Perempuan di Pentas Media Sosial

Avatar of Herdiana Randut
Perempuan di Pentas Media Sosial
FOTO: Arsip Freepik

Ditulis oleh Sr. Herdiana Randut, SSpS

Perempuan, seperti juga laki-laki, memiliki kebebasan memilih dalam hidupnya, termasuk  kebebasan memilih dalam hal berkomunikasi. Dan jika dikaitkan dengan zaman now, komunikasi yang dimaksud ialah handphone dan medsos sebagai anak kandung teknologinya.

Ke arah sanalah tulisan menuju. Bukan soal menelaah kebebasannya itu tetapi lebih dalam cara dan karakteristik perempuan dalam mengisi teknologi komunikasi itu. Seperti diketahui bahwa di zaman ini, semua orang tanpa terkecuali membutuhkan handphone untuk berkomunikasi. Tekhnologinya semakin canggih dan manusia berlomba-lomba untuk memilikinya.

Fitur-fiturnya beragam seiring munculnya banyak aplikasi baru. Hal ini tentu membuat manusia semakin penasaran seperti apa model dan cara kerjanya. Karena penasaran manusia pun tak ingin ketinggalan dan harus memilikinya agar tidak disebut sebagai manusia gaptek tekhnologi.

Di antara semua yang populer itu ialah media sosial. Tentu bisa dipahami karena medsos ini melahirkan fitur-fitur canggih dan memang diciptakan untuk mempermudah manusia dalam banyak hal. Media sosial berhasil ‘menghimpun’ manusia untuk berkomunikasi.

Tiga Karakteristik Media Baru

Menurut Jan Van Dijk dalam bukunya The Network Society, “ new media are media which are both integrated and interactive and also use digital code at the turn of the 20th and 21th centuries”. Artinya kurang lebih begini: media baru adalah media yang memiliki tiga karakteristik utama, yaitu integrasi, interaktif, dan digital.

Dari perspektif Van Dijk ini, menurut hemat saya, media sosial adalah media baru yang dimaksud dan karenanya memiliki tiga karakteristik itu yaitu mendigital sekaligus berinteraktif untuk komunikasi atau sosialisasi yang terintegritas.

Yang kasat mata terjadi ialah orang-orang mudah terhubung satu sama lain dan bila sudah lebih tinggi tingkatnya, mereka-mereka yang terhubung itu membentuk komunitas, bahkan kelompok profesional. Intinya ialah saling berkoneksi dan membentuk sinergitas.

Dengan demikian, media sosial pada zaman ini telah mengalahkan media-media konvensional. Di media sosial, orang-orang berkomunikasi tanpa batas ruang dan waktu. Apa yang terjadi hari ini, akan diketahui oleh berjuta-juta pembaca atau penonton di belahan kota lain. Indonesia dan kota Roma seakan-akan tak ada jarak. Yang dibutuhkan dalam komunikasi di media sosial adalah kecepatan dan topik atau tema apa yang dibagikan. Kualitas dan kebenaran informasi tidak menjadi nomor satu untuk diperhatikan. Komunikasi di media sosial tak lagi memandang usia, status sosial, budaya, agama, dan jenis kelamin.

Perempuan Di Pentas Media Sosial

Bagaimana wajah perempuan di medsos itu? Atau dengan kata lain, bagaimana dan atas cara apa para perempuan mengisi medsos itu?

Mari kita lihat di masyarakat perkotaan. Yang dituntut di setiap perkotaan ialah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sekaligus menjaga keberlangsungan komunikasi yang baik dengan sekelilingnya. Perempuan tentu tidak mengecualikan dirinya dari tuntutan ini.

Kaum perempuan tentu harus pandai menjaga keduanya agar berjalan sebagaimana semestinya. Jarak dan waktu yang telah tersita oleh mobilitas yang tinggi adalah salah satu alasan kaum perempuan untuk memilih media sosial dalam menjalin komunikasi dengan orang lain. Hal ini tetap menjadi bagian yang harus dipertimbangkan oleh mereka para pengguna media sosial terutama perempuan untuk memberikan informasi pribadi maupun memberikan argumen dalam sebuah topik. Media sosial memang memberi fasilitas untuk terhubung dengan orang yang diinginkan namun tetap memiliki sifat sebagai sebuah media yang diakses oleh banyak orang sehingga aturannya harus diketahui oleh penggunanya demi kelancaran dalam komunikasi (www.kompas.com).

Menurut pengamatan saya, perempuan mengisi medsos mereka, selain karena tuntutan zaman, juga karena kodrat mereka yang gemar bersosialisasi. Hal ini tidak bisa dipungkiri, contoh kecil ialah dengan berbagi informasi sesama perempuan maupun lawan jenis. Terutama berbagi informasi dengan sesama. Mengenai masakan, pakaian yang digunakan, dan lain sebagainya. Hal-hal ini dibagikan di media sosial agar dikenal, diketahui oleh teman-temannya. Sehingga kemudian terjadi komunikasi melalui kolom komentar atau pesan langsung pada media-media sosial.

Selain itu, di media sosial, perempuan sering membagikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Hal ini sangat erat hubungannya dengan menyalurkan isi hati maupun emosi yang dirasakan pada saat yang sama. Apalagi yang diajak sharing adalah mereka yang memiliki kesamaan atau istilah keren saat ini adalah teman sefrekuensi dalam beberapa hal sehingga membuat perempuan pada umumnya menjadi merasa nyaman. Kemampuan menyalurkan isi hati sangat penting artinya bagi perempuan, hal ini saya peroleh dari hasil wawancara dengan beberapa perempuan. Salah satunya adalah mengeluarkan energi negatif yang ditimbulkan oleh pemendaman masalah terlebih jika masalah tersebut dirasa sangat berat oleh yang bersangkutan. Salah satu jalan untuk dapat menyalurkan isi hati adalah melalui kecanggihan tekhnologi.

Ekspresi Diri

Maka tak mengherankan jika perempuan saat ini sangat gemar membuka akun-akun sosial yang marak beredar. Tujuan lain dari bermedia sosial bagi perempuan adalah untuk ekspresi diri. Ekspresi diri bagi kaum perempuan berbeda dengan laki-laki. Jika perempuan lebih sering membagikan curahan hati, bergoyang, peralatan rumah tangga atau menunjukkan aktivitasnya sebagai perempuan; maka laki-laki lebih sering membagikan olahraga yang disukai, mobil, motor dan lain-lain. Jika dilihat lebih dalam, memang perempuan mempunyai gaya dan ciri khas tersendiri dalam berkomunikasi dan bersosialisasi di media sosial.

Ada yang menarik bahwa dengan begitu banyaknya perempuan bergiat di media sosial, timbullah beberapa persepsi masyarakat terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan hanya sebatas di lingkup domestik, alias mengurus rumah dan keluarga. Persepsi ini secara tak langsung akan membatasi ruang gerak perempuan untuk bisa mulai bekerja dan membantu perekonomian keluarga.

Tentu ini tidak benar dalam kenyataannya. Bagi perempuan, mengutamakan kesejahteraan keluarga adalah segalanya. Untuk alasan tersebut pula pasangan suami istri bekerja. Menurut data yang saya peroleh dari majalah femina Indonesia tahun 2022, 82,5% perempuan di Indonesia adalah perempuan bekerja.

Hal ini menunjukkan bahwa perempuan juga bukan pilihan sekunder. Media sosial menawarkan banyak kemudahan untuk membantu perempuan-perempuan di desa misalnya, menjual produk sabun, makanan, baju dan lain-lain lewat media sosial. Ia tidak perlu berteriak di jalan menjual dari rumah ke rumah. Ia cukup berkomunikasi dengan pembeli-pembelinya atau pelanggan-pelanggannya lewat media sosial. Komunikasi media sosial lebih cepat dan mudah dalam hal ini. Sehingga pekerjaan apa pun bisa dilakukan oleh ibu rumah tangga hanya dengan komunikasi dalam media sosial. Perempuan melakukan tugas-tugasnya yang disejajarkan dengan laki-laki.

Di atas segala-galanya, tentu satu hal ini harus selalu diingkatkan oleh para perempuan. Berhati-hatilah dan bijaklah menggunakan media sosial. Perempuan saat ini pula dituntut harus mampu mengelola dirinya sendiri untuk menguasai keadaan, terutama mereka yang telah memutuskan untuk membina rumah tangga.

Apakah ini berarti perempuan harus berhenti bekerja? Tentu tidak. Bekerja sekaligus mengurus rumah tangga seyogyanya berjalan seiring. Dan perempuan sudah sangat tahu mana prioritas. Media sosial sangat dibutuhkan perempuan, tentu saja. Untuk berkomunikasi dengan teman-teman sekerjanya, keluarga dan sahabat lainnya.

EDITOR: Redaksi Krebadia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *