Ditulis oleh Agust G.Thuru & Hiro Adil
Krebadia.com — Gereja harus keluar dari keterkurungan dengan dirinya sendiri dan berani bermisi ke luar di tengah iman dan budaya yang berbeda. Gereja harus berkatekese dengan gaya diplomasi keluar dari keterkurungannya.
Pernyataan ini disampaikann Romo Dr. Okto Naif, pengajar misiologi Fakultas Filsafat Unwira Kupang, saat tampil sebagai pembicara pada Sinode V Keuskupan Denpasar yang berlangsung 27 November sampai dengan 1 Desember 2023.
Sinode V dengan tema “Bangkit dan Bergerak Bersama Membangun Gereja Sinodal: Persekutuan-Partisipasi-Misi” ini menghadirkan tiga narasumber. Mereka adalah Romo Dr. Okto Naif, Pater Dr. Yohanes I Wayan Marianta SVD, dan Pater Dr. Surip Stanislaus OFMCap.
Romo Okto yang humoris memperkaya peserta sinode dengan prespektif pastoral misiologi atas tema sinode V.
Ia mempresentasikan materi berjudul “Bangkit dan Bergerak Bersama dalam karya Misioner Gereja”, dengan moderator Romo Flavianus Endi.
Dua Model Katekese
Romo Okto mengatakan, untuk menjalankan karya misioner maka dibutuhkan misionaris. Seorang misionaris itu harus siap jalan.
Ia menjelaskan dua model katekese yang berkaitan erat dengan misi, yaitu katekese internal dan katekese ke luar bergaya diplomasi.
Dijelaskan, katekese internal adalah penguatan internal iman umat kita sendiri. Ini bisa menjawab persoalan belum menguat atau belum teguhnya iman umat, terutama untuk bersaksi di tengah masyarakat majemuk.
Sedangkan katekse ke luar bergaya diplomasi adalah misi ke luar dengan iman dan budaya yang berbeda dengan gaya diplomasi. Contoh, Musa yang berdialog dengan imam Median sampai imam Median itu mengakui Tuhan orang Israel.
Pilihan Pastoral Pariwisata
Selain katekese internal, katekese ke luar bergaya diplomasi ini, menurut Romo Okto, bisa menjadi pilihan Gereja Katolik Keuskupan Denpasar yang hidup di tengah kekuatan Hindu di Bali dan Muslim di NTB.
Di sisi lain, Romo Okto mengingatkan, untuk menjadi gereja lebih sinodus, dibutuhkan lebih dulu eksodus atau keluar dari keterkurungan. Harus keluar dari diri sendiri.
Romo Okto mengusulkan Gereja Katolik Keuskupan Denpasar mampu memanfaatkan daya tarik pariwisata Bali. Perlu adanya titik magnetik pastoral. Apa itu? Tidak lain, pastoral pariwisata. Seperti apa, silakan dipikirkan.
Menurut Romo Okto, jika ada pastoral pariwisata maka orang yang datang ke Bali tidak hanya tertarik dengan keindahan Bali, tetapi juga tertarik dengan kerohanian yang ada di Bali dan berharap orang akan tersentuh dan khusus mereka yang sudah menganut sekularisasi bisa terinspirasi untuk mengimani Tuhan.
Romo Okto mengajak peserta belajar dari rasul besar St. Paulus. Ke mana pun pergi dan dan di mana pun berada, St. Paulus melakukan hal-hal antara lain membangun komunio/komunitas, menguatkan komunitas, membuat kaderisasi, dan selalu mengembangkan kerja tim.
Lima Model Misi
Di bagian akhir pemaparannya, Romo Okto kembali membicarakan perkara misi.
Menurutnya, misi merupakan oksigen kristiani yang menghidupkan, menyegarkan, dan memurnikan gereja.
Dikatakan, ada lima model misi yang perlu diperhatikan.
Pertama, “Missio ad Intra”, yaitu masuk ke dalam diri. Injili dulu diri sendiri sebelum injili orang lain.
Kedua, “Missio ad Extra”, yaitu menginjili ke luar.
Ketiga, “Missio ad Altra”, yaitu bermisi dengan belajar bersama dengan yang beriman atau berbudaya lain.
Keempat, “Missio ad Altum”, yaitu bergerak ke dalam dunia ajaran kita sendiri dengan mempelajari dokumen-dokumen gereja yang kita miliki.
Kelima, “Missio ad Vulnera”, yaitu bermisi kepada orang-orang lemah, sederhana, atau miskin.
Baca juga artikel terkait AGAMA atau artikel menarik Krebadia lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com