Mendamba Cinta Sempurna

Rentigraf 20 Januari

Kolom2875 Dilihat
banner 468x60

Oleh Fransiskus Borgias

(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)

banner 336x280

Manusia dipanggil untuk mencintai, karena manusia diciptakan menurut citra Allah yang adalah cinta itu sendiri. Bahkan manusia terlahir dari sebuah relasi cinta (walaupun mungkin ada yang mengatakan sebaliknya, dengan mengajukan kasus tertentu). Namun, saya tetap berpendapat bahwa semua anak manusia hadir karena cinta, dalam cinta, sebagai wujud cinta. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Allah sang mahacinta, manusia terdorong secara kodrati “meniru” penciptanya dalam mencinta. Tetapi cita-cita untuk mencintai dan upaya kita untuk mencintai tidak selalu bisa berjalan dengan baik, tidak selalu terealisasi sebagaimana yang diinginkan