Ditulis oleh Stefanus Wolo Itu
Masih seputar perjalanan ke komunitas SSpS Laupheim minggu lalu. Selain mengunjungi “oma-oma suster”, saya punya misi kecil, mengambil titipan Sr. Reginardis SSpS untuk mantan rekan kerjanya di Flores. Dua kali beliau menitip hadiah ke Flores melalui pos dan kenalan. Sayangnya titipan itu tidak sampai tujuan.
Kali ini Sr. Reginardis menitipkan pada saya. “Bulan Agustus nanti Romo ke Flores. Tolong bawa titipan ini dan serahkan langsung pada orangnya. Ini hadiah dan tanda terima kasihku. Kebetulan tahun ini dia merayakan 25 tahun hidup membiara,” kata Sr. Reginardis penuh harapan.
Saya menerima titipan itu dan menyimpannya dalam ransel. Sambil minum kopi kami lanjut bercerita. Kisah itu panjang dan berliku. Berawal dari “kampung Lippach, negara bagian Baden-Württemberg Jerman” hingga “Lembah Cancar, Manggarai, Flores Indonesia”.
Sr. Reginardis lahir tanggal 23 November 1936 di Lippach, distrik Westhausen. Kota kecil berpenduduk 6.164 itu letaknya tak jauh dari Stuttgart, ibu kota Baden-Württemberg. Kota Lippach dikenal karena “Pembantaian Lippach” yang terjadi tanggal 22 April tahun 1949. Tentara Amerika melanggar hukum perang internasional. Pasukan lapis baja AS membunuh 36 warga Lippach. Mayoritas mereka adalah orang-orang muda.
Reginardis berusia 13 tahun. Sedih dan sakit menyaksikan pembantaian itu.
Sr. Reginardis menyelesaikan pendidikan anesteshi di Jerman. Saya coba bertanya: “Mengapa memilih studi anesteshi?” Ia menjawab tegas: “Saya ingin bekerja di tanah misi. Ini bekal untuk bermisi dalam bidang kesehatan. Saya membantu dokter bedah, bekerja sama dengan perawat untuk mempersiapkan pelbagai hal sebelum operasi. Saya memonitor kondisi pasien, memberikan pembiusan selama operasi, melakukan observasi pasca-operasi dan memastikan bahwa kondisi pasien tidak memburuk.”
Tahun 1966, saat berusia 30 tahun, ia diutus ke tanah misi Flores dan langsung menuju Lela. Dari Lela Sr. Reginardis diutus ke Boto Lembata. Uskup Larantuka saat itu Mgr. Antonius Theysen SVD meminta Sr. Reginardis memerhatikan pastoral keluarga di sana. Dari Lembata Sr. Reginardis kembali ke Lela dan Kewapante. Selama di Lela dan Kewapante ia turut menangani pasien di rumah sakit. Sr. Reginardis mengabdi di Lela, Boto, dan Kewapante selama 20 tahun yakni sejak tahun 1966 hingga 1986.
Tahun 1986–2012, Sr. Reginardis menjalani perutusan di Cancar, Manggarai. Di rumah sakit Cancar ia bertugas sebagai perawat. Ia setia mendampingi dokter saat operasi dan bahkan mengoperasi pasien. Dia dibekali cukup dengan ilmu anesteshi dan pengalaman kebersamaannya dengan dokter bedah.
Selama 46 tahun di tanah misi Flores, Sr. Reginardis menyimpan banyak kenangan. Ketika bertugas di Boto Lembata, ia sangat terkesan dengan orang-orang Lembata.
“Mereka sederhana, tapi sangat bersaudara. Kami duduk di bale-bale, makan jagung titi dan minum tuak putih. Bila kekenyangan dan ngantuk kami tidur ramai-ramai di bale-bale. Ich bin so glücklich. Saya sungguh berbahagia. Maunya saya muda lagi dan kembali ke sana.”
