Walau pun dan Siapapun

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
A77D3BE5 5EF1 4C24 A601 FDED8B3808FC

Bentuk pun dalam sistem penggolongan jenis kata dikategorikan sebagai partikel. Selain partikel pun, kita juga mengenal partikel lah, kah, tah. Partikel lah, kah, dan tah tidak akan diulas dalam rubrik “Fatamorgana Bahasa Indonesia” edisi ini karena dalam praktik berbahasa tulis penggunaan tiga bentuk ini tidak bermasalah. Kita akan lebih banyak menyimak persoalan penggunaan partikel pun. Dalam praktik berbahasa lisan (saat diujarkan) penggunaan bentuk pun ini tidak bermasalah.

Penggunaan bentuk pun dalam bahasa tulis sering bermasalah. Permasalahannya terkait cara menuliskannya, apakah disatukan sebagai bentuk terikat atau dipisahkan sebagai bentuk bebas? Dengan kata lain, apakah bentuk itu sebagai bentuk yang menjadi bagian (terikat) dari kata (bentuk dasar) ataukah bentuk bebas yang memang memiliki makna tersendiri sebagai kata (leksem).

Semua bentuk terikat tidak memiliki makna leksikal. Bentuk terikat tidak memiliki deskripsi makna. Sebaliknya, bentuk bebas biasanya diidentikkan sebagai bentuk dasar, kata dasar. Kata dasar atau bentuk dasarnya memiliki deskripsi makna dan ditemukan dalam leksikon (kamus).

Dalam kajian morfologi (cabang linguistik yang mengkaji proses pembentukan dan perubahan kata) dikenal istilah morfem terikat dan morfem bebas.  Morfem terikat dalam konteks kajian morfologi merujuk pada semua imbuhan (prefiks, infiks, sufiks, konfiks). Sementara itu, morfem bebas adalah kata atau bentuk dasar.

Bentuk dasar yang diimbuhi atau dilekati dengan bentuk terikat (afiks) sebagai proses morfologis dilakukan dalam rangkan mengubah jenis atau katergori kata. Bentuk terikat yang belum bermakna leksikal. Untuk menjelaskan hal ini, baiklah kita mengambil  beberapa bentuk dasar sebagai contoh yakni bentuk dasar:  makan, sepeda, cantik, tiga. Keempat kata dasar ini masing-masing berkatergori kata kerja (verba), kata benda (nomina), kata sifat (adjektiva), dan kata bilangan (numeralia).

Bentuk dasar makan sebagai verba dapat berpindah kategori (transkategori) menjadi kata benda dengan mengimbuhkan bentuk terikat prefiks pe- (pemakan) atau dengan bentuk terikat sufiks -an (makanan). Pemakan berarti yang me(makan) dan makanan berarti yang bisa di(makan). bentuk pe- dan -an sebagai bentuk terikat baru bermakna setelah dilekatkan pada bentuk dasar makan.

Bentuk dasar sepeda sebagai nomina jika diberi bentuk terikat ber-(imbuhan awal atau prefiks) menurunkan kata bersepeda yang bermakna (a) memiliki sepeda, (b) menggunakan sepeda. Bentuk dasar cantik sebagai kata sifat (adjektiva) dapat berpindah katergori dari kata sifat menjadi kata benda (abstrak) jika bentuk itu diimbuhi konfiks  ke-/-an menjadi ke(cantik)an. Begitu pula kata bilangan tiga dapat bermakna kumpulan jika diimbuhi bentuk terikat ber- menurunkan kata baru ber(tiga) dan akan menyatakan tempat jika bentuk dasar tiga diimbuhi konfiks per-/-an menjadi per(tiga)an.

Kembali pada pokok persoalan tentang bentuk “pun” sebagai bentuk terikat (-pun) dan pun bentuk bebas (pun) dapat dipahami dengan beranalogi pada penjelasan tentang afiksisasi dalam proses morfologis meskipun tidak persis sama. Pun sebagai bentuk terikat jelas tidak memiliki makna secara leksikal sehingga dalam penulisannya sebagai bentuk terikat dilekatkan (diimbuhkan pada bagian akhir) bentuk dasarnya.  Lain halnya dengan pun sebagai bentuk dasar yang bermakna leksikal ditulis secara terpisah dari bentuk dasar yang diikutinya.

Dalam praktik berbahasa tulis kita temukan tulisan bentuk terikat -pun yang ditulis secara terpisah seakan-akan akan pun itu bermakna leksikal. Tulisan seperti ini:  ada pun, andai pun, atau pun, bagaimana pun, biar pun, kalau pun, kendati pun, mau pun, meski pun, sungguh pun, walau pun dipastikan sebagai bentuk penulisan yang salah. Bentuk yang benar adalah adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sungguhpun, walaupun.


Khusus untuk ‘pun’ pada bentuk “sekalipun”  dan “siapapun” dapat ditulis secara terpisah karena frasa ‘sekali pun’  dan “siapa pun”  dapat bermakna ’satu kali juga’, atau ‘meski satu kali’, atau ‘walau satu kali’ dan siapa pun dapat bermakna siapa saja. Sederhanya, jika pun itu dalam penggunaannya bermakna “juga” dan “saja” maka penulisannya harus terpisah dari kata yang diikuti (kata di depannya).


Kalau pun ulasan ini sungguh-sungguh dicermati maka siapa pun bisa menuliskan bentuk yang benar meskipun bentuk penulisan yang salah ditemukan dalam berbagai media dan dalam praktik berbahasa. Bentuk pun yang mengikuti kata kalau dan pun yang mengikuti kata siapa sama maknanya dengan kata saja. Kalimatnya dapat diubah menjadi kalau saja ulasan ini sungguh-sungguh dicermati maka siapa saja bisa menuliskan bentuk yang benar meskipun bentuk penulisan yang salah ditemukan dalam berbagai media dan dalam praktik berbahasa. Sebaliknya, bentuk pun pada kata meskipun dalam kalimat ini tidak bisa diganti dengan saja menurunkan bentuk  *meski saja (*bentuk tidak lazim dan tidak berterima).


Lalu, jika kita mencermati judul rubrik ini yang memuat bentuk pun  sudah dipastikan sebagai judul dengan bentuk penulisan yang salah. Seharusnya ditulis seperti ini, Walaupun dan Siapa pun.

EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *