Gumpalan butir-butir air mata mengkristal di bawah kelopak mata Goenawan Mohamad. Budayawan besar ini sedang merasa sangat sedih.
Sebelum-sebelumnya tiga orang anak dari rahim bumi Indonesia ini, juga menangis.
Pertama, Pak Basuki. Menteri yang tulus dan baik hati ini menangis ketika memeluk sahabat lamanya, Ganjar. Tak tega ia melepaskan pelukannya.
Kedua, Ibu Sri. Menteri yang rendah hati, clean dan setia ini tersengal-sengal dalam isakannya di depan Rossy Talkshow KompasTv. Dengar-dengar, teman perempuan menterinya juga menangis sendiri tapi tidak di depan kamera.
Ketiga, ulama dan budayawan maestro, Gus Mus. Dia memang tidak menangis. Kata-kata dan celetukannya berisikan tangisan ketika dia mendaraskan puisi sinis dan olok-olokan, berjudul Zaman Kemajuan yang dibacakan di Taman Budaya Surakarta, Selasa malam lalu (30/10/23):
Inilah zaman kemajuan
Ada serupa rasa jeruk dan durian
Ada kripik rasa keju dan ikan
Ada republik rasa kerajaan
Dia tampak tersenyum. Tapi saya yakin dia tidak sedang melucu-lucu. Dia sedang meneteskan air mata di empat baris puisinya. Bila budayawan dan ulama besar seperti ini muncul, berarti negeri ini tidak sedang baik-baik.
Mereka-mereka yang bernurani dan berhati mulia ini tak sudi koq akhirnya berdarah-darah keringat sepuluh tahun di negeri ini berakhir begini.
Pak Goen, Pak Basuki, Bu Sri, Gus Mus, kalian tidak sendiri! Kami-kami juga menangis dalam ketakberdayaan lorong-lorong sunyi kami masing-masing.
Langit-langit Nusantara kita sekarang-sekarang ini seperti sedang meniupkan bunyi nafiri. Gemuruh makhluk langit sedang menetes lirih ke bumi.
Saya sendiri lantas teringat bait ketiga MAZMUR SENJA LELAKI TUA setelah menyaksikan air mata-air mata mereka:
ILMU SENJA
Di butiran udara senja, lelaki tua menangkap ilmu senja; ialah pengetahuan akal dan kesadaran batin bahwa seorang manusia akan mati, dan itu bisa berlaku tidak 30 tahun yang akan datang, melainkan bisa juga besok pagi-pagi menjelang seseorang masuk kantor; atau bisa juga sehabis dari kamar mandi atau sehabis minum kopi pagi
Ilmu senja tersemai pada orang tua; ialah orang yang berpikir efisien yang tidak menghabiskan tenaga dan waktunya untuk kesementaran, melainkan untuk keabadian; yang tidak menumpahkan profesionalisme untuk menggapai sesuatu yang toh tidak akan menyertainya selama-lamanya
Ilmu senja, ilmu orang tua; ialah kesanggupan memilih satu dua yang abadi di antara seribu dua ribu yang fana; memilih satu dua yang sejati di tengah seribu dua ribu hal-hal, barang-barang, pekerjaan-pekerjaan, target-target yang palsu; maka orang tua adalah orang atau siapa saja yang disebut paling profesional; yang memiliki akar pengetahuan dan daya terapan untuk bersegera menggunakan ilmu senja tanpa menunggu usianya menjadi tua
Dan siapakah manusia yang paling cerdas dalam ilmu senja? ialah orang atau siapa saja yang mengerti bahwa segala sesuatu dalam kehidupannya harus diperbaiki sekarang juga, tidak besok atau lusa, karena bisa keburu mati
Bahwa apa pun saja harus segera direkonsiliasi dan menghindarkan diri dari kemubaziran-kemubaziran mengurusi hal-hal yang semu, palsu, munafik, temporer dan fana; bahwa etika menjadi di atas segala-galanya karena semakin etis seseorang semakin dia menjadi manusia; bahwa tujuan mulia harus ditempuh dengan cara dan proses bermoral; tidak potong sana potong sini yang penting tujuan tercapai; tidak memompa-mompa diri yang penting urusan ejakulasi cepat-cepat selesai
Bahwa utang harus segera dibayar; bahwa kesalahan harus segera dihapuskan dengan meminta maaf kepada sesama manusia yang disalahi dan memohon ampun kepada Tuhan
Bahwa omzet ekonomi berapa pun tidak menolong seseorang di garis kematiannya; bahwa jabatan setinggi apa pun tidak menambahi keberuntungan apa pun di hadapan mautnya; bahwa kejayaan, kemegahan dan kegagahan macam apa pun tidak akan sanggup mengurusi nasibnya di depan sakaratul maut, yang akan muncul mendadak dan tiba-tiba seperti maling yang datang di malam hari ketika penghuni rumah tidur nyenyak terhanyut dalam mimpi
(gnb:tmn aries:jkt:jumat; 3.11.23)
Baca juga artikel terkait NARASI PUITIK atau tulisan menarik Gerard Bibang lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com
Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, dosen, dan penyair, mantan jurnalis-penyiar radio Deutsche Welle Jerman dan Radio Nederland Wereldomroep Belanda.