Sedikit untuk Sejenak

sedikit untuk sejenak

Kata “sedikit” dan “sejenak” sering kita gunakan dalam tindak berbahasa yang biasa, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Dalam komunikasi yang biasa, penggunaan dua kata tersebut tidak dipersoalkan karena orang berprinsip bahwa bentuk mana yang dipakai pasti dipahami pembaca dalam bahasa tulis dan pendengar untuk bahasa lisan.

Pemahaman secara sama perihal makna tuturan atau wacana yang dikomunikasikan antara penulis/pembicara dan pembaca/pendengar menunjukkan bahwa bahasa telah mengemban fungsi komunikatif. Dalam konteks seperti ini, hal yang mau ditekankan tentu berkaitan dengan kompetensi komunikatif seseorang.

Kompetensi komunikatif mengisyaratkan penggunaan bahasa secara baik. Kriteria baik belumlah cukup karena tindak berbahasa juga dapat mengukur kompentensi linguistik pebahasa. Artinya, wacana atau teks yang dihasilkan harus dapat memenuhi standar kepatutan menurut tataran kaidah yang berlaku untuk suatu bahasa. Dengan kata lain, harus mengakomodasi kriteria bahasa yang benar. Bahasa seseorang dikatakan baik berarti menunjukkan kompetensi komunikatif seseorang, dan bahasa seseorang dikatakan benar menunjukkan kompetensi linguistik seseorang.

Persoalan terkait penggunaan kata “sedikit” dan “sejenak” sesungguhnya masih bertalian dengan ulasan tentang satuan ukuran yang pernah diulas sebelumnnya dalam rubrik yang sama ini. Melalui ulasan bertajuk “Tinggi-Pendek; Panjang-Rendah” kita menemukan penggunaan kata pendek (untuk manusia) sebagai bentuk yang berlawanan dengan kata “tinggi” yang seharusnya kata “rendah”.

Mengapa kita mempersoalkan kata ‘sedikit’ dan ‘sejenak’ ini? Untuk menjawab masalah ini baiklah kita memperhatikan contoh penggunaan dua kata itu seperti terbaca pada  kalimat (a) s.d. (f) berikut:

  1. Jika ia menunggu sedikit waktu saja, maka ia akan kehujanan.
  2. Sedikit waktu lagi, pesta pernikahan itu akan berakhir.
  3. Ia meluangkan sedikit waktu menikmati keindahan alam pedesaan.
  4. Setelah berpikir sedikit, anak itu menjawab pertanyaan guru.
  5. Peserta upacara hening sejenak lalu menyanyikan lagu ‘Gugur Bunga’
  6. Petani yang malas bekerja akan memetik sedikit hasil.

Pada contoh-contoh (a) s.d. (f) ini kita temukan kata ‘sedikit’ dan kata ‘sejenak’. Secara sepintas muncul kesan dalam diri dan pikiran kita bahwa kedua kata itu tergolong ke dalam kata yang bermakna sinonim. Kesan sepintas seperti ini seakan-akan menegaskan bahwa penggunaan sinonim itu berlaku mutlak. Padahal, dalam kenyataan praktik berbahasa penggunaan bentuk sinonim justru dibatasi oleh apa yang disebut dengan istilah kolokasi.

Jika kita mencermati kutipan (a) s.d. (f), maka kita  menemukan bentuk ‘sedikit’ dan ‘sejenak’ sebagai bentuk sinonim. Pemakaian dua bentuk itu dalam kalimat-kalimat di atas dapat menimbulkan kebingungan bagi pendengar atau pembaca. Penggunaan bentuk ‘sedikit’ pada contoh itu berkaitan dengan waktu (kalimat a,b,c). Kalimat (d) secara pragmatik tetap mengacu pada keterangan waktu dengan hadirnya kata “setelah” yang menyatakan waktu. Kalimat (e) menggunakan kata ‘sejenak’ yang secara pragmatik mengacu pada keterangan waktu yang singkat. Selanjutnya, kalimat (f) menggunakan bentuk ‘sedikit’ sebagai keterangan jumlah hasil panen.

Kata “sedikit” pada kalimat (a) merujuk pada rentangan waktu yang singkat dan kata “sedikit” pada pada kalimat (f) merujuk pada jumlah benda (dalam konteks kalimat  tersebut merujuk pada satuan ukuran hasil panen). Perbedaan rujukan kata “sedikit” dalam dua kalimat tersebut menegaskan ketidakcermatan pengguna bahasa dalam memilih diksi “sedikit” untuk konteks waktu dan benda.

Penggunaan kata ‘sedikit’ pada contoh (a,b,c) berkaitan dengan rentangan waktu yang tidak  persis sama dengan penggunaan kata ‘sedikit’ pada kalimat (f) yang menyatakan satuan jumlah benda (kuantitas). Dengan demikian,  kata ‘sedikit’ pada kalimat (a,b,c,f) bermakna antonim dengan kata “banyak” (menyatakan jumlah). Sementara itu, kata ‘sejenak’ pada kalimat (d) dan (e) mengacu pada pengertian rentang waktu (temporal) yang dapat dipertentangkan dengan bentuk kata ‘lama’ atau panjang waktu. Kata ‘sejenak’ dan ‘sedikit’ pada dua contoh ini sinonim dengan kata singkat atau pendek rentang waktunya.

Jika kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia maka kita temukan kata “sejenak” itu berarti sebentar. Kata “sejenak” sendiri merupakan kata bentukan atau kata turunan dari bentuk dasar “jenak” yang berarti waktu yang pendek sekali. Sejenak itu juga berarti sejurus, sebentar, beberapa saat lamanya, sesaat, sebentar sekali (Poerwadarminta, 1986:413).

Dari penjelasan seperti ini, kita bisa menyimpulkan bahwa “sejenak” itu berarti “sedikit tentang waktu” yang secara negatif dikatakan “tidak lama”. Mengacu pada simpulan seperti ini maka kata “sedikit” pada kalimat (a) s.d. (d) dapat disubstitusi atau diganti dengan kata sejenak atau sebentar sebagai sinonimnya. Kita akan hasilkan kalimat berikut:

(a1) Jika ia menunggu sejenak/sebentar saja, maka ia akan kehujanan.
(b1) Sejenak atau sebentar lagi, pesta pernikahan itu akan berakhir.
(c1)  Ia meluangkan sejenak/sebentar waktu menikmati keindahan alam pedesaan.
(d1) Setelah berpikir sejenak atau sebentar, anak itu menjawab pertanyaan guru.

Sementara itu, kata “sedikit” pada kalimat (f) tidak mungkin diganti dengan kata sejenak atau sebentar karena “sedikit” pada kalimat tersebut tidak merujuk pada penggalan waktu melainkan terkait jumlah benda. Sedikit untuk jumlah waktu sama dengan sejenak atau sebentar. Sejenak itu berlawanan dengan kata  lama, sedangkan sedikit pada kalimat (f) berlawanan dengan kata banyak.

Konstruksi kalimat “Mohon menunggu sedikit” jelas tidak tepat karena seharusnya bentuk yang dipakai adalah bentuk sejenak atau sebentar. “Mohon menunggu sejenak” atau “Mohon menunggu sebentar”.

Akhirnya, kita memahami bahwa ternyata dalam praktik berbahasa orang sesukanya memilih kata lalu menggantikan kata sejenak dengan kata sedikit. Dan itu tidak hanya dilakukan orang tidak terpelajar, tetapi juga oleh para akademisi yang terpelajar.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *