Sri Paus dalam Tiga Episode

Avatar of Gerard Bibang
Sri Paus dalam Tiga Episode

EPISODE SATU: INNOVA, ISTANA, KATEDRAL, BELARASA

Dari dalam mobil innova, tangannya melambai-lambai sepanjang jalan, jendela dibuka mengurai panasnya ibukota, mengumbar senyum tak putus-putus; usianya sudah sepuh

Dari wajahnya memancar kejernihan; enak dipandang apalagi didekati; tua muda, anak-anak dan bayi datang mendekati; tanda orang yang baik hati; sapaannya menyejukkan, menuntun dan tidak menggurui; di wisma Duta Vatikan, ia menginap; ia bukan tamu besar di hotel-hotel mewah

Di istana negara, di atas kursi roda, ia melambai-lambai kepada anak-anak yang bersukacita sambil bernyanyi; ia tersenyum dan memberkati; di dalam istana, ia bersaksi tentang kekuasaan dan dunia; bicaranya sederhana karena jenis dan standar kekuasaannya memang sangat biasa-biasa saja

Kaki-kakinya merengkuh di kursi roda; maka kekuasaannya tidak meloncat menggapai langit; toh tak ada yang ia kejar hingga lari terbirit-birit; tangan dan jari jemarinya lemah lembut; tak pernah diacungkannya kepal tinju ke angkasa untuk memburu sesuatu; sebab tak ada satu unsur apa pun dalam kehidupan ini yang membuatnya kagum dan terpana; yang membuatnya bernapsu-napsu memperpanjang kekuasaan untuk memperbesar pengaruh dan harta

Kesederhanaannya menyapa seluruh anak-anak nusantara; untuk pertama kalinya, presidenku menyebutnya ‘yang teramat mulia’; ya, terpancar kemuliaan pada kesederhanaannya; kekuatan besar dan kedahsyatannya memang tak akan menguasai serta memanipulasi siapa-siapa; karena ia tidak tertarik pada kemenangan atas manusia; kebesaran dan kegagahan amat sangat ia remehkan; dan tak akan pernah ia kenakan sebagai pakaian

Kepada dinding-dinding istana, ia tersentuh dengan keindahan dan kekayaan negeri ini; bahwa kekayaan negeri ini bukan pada tambang emas tapi pada kerukunan dan toleransi dalam harmoni; maka janganlah pernah kekuasaan memaksakan penyeragaman; kekuasaan adalah wujud paling tinggi dari keutamaan untuk mengurus dan menyejahterakan sesama, terutama yang tak berdaya dan berkekurangan

Itulah sebenar-benarnya cakrawala biru nusantara; menaungi beragam-ragam suku dan adat dalam perbedaan yang membahagiakan; itulah sebenar-benarnya simfoni indah bernama Indonesia

Maka janganlah sekali-kali membelanjakan banyak tenaga untuk saling memisah-misahkan; untuk mempertajam ini kelompok kami dan itu kelompok kamu; sebab di atas segala-galanya kita satu dalam harmoni dan kerukunan; janganlah juga menyuburkan minat terhadap kehebatan diri; karena orang lain yang berbeda tidak lantas berarti lebih rendah dari diri kita sendiri

Dari istana negara ia ke katedral; di depan rekan-rekan seimamat, para hidup bakti dan umat beriman serta anak muda, ia berkata betapa pentingnya beriman, bersaudara dan berbelarasa

Hanyalah dalam balutan belarasa, beriman dan bersaudara menjadi nyata dan bertenaga; belarasa adalah jiwa yang menggerakkan iman dan persaudaraan di dunia; yang mewujud-nyatakan penghargaan kepada siapa pun, terutama mereka yang berkekurangan dan terpinggirkan; bahwa mereka yang marginal juga berarti di mata Tuhan; di dunia ini, kita tidak saling meminggir; yang dikejar bukan dunia, meski kita hidup di dunia; kita saling berbagi dan memberi ruang

Pada perjalanan pulang, kepada siapa pun yang mendekatinya, diberkatinya, dan dari tangannya diberikan rosario yang sudah diberkatinya; ya, rosario, doa kepada bunda Maria; Maria adalah model hidup beriman; Sabda Tuhan dikandungnya dan dilahirkannya ke dunia; Sabda yang hanya didengar berabad-abad akhirnya tinggal di antara manusia; memang itulah akhir-akhirnya tugas seorang beriman: mengandungkan sabda, melahirkannya ke dunia dan membuatnya nyata

Dengan mobil innova, ia kembali ke  wisma duta vatikan; langit-langit gelap Jakarta menaungi tidurnya; tinggal aku, dalam kesendirian malam, bergumam: terima kasih kepada Yang Teramat Mulia; aku masih di dunia dan bekerja di dunia, ya, mengejar uang; dan akhirnya kusadari, mengejar uang adalah pekerjaan dunia, adalah pekerjaan paling rendah; maka aku harus bekerja keras; tapi kerja kerasku ialah mengikuti apa kata iman; bahwa bekerja keras adalah pekerjaan akhirat, di mana dunia adalah salah satu tahap persinggahannya untuk diolah; bahwa orang yang fokusnya bekerja keras memperoleh lebih banyak uang dibanding orang yang fokusnya adalah mengejar uang; sementara orang yang mencari dunia, mungkin mendapatkan dunia, mungkin tidak; orang yang mengerjakan akhirat, ia pasti dapat akhirat dan pasti memperoleh dunia

Yang teramat mulia Sri Paus, begitu kumuh dan joroknya situasiku di sini karena hanya berebut dunia dengan seringkali baku sikut; dan begitu indah dan bercahayanya kesederhanaanmu; ya, aku tahu; doakan selalu negeriku; aku sendiri suatu hari mohon izin untuk membuktikan bahwa keindahan sesungguhnya adalah puncak-puncak perbuatan dan perilaku belarasa; peradaban kami sampai hari ini masih menjalankan salah sangka yang luar biasa terhadap keindahan itu

EPISODE DUA: TEROWONGAN ANTARA ISTIQLAL DAN KATEDRAL

Di terowongan antara Istiqlal dan Katedral; kita duduk-duduk, bercengkrama; gulita dinding-dinding terowongan menjelma setitik cahaya; karena kita berasal dari titik yang sama; karena kita diciptakan oleh Sang Pencipta yang satu dan sama; kau dan aku adalah saudari dan saudara; aku jadi lupa agama-mu apa

Terowongan ini ada di bawah tanah, ada di kedalaman; di sini, kita satu dan sama; kita-kita adalah manusia; yah, kemanusiaan memang hanya satu; jangan ragu mengakui hal itu; ketika ke atas terowongan; aku ke masjid, kau ke katedral; kau dan aku, berbeda tapi tidak berbagi arah; kita sejatinya tetap satu dan sama; kita sama-sama bersembahyang dan memuliakan Sang Pencipta, dengan cara berbeda di tempat berbeda

Maka siapakah kita? kau dan aku adalah manusia terowongan; satu dan sama lahir dari sebuah kedalaman; saudara dan saudari berasal dari satu titik; maka saling berbela rasa dan berbagilah selalu selama kita di bumi, sekarang dan di sini

Jika saja manusia-manusia terowongan bersua dan saling menatap, entah di terowongan atau di atas terowongan, di jalan raya atau di jalan tikus, di jalan ramai atau jalan sunyi; langit-langit nusantara yang jadi api memanasi bumi kathulistiwa akan kehilangan rupa; indonesia yang gerah karena terik mentari akan menjelma anak-sungai-anak sungai yang mengalirkan kasih; mereka-mereka bercanda dan bergandengan tangan selayaknya saudara dan saudari; cakrawala nusantara membidik waktu tanpa perhitungan dan tembang serta puisi lahir di trotoar-trotoar yang selama ini ditiduri oleh kalkulasi menghitung untung rugi; damai membumi bagi setiap insan yang saling berbela rasa dalam saling mengasihi

Jika saja manusia-manusia terowongan masuk keluar kampung, kota, desa, hutan dan bukit, matahari kehilangan panasnya, dan ribuan penari dan penyair akan berbaris sambil mengepalkan tangan, mengembalikan ruang-ruang yang selama dirampas oleh angan-angan duniawi, oleh anggapan yang memperlakukan dunia sebagai surga dan memperlakukan surga sebagai bayang-bayang dari para pemalas; langkah-langkah pemuda dan pemudi mengayun lurus seperti rel kereta api yang tak akan bertemu sepanjang abad di landasan besi, kota demi kota disinggahi tepat waktu dan jam berangkat lewat peluit kepala setasiun; mereka-mereka tidak mengeluh meski keringat berpeluh; sendagurau dan senyum selalu mengulum; mereka-mereka berjalan berjejer namun bersama-sama menuju titik akhir yang sama; oleh dunia, akhir itu diberi nama titik tiada, oleh iman, akhir itu adalah kehidupan kekal, di sanalah Sang Cahaya Maha Cahaya bertakhta, menyapa dari wajah ke wajah dalam kebahagiaan kekal

