Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Apa yang kita cari dalam hidup di dunia ini? Jika pertanyaan itu dilontarkan kepada orang-orang, mungkin ada di antara mereka yang menjawab bahwa mereka mencari dan mengupayakan kemahsyuran dan ketenaran nama. Dengan kata lain orang mau mencari nama besar. Nama yang diakui masyarakat luas, yang diagung-agungkan orang-orang lain. Kecenderungan itu tidak terlalu mengherankan sebab memang masyarakat kita dengan seluruh perangkatnya mendukung ambisi seperti itu. Lihat saja apa yang ditampilkan dalam pelbagai media cetak dan elektronik dan media sosial kita sekarang ini. Semuanya seperti mengagung-agungkan status sebagai orang yang dikenal, dipuja-puja, dihormati entah apa pun pekerjaan atau profesi orang. Misalnya seseorang bisa menjadi terkenal, dihormati sebagai penulis, sebagai aktor dan aktris (bintang film), atau musisi, komposer, bahkan juga sebagai politisi, pengacara, atau apa saja. Memang banyak orang menjadi terkenal karena pelbagai posisi, profesi seperti itu. Kiranya saya tidak usah menyebut nama. Lihat saja layar televisi dan medsos kita. Semuanya terpampang sangat gamblang di sana. Namun, saya tetap berpandangan bahwa keagungan sejati dari seseorang adalah sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Keagungan sesungguhnya justru tampak terasa dalam kesederhanaan dan kerendahan-hati, dan tidak mau menonjolkan diri. Mungkin hal ini terasa parakdosal, tetapi menurut saya memang begitulah faktanya. Ketenaran yang sudah disebutkan tadi, umumnya hanya ada di permukaan belaka, yang segera berlalu jika lampu sorot kamera tidak lagi terarah kepada mereka.
Sebaliknya mutu keagungan sejati, tidak akan lekang oleh waktu, juga tidak tergantung pada lampu sorot kamera media sosial. Memang ada suatu gejala di mana orang seperti merasa tidak begitu mudah untuk percaya pada dirinya sendiri dan pada sukses pencapaian yang telah ia lakukan, jika tanpa pengakuan publik. Terhadap hal ini saya mau mengatakan bahwa kita harus memiliki sikap dan rasa percaya diri yang tinggi yang dipadukan dengan sikap kerendah-hatian yang kuat dan mendalam. Ingatlah bahwa beberapa karya agung dan cemerlang di dunia ini (di bidang kesenian, kesusateraan, sains dan karya perdamaian dan kemanusiaan lainnya) yang bersifat lestari justru dilakukan oleh orang-orang yang awalnya sama sekali tidak menonjol. Tetapi karya-karya itu dilakukan dengan semangat dan ketekunan yang luar biasa dan akhirnya berdampak secara sosial dan kemanusiaan. Barulah pada titik puncak seperti ini, sorotan kamera, media, datang. Baru pada saat itu, orang tadi menjadi figur publik, padahal sesungguhnya ia orang yang sederhana dan berniat melakukan hal-hal kecil tetapi dengan cinta dan pengabdian yang besar. Orang-orang seperti ini sama sekali tidak membutuhkan sorotan lampu kamera. Orang-orang seperti ini melakukan karya mereka bukan terutama dengan agenda untuk menjadi terkenal, melainkan mereka melakukan pekerjaan mereka karena mereka sadar dan menghayati bahwa itulah panggilan hidup mereka di dunia ini dan di tengah masyarakat. Kesadaran akan panggilan itulah yang mendorong mereka melakukan pekerjaan mereka dengan kesabaran, ketekunan dan juga dengan cinta yang luar biasa.
Tentu ada banyak orang yang bisa diajukan sebagai contoh atau model dari hal itu. Tetapi di sini saya mau menyinggung Bunda Teresa dari Calcuta. Ketika ia datang pertama kali di sana, ia melihat ada banyak manusia yang mati di dalam kesepian, bukannya di rumah, melainkan di pinggir jalan, di tempat sampah. Manusia mati, tidak bedanya dengan kematian kucing ataupun anjing liar. Dalam sunyi, dalam sepi. Melihat itu, Bunda Teresa tergerak hatinya. Ia mau memberi pelayanan kepada orang-orang itu dengan mendirikan rumah yang ia beri nama dengan nama “rumah untuk mati dengan damai dan bermartabat”. Banyak orang yang ia perlakukan dengan pelayanan seperti itu, dan menjadi berbahagia, setidaknya di akhir hidupnya. Hidup lalu menjadi bermakna karena cinta dan perhatian dan pelayanan. Cukup lama Bunda Teresa melakukan hal itu dalam diam dan sunyi. Bahkan ada yang mencemooh. Tetapi akhirnya datang pengakuan sebagai pejuang kemanusiaan, pejuang perdamaian. Semuanya bermula dari cinta, dan per-hati-an dan bermuara pada kemanusiaan yang lebih baik.