan segera dilaksanakan
Nanti setelah kamu terima, akan saya undang mereka sowan ke rumahku di Sala. Nanti saya siapkan ole-ole. Saya bilang ke kamu sekarang, dan catat. Kalau nanti kamu sudah panggil mereka ke rumahmu dan makan-makan, maka berita demonstrasi sengeri apa pun di tanah air, tidak akan mereka tayang dan beritakan. Mereka akan siarkan yang baik-baik saja. Saya yakin media luar negeri yang lebih ramai menyiarkannya daripada media nasional dalam negeri. Bodoh amat-lah
Aduh. Semakin pusing saya mendengar analisamu. Jadi, sebetulnya apa sih yang media-media dan rakyat di luar sana pikirkan tentang saya sekarang, juga tentang kamu jugalah
Yang saya dengar, media-media, wakil rakyat, rakyat di luar sana membenci kita-kita yang maling dan koruptor ini dengan penuh kerinduan; mereka teriak berantas koruptor sambil diam-diam meniru kita. Ketika maling besar ditangkap, media dan rakyat bersorak-sorai penuh kegembiraan. Tapi mereka berkata diam-diam: “Jangan kamu saja, kami pun butuh bagian.” Jadi, kalau dulu, malingnya satu, sekarang seribu jumlahnya. Dulu sekumpulan, sekarang hampir semuanya
Hahahahahaaa, lucu, lucu. Berarti kita dua ini dikangenin juga ya. But I understand the situation. Di negeri Republik Seolah-olah ini, munafik dan keburukan berpakaian kebaikan, kejahatan berpakaian kemuliaan, korupsi berpakaian amal saleh, bansos berpakaian kesejahteraan. Sementara kebaikan, kemuliaan, kebenaran dan keadilan tak sempat mengurus wajahnya. Maling adalah orang yang paling seru berteriak “Maling!” Koruptor memperingatkan masyarakat tentang bahaya korupsi. Hukum dilanggar terutama oleh ahli-ahlinya. Etika dikangkangi oleh penguasa yang mengurus kesejahteraan
Sudahlah, semakin pusing saya. Kenapa sekarang baru kamu cerdas
Tumben kamu bilang saya cerdas. Saya challenge kamu, Bo. Berani gak kamu berantas korupsi
Kayak kamu gak tahu aja, Be. Saya kan bonekanya kamu. Gagah di panggung doang, dalam hati saya sangat ciut. Kartu yokerku kamu pegang. Kamu tahu kan project food nasional kita, jutaan hektare saya telah babat di Kalimantan, gagal total. Tapi kayunya sudah ditilep semuanya, kamu jugalah yang dapat sebagiannya, coba nanya menteri Eriko. Terus, tentang komisi pembelian pesawat dari Rusia itu. Kamu kan tahu saya sudah dapat komisinya, enam persen di dalam pesawat, cash!
Ya, ya, saya tahu. Belum lagi masa lalu kamu peristiwa Mei berdarah 20 tahun lalu. Eh, saya dengar kamu memang psikopat, ada dokumentasinya di arsip militer
Stop, stop, Be. Ntar saya putar you punya batang leher, dasar banci kamu! Supaya you tahu, saya bisa bunuh kamu sekarang juga dan sesudah itu saya tetap merasa fine-fine saja kayak gak ada apa-apa.Tapi jujur, kenapa saya merasa sedihhhhhh
Begini ya Bo, kita boleh anggap rakyat kita bodoh, tapi jangan lupa sekarang ini zaman peradaban akselerasi informasi. Rakyat kita sudah tahu. Informasi mendatangi setiap orang dan bukan sebaliknya. Jadi, jangan sembunyikan lagi. Saya ingat pepatah Jerman ini: Luege haben keine Beine. Artinya, kebohongan tidak punya pangkal paha. Suatu waktu, cepat atau lambat, akan ketahuan dan konsekuensinya sangat besar
Terus saya, bagaimana. Saya tu bagi-bagi bansos sebelum pilpres supaya kamu terpilih jadi presiden, dengan maksud untuk melindungi saya dan anak-anak serta korupsi dan kemunafikan saya. Janganlah, jangan tinggalkan saya
I don’t care, masa bodoh! Saya pikir ke depannya, kita urus diri masing-masing. I can’t do anything to help u, friend. Apalagi kalau saya baca di medsos puisi dari seorang penganggur, namanya Ata Kampoeng, dari Waekanta, Flores, NTT sana. Hati saya tersayat-sayat, pengennya bunuh semua orang di sekeliling saya. Mau dengar?
Mau, mau
Ini saya bacakan:
Bersainglah pembesar-pembesar, penguasa-penguasa, pengusaha-pengusaha; bertengkarlah manusia dan manusia, media dan media, medsos dan medsos, perempuan dan laki-laki; sikut-sikutanlah kakap-kakap, maling dan hipokrit
Sabot menyabotlah kalian kaum raksasa, elite dan pembesar-pembesar; aku tak punya urusan pribadi dengan itu semua; caploklah planet bumi ini, timbunlah tujuh samudera, rendamlah badanmu di kawah-kawah gunung, enak-enakinlah badan kalian di mandi uap; jaringlah waktu, zaman, kurun; cengkeramlah kukumu hingga ke 2030, 2040, 2050 dan nyanyikan lagu penyair romantik ini: “Aku ingin hidup seribu tahun lagi!”
Itu semua tak menyedihkanku; tak membuat diriku prihatin atau berang. Aku, rakyat jelata, tak punya urusan dengan keserakahan apa pun di sekelilingku; aku hidup dari humus tanah dan akan kembali ke tanah; dan kalian semua, apakah kalian terbuat dari bongkah emas yang tak mati? hidup di bumi tidak abadi, ingat itu, para pembesar dan penguasa
Kalian semua yang capek-capek menghabiskan hidup kalian untuk hanya mencari harta, memeras energi untuk menyabet uang siang dan malam, serta yang menjual harga kemanusiaan kalian untuk maling hak orang alias melakukan korupsi, tak ada julukan lain kecuali, bodoh, tolol, tidak tahu diri dan sakit jiwa; sakit jiwa kalian, sakit jiwa kalian!
Ilmu pengetahuan kalian tentang diri kalian, tentang hidup, tentang manusia, tentang dunia, tentang harta, serta tentang hidup dan mati, sudah mengalami kekeliruan dan ketidakilmiahan secara mendasar; kalian-kalian sangat tegang terhadap segala yang sudah dimiliki, yang akan dimiliki, yang bisa dimiliki, yang tak bisa dimiliki, serta yang ingin dimiliki
Inilah yang membuat kalian sakit jiwa; dan kerja kalian hanya merusak negara dan rakyat kalian
Wah, nyesek bener puisinya. Siapa sih itu orang
Jangan percaya, dia itu penganggur dari kampung sana, kamu dengar kan namanya Ata Kampoeng di kampung udik Flores sana. Saya lihat dia sesekali ke Tmn Aries nyangkul sawahnya di sana
Dasar penganggur miskin! Abaikan. Saya sih sepakat dengan Jack Ma dan menjadi hiburan saya
Apa katanya
Kurang lebih begini: kalau kau miskin, maka kata-kata bijakmu akan didengar seperti kentut. Sementara kalau kau kaya, kentutmu akan didengar seperti kata-kata bijak
Wah, enak di orang miskin dong. Di depan kamu, mereka bisa dengan bebas kentut dan berkata bijak sekaligus, karena esensinya sama: kentuttttt!
(gnb:tmn aries:sabtu:5.4.25:minggu ketiga prapaskah)