Jika saja manusia-manusia terowongan hadir, nusantara tak akan kembali pada ringkik kuda sehabis berkelahi; tidak akan kembali kepada gonggongan anjing yang menyusahkan orang-orang yang sudah susah; tidak akan kembali kepada serigala yang memangsai sesama manusia yang meminggirkan manusia-manusia yang sudah terpinggirkan; yang tidak jera-jeranya bernafsu menjadi uebermensch, ialah manusia lebih yang harus melebihi orang lain

Jika saja manusia-manusia terowongan itu adalah Indonesia; Indonesia menjadi taman surgawi; kasih dan berbagi menjadi energi magis hingga pelosok-pelosok terpencil; sekeping damai di bumi bukan mustahil; Indonesia harmonis anugerah Sang Ilahi

EPISODE TIGA: INDONESIA RAYA, NASI GORENG AYAM, SEDERHANA SAJA

Indonesia raya merdeka merdeka; langit cerah ibukota bergema; seratus persen katolik, seratus persen Indonesia; senandung kasih tiada berbatas mengguncang langit-langit senayan; sri paus datang mengadakan perjamuan; beribu-ribu orang yang hadir berbagi dari satu meja perjamuan

Lantangkanlah warta Kristus ke mana-mana; ikuti saja apa kata-NYA, tebarkanlah jala ke laut lebih dalam; niscaya kamu akan ada dalam kepenuhan; tepuk tangan meriah setiap kali menyudahi kalimat-kalimatnya

Terima kasih kepada rakyat Indonesia, ucapnya di akhir perjamuan; ternyata saudara-sadaranya adalah warga se-Indonesia; ternyata saudara dan saudarinya melebihi dari ikatan famili dan agama

Ketika dalam perjalanan ke negara lain, ia memesan nasi goreng ayam untuk menu makan siang; begitulah tabiat seorang yang sederhana; makan apa yang menjadi makanan sehari-sehari dari saudara dan saudarinya

Ya, sederhana saja, hidup ini sederhana saja; begitu yang aku tangkap dari lagak laku dan kata-katanya; dalam sederhana saja, berjuang itu mulia, menyerah dan bermalas-masalan itu hina

Dalam sederhana saja, seseorang itu bukanlah orang besar; ia adalah orang kecil; di mata orang kecil; segala yang tampak hanya cinta; kalau pun ia melucu-lucu, yah, itu karena hidup yang sederhana sebenar-benarnya adalah sebuah sukacita penuh sendagurau

Dalam sederhana saja, cara berpikir seseorang, efisien; ia tidak menghabiskan tenaga dan waktunya untuk  kesementaran, melainkan untuk keabadian; ia tidak menumpahkan profesionalismenya untuk menggapai sesuatu yang toh tidak akan ia bawa selama-lamanya

Dalam sederhana saja, cinta yang benar tidak pernah diikat dunia; tidak terpanggul oleh ruang dan waktu; tapi memberi dan memberi hingga langkah mendarat di batas tiba saat kematian datang tanpa diundang

Dalam sederhana saja, syukur terbesar seseorang kepada ALLAH ialah terbukanya kebenaran bahwa meski ia selalu buta melihat sesamanya sebagai saudara dan saudari, ternyata tidak sekali-kali pernah ALLAH memberinya penjara melainkan cakrawala

Ya, hidup ini sederhana saja; dan memang itulah sebenar-benarnya hakikat kehidupan di dunia; terima kasih, terima kasih Yang Teramat Mulia Sri Paus; aku tahu hati kecilmu tidak suka disapa begitu; tinggal aku dan saudara-saudariku di sini, masing-masing dan sendiri-sendiri termenung dalam sunyi; engkau telah kembali ke kota abadi

Aku membatin; jika saja nanti aku selesai menjalani tugasku di sini, kuharap kiranya mulutku tak kelu mengucap nama TUHAN, dengan sederhana saja

 

(gnb:tmn aries:jkt:jumat 6.9.24)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *