Negeri Ini Kayaknya Auto-pilot

Opini315 Dilihat
banner 468x60

Oleh Made Supriatma

 

banner 336x280

Sebenarnya, sekarang ini presidennya siapa sih? Negeri ini punya presiden. Tapi kelihatannya yang lebih sibuk itu adiknya. Negeri ini sudah melantik presiden, tapi semua hal harus lewat mantan ajudan yang sekarang jadi seskab.

Oh masih ada lagi. Negeri ini sudah melantik wakil presiden. Tapi yang sibuk dan muncul terus di pers itu mantan presiden. Lho gapapa tho? Ya gapapa kalau si wapres itu bukan anaknya si mantan itu.

Lalu presiden dan wakil presidennya ke mana? Kok negeri ini kayaknya auto-pilot?

Kemudian, muncullah tokoh ini: Bahlil Lahadalia. Dia menteri energi dan sumber daya dalam kabinet ini. Dia juga ketua partai nomor dua terbesar di negeri ini, Golkar. Dia mendapat posisi ini karena mantan presiden. Kabarnya, karena dia akan mudah dikendalikan.

Tapi nanti dulu. Bahlil ini seorang politisi. Ya, dia politisi beneran. Licin. Lebih licin dari belut atau sidat. Dia pintar meniti buih sehingga bisa tetap mengapung. Ia bisa berselancar di tengah gelombang ombang yang tingginya 15 meter sekalipun. Bahkan si  “Raja Jawa” itu pun kayaknya tidak bisa mengakali dia.

Anda boleh tidak suka dia. Saya mahfum akan hal itu. Mungkin karena perawakannya yang kecil dan hitam. Dia besar di Jayapura, Papua.

Ia lahir dari kalangan susah. Kadang ia meromantisasi kesusahannya itu untuk menunjukkan kehebatannya bisa lepas dari jebakan kemiskinan itu.

Bicara pun masih dalam logat Papua yang kental. Tidak meliak-liuk, leda-lede, imbas-imbis. Dan, yang terpenting, dia sering memakai metafor. Prabowo pernah mengutipnya dalam soal pendidikannya, “Saya lulusan dari universitas yang tidak ada di Google map, Pak!”

Metafor itu semacam self-depreciating namun sekaligus menunjukkan sebuah prestasi. Prabowo sendiri harus mengakui bahwa orang yang bukan tamatan Harvard, Stanford, Cambridge, dan sekolah-sekolah elite itu bisa menjadi menteri.  Ya, lulusan dari sebuah universitas yang tidak ada di Google map.

Hari-hari ini, Bahlil menjadi satu orang yang menjadi sasaran kekesalan dan kejengkelan banyak orang. Akibat kebijakannya, banyak orang susah. Gas elpiji 3 kg (gas melon) menghilang dari pasaran. Ini akibat kebijakan ‘subsidi tepat sasaran’, yang sesungguhnya adalah pemotongan subsidi. Kalau subsidinya tepat sasaran maka subsidi untuk gas melon ini bisa dikurangi.

Dan, Bahlil mengeksekusi kebijakan itu. Saya tidak tahu apakah dia sadar atau tidak, dia melawan jalur distribusi, elemen terpenting dari pasar. Apa pun itu, dalam hal kelangkaan gas ini, Bahlil tampak tidak kompeten.

Namun ada satu komponen yang hilang dalam soal gas melon ini. Yakni orang yang paling bertanggung jawab. Dari beberapa krisis yang dihadapi oleh pemerintahan ini, tampak untuk saya bahwa presiden dan wakilnya menghilang.

Dia cuman panggil dan marahi menteri terkait. Namun dia sendiri tidak muncul ke publik dan menjelaskannya. Padahal ini adalah kebijakannya, kebijakan pemerintahannya.

Bahlil sendiri memberikan keterangan pers. Dia juga pergi ke lapangan. Di Tangerang dia menghadapi pemrotes yang emosi terhadap kebijakannya dan dia menghadapinya dengan tenang.

Ini kualitas seorang politisi yang terasah tajam karena kerasnya pertarungan meraih posisi dari bawah. Sekali lagi, dia licin. Lebih licin dari belut atau sidat.

Namun, berkualitas belum tentu kompeten. Ia akan diuji untuk keluar dari krisis gas ini. Akan kita lihat, seberapa dalam luka yang diderita Bahlil. Dan, apakah dia akan terlempar dari posisinya? Kita belum tahu. Beranikah Prabowo memecat ketua umum dari partai kedua terbesar ini tanpa mendongkelnya terlebih dahulu dari posisinya sebagai ketum Golkar?

Apa pun itu, negeri ini agaknya tidak baik-baik saja. Kayaknya, kita akan kembali ke zaman auto-pilot. Dan, para menteri bekerja sendiri-sendiri, saling tabrakan, dan saling melipat.

 

SUMBER

https://www.facebook.com/share/15mPy6yVeF/

 

banner 336x280

News Feed