Melampaui “Horror Vacui”

Jumat, 28 Februari 2025

Kolom949 Dilihat
banner 468x60

Oleh Fransiskus Borgias

(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)

banner 336x280

Ada sebuah gejala dalam dunia psikologi, di mana manusia takut akan kekosongan, takut akan ruang kosong, takut akan waktu yang kosong, maksudnya: waktu senggang, leisure time, yaitu sebuah rentang waktu di mana manusia tidak melakukan kegiatan jasmani apa pun, tetapi dengan maksud untuk memberikan kepada hati dan budinya semacam rentang waktu untuk mengasah diri dan kemampuan. Semacam kesempatan untuk isi ulang daya hidup, kesempatan re-charge, istilah yang diambil dari dunia battery. Tetapi, ketika ada ruang dan waktu yang kosong, orang justru menjadi takut sehingga muncul kecenderungan yang kuat untuk meniadakan ruang kosong atau waktu senggang tersebut. Lalu ruang kosong itu diisi dengan apa saja, bahkan mungkin dengan sampah, yang penting terisi, tidak ada ruang kosong yang kehadirannya terasa seperti sedang menteror kita, teror ruang kosong. Atau waktu kosong misalnya, saat hening, yang terasa mencengkam dan karena itu orang “membunuhnya” dengan bunyi apa saja, termasuk musik, yang penting keheningan itu tidak terasa mencengkam. Kiranya dalam konteks pengalaman dan pemahaman seperti inilah dulu Baruch Spinoza berbicara tentang “horror vacui,” horror atau kengerian (horror) yang ditimbulkan ruang kosong (vacui). Ada semacam ketakutan ngeri yang dialami manusia akan kekosongan itu. Bahkan hal ini bisa menjadi semacam phobia yang menjangkiti manusia di sekitar kita. Sadar akan adanya “horror vacui” itu kita pun berusaha sekuat tenaga untuk menguasai dan mengendalikan ruang dan waktu kosong itu.

Masalahnya ialah bahwa kita bisa saja membiarkan adanya ruang kosong itu. Tetapi jika kita tidak menguasai ruang dan waktu kosong itu maka kita mudah dikuasai dan dilindas oleh siapa pun juga; ini sebuah gejala di mana kita berusaha mengisi ruang kosong itu sebelum kita bahkan mencapai tempat yang kita tuju. Ruang kosong itu tidak hanya sesuatu yang bersifat fisikal di luar sana. Ia juga bisa muncul dalam hati kita. Di sana muncul sebuah ruang kehampaan. Jika kehampaan itu muncul dalam hati kita, itu adalah pertanda bahwa kita ini masih manusia biasa. Masih ada ruang-ruang dan peluang-peluang yang mudah diisi dan dijangkau. Selalu ada jarak yang menjauh dan menjauh. Masalahnya ialah jika kita mengisi ruang-ruang itu dengan pelbagai kecemasan yang tidak perlu. Kecemasan adalah suatu yang bersifat eksistensial dalam hidup manusia. Dalam Bahasa Inggris itu adalah anxiety. Dalam Bahasa Jerman itulah Angst. Dalam Bahasa Jerman ada sebuah ungkapan yang diucapkan orang beriman terkait dengan iman kepercayaan dan cinta akan Allah: Du brauchts keine Angst zu haben. Anda tidak perlu cemas (khawatir). Tidak perlu takut. Karena Tuhan adalah Gembala kita. Itu baru sisi satu. Masih ada sisi lain. Yaitu bahwa ruang keheningan yang hampa itu sulit muncul dalam hati kita jika kita selalu takut dan merasa tidak siap. Jika hal itu terjadi, maka ruang kosong itu sangat sulit muncul dalam hidup kita. Ruang kehampaan atau kekosongan itu menuntut suatu kerelasediaan untuk tidak selalu serba terkontrol dalam hidup ini.

Dengan kata lain, diperlukan sebuah keadaan yang bebas, suatu kerela-sediaan untuk membiarkan sesuatu yang baru dan tidak terduga-duga terjadi dalam hidup kita. Jadi, hal ini menuntut dan menyaratkan sikap percaya, sikap berserah diri dan keterbukaan dan kerendah-hatian untuk dituntun oleh pihak lain. Nah, di sinilah akhirnya saya mau berbicara tentang Allah sebagai Sang Liyan yang justru ingin untuk berdiam atau bertahta dalam ruang-ruang sunyi, hening dan hampa kita. Tetapi hal itu menuntut syarat tertentu. Yaitu kita tidak perlu “takut” akan Allah dan akan pelbagai perbuatan dan campur tangan Allah dalam hidup kita. Mengapa? Karena dengan cara itu kita sedang mempersembahkan kehampaan kita ke dalam kasih dan penyelenggaraan Allah. Karena itu, marilah kita berdoa memohon agar kita bisa melepas-pergikan ketakutan kita akan Allah, akan keterlibatan Allah dalam hidup kita dan mulai merangkul Allah sebagai sumber segala cinta, sebab Dia adalah sang cinta itu sendiri. Deus est caritas.

banner 336x280