Pengampunan: Jalan Menuju Kebebasan

Minggu, 26 Januari 2025

Kolom517 Dilihat
banner 468x60

Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)

 

banner 336x280

Mungkin tidak selalu kita sadari bahwa pengampunan dan kemampuan untuk mengampuni adalah jalan menuju kebebasan dan pembebasan. Jika kita sudah mengampuni dosa dan kesalahan orang lain, maka kita pun menjadi orang bebas, yang terbebaskan, yang merdeka, menjadi orang tanpa beban. Ada kelegaan di sana. Ada rasa plong. Bayangkan. Anda sedang berada dalam ruang sempit dan gelap, pengab. Dada sesak. Nap.as tidak lega. Tetapi begitu Anda keluar dari ruang tadi, Anda merasakan kelegaan luar biasa, ada rasa plong. Seperti itulah ibarat yang paling tepat untuk kebebasan dan pembebasan yang muncul sesudah peristiwa pengampunan (baik peristiwa memberi maupun menerima, mengalami, dan merasakan pengampunan). Memang untuk mengampuni orang lain dengan hati tulus, memancar keluar dari hati terdalam, itu adalah sebuah tindakan pembebasan, atau tindakan yang terlahir dari keadaan terbebaskan, keadaan bebas dan merdeka. Tindakan itu terpancar keluar dari hati yang sudah plong. Tindakan pengampunan seperti itu berarti kita membebaskan orang dari ikatan dan kungkungan negatif yang terjadi antara kita, antara dia dan aku. Saat kita memberi pengampunan kepada seseorang, kita berkata “Aku tidak lagi ingat akan pelanggaranmu terhadapku.” Atau: “Semua pelanggaranmu sudah kuampuni.” Tetapi ada yang lebih dari itu. Dengan mengampuni “orang yang bersalah kepada kami” kita sedang membebaskan diri kita dari beban yang sangat berat, yaitu beban sebagai “orang yang disinggung perasaannya, dilukai hatinya, namanya cemar.”

Sebab semua perasaan tersinggung seperti itu adalah beban. Kita harus bisa bebas dan membebaskan diri dari beban itu. Beban seperti itu adalah sampah yang tidak berguna dalam hidup bersama, comm-unitas. Selama kita tidak mengampuni “orang yang bersalah kepada kami”, maka kita menjadi budak dari ingatan negatif itu dan bayang-bayangnya yang menyesakkan. Dengan itu kita selalu memikul beban ingatan itu ke mana pun. Lebih buruk lagi, kita menjadi seperti si Sisifus itu, menyeret diri ke mana-mana sebagai beban dalam hidup kita. Si Sisifus harus mendorong batu ke puncak bukit untuk melihatnya kembali menggelinding ke bawah setelah tiba di puncak. Lalu si Sisifus pun seperti orang terhukum, turun lagi ke kaki bukit dan mulai mendorong kembali batu itu ke atas. Memang ada godaan besar dalam diri kita yaitu terus-menerus mengingat amarah dan dendam kepada musuh-musuh kita. Ada ingatan yang sangat kuat dalam diri kita, seperti dikatakan dalam pepatah Inggris: I can forgive, but I cannot forget (Aku bisa mengampuni, tetapi aku tidak bisa melupakan). Padahal mungkin mereka sudah tidak mengingat hal itu. Lebih celaka lagi kita cenderung mendefinisikan diri sebagai orang yang tersinggung dan terluka akibat perbuatan ataupun perkataan mereka. Memang perkataan manusia itu tajam. Lidah lebih tajam dari pedang. Lidah tidak bertulang, tetapi sangat menyakitkan dan mematikan, lewat racun kata-kata.

Mungkin itu sebabnya, Amsal berbicara tentang lidah itu. Jika demikian, kita sadari bahwa pengampunan itu berfungsi ganda. Pertama, pengampunan itu tidak hanya membebaskan orang lain, di luar diri kita (yang kita anggap telah melukai diri kita). Kedua, pengampunan itu juga membebaskan diri kita sendiri. Kita dibebaskan dari beban ingatan yang tidak jarang sangat mencekik dan menghimpit. Sementara itu, orang lain di luar sana pun kembali menjadi dirinya sendiri tanpa terkurung lagi dalam penjara paku-citra, stereotipe, labeling yang sudah kita tempelkan pada dia atau mereka. Semuanya itu menjadi penjara bagi orang lain. Tetapi sebenarnya juga menjadi penjara bagi diri kita sendiri. hakikat tembok penjara ialah membatasi relasi dan komunikasi antara kita dan mereka. Kita mengira hanya merekalah yang ada di balik tembok penjara. Kita sendiripun sesungguhnya ada di balik dari tembok penjara yang sama. Karena itu, pengampunan, keberanian, kerelasediaan, dan kerendahhatian untuk mengampuni adalah jalan menuju kepada kebebasan, kemerdekaan anak-anak Allah. Pengampunan bisa mengantar kita kepada kebenaran yang memerdekakan. Hanya kebenaran sajalah yang bisa memerdekakan manusia. Dan itu berangkat dari dan terjadi di atas landasan aksi pengampunan.

 

banner 336x280