Selain mengurus pasien, ia juga dipercayakan oleh pemimpin tarekat untuk mengurus pembangunan fisik dan infrastruktur pendukung lainnya. Sebut saja RS Lela, RS Kewapante, RS Cancar, dan Optik Labuan Bajo. Saya bertanya: “Dari mana Suster memperoleh uang untuk kegiatan pembangunan?” Dia menjawab santai: “Saya mendapat uang dari Jerman, Belanda, dan Amerika!”
“Apa yang Suster lakukan sehingga selalu memperoleh dukungan finansial?” tanya saya lagi. “Ya, saya menyiapkan proposal dan menulis surat permohonan. Orang Eropa, Amerika sangat mendukung proyek-proyek kemanusiaan. Mereka jarang ke gereja, bahkan ateis. Tapi mereka sangat humanis. Saya menjaga kepercayaan mereka. Saya memberitakan ketika uang sudah diterima. Saat belanja, saya meminta nota belanja atau kuitansi yang asli. Die Rechnungen müssen original sein! Saya membuat laporan secara bertahap disertai nota belanja dan foto-foto. Wir müssen ehrlich sein und ganz am Ende schreibe ich einen Dankbrief. Kita harus jujur dan paling akhir menulis surat ucapan terima kasih.” Tak cukup kita merawat relasi. Kita harus menjaga kepercayaan dan tahu berterima kasih.
Sr. Reginardis dikenal sangat disiplin dalam menegakan aturan dan disiplin waktu untuk pelbagai kegiatan. Dia tak canggung mengusir siapa pun yang melewati batas waktu kunjungan pasien. Tak terkecuali para frater yang ngobrol dengan perawat saat jam kerja. Dia berani menggebuk pasien atau keluarga pasien yang berulah di rumah sakit. Dia berteriak bila pasien berulah. Semuanya atas nama cinta dan kebaikan.
Dia berteman dengan banyak orang. Di Labuan Bajo, dia bersahabat dengan keluarga muslim dan pak haji. Mereka sangat respek, dekat, mengagumi dan menyapanya “Mama Sr. Reginardis”. Dia sering mendoakan mereka. Karena kedekatan itu, pernah beberapa orang muslim datang meminta agar mereka dibabtis dan menjadi Katolik. Sr. Reginardis menjawab: “Terima kasih atas ungkapan rasa simpatikmu. Kita bersahabat dekat. Persahabatan ini harus membuat kita semakin beriman. Kamu semakin islami. Saya semakin Katolik. Kita sama-sama mencintai kemanusiaan.”
Di Eropa, hampir semua kampung memiliki simbol atau bendera. Begitu pun kampung Lippach, tempat kelahiran Sr. Reginardis. Mereka memiliki bendera yang unik. Warna dasarnya merah. Di tengahnya ada gambar bunga bakung kuning. Warna merah menyimbolkan cinta, semangat, kasih sayang, melambangkan intensitas dan kekuatan emosi. Juga melambangkan romantisme cinta yang mendalam.
Sedangkan bakung kuning melambangkan kegembiraan, kebahagiaan, dan persahabatan. Warna kuning yang cerah ceria mencerminkan antusiasme dan sukacita. Bunga bakung kuning sering dijadikan hadiah kepada teman atau orang terkasih. Bakung kuning mengekspresikan rasa sukacita dan kehangatan suatu hubungan.
Sr. Reginardis, terima kasih atas perutusan dan pelayananmu di Flores, Nusa Bunga. Kasih dan cintamu tulus. Engkau ibarat bunga bakung. Bunga Bakung dari lembah Lippach, Stuttgart Jerman. Bunga Bakung yang dibawa ke taman-taman Nusa Bunga, Flores. Bunga Bakung yang mengajarkan kesucian hati dan jiwa. Bunga Bakung melambangkan kesucian Bunda Maria dan terompet yang digunakan malaikat untuk memberitakan Kristus yang bangkit. Bunga bakung menyimbolkan kesucian dan kebangkitan Kristus.
Kirchgasse 4, 5074 Eiken, Jumat Malam 5 Juli 2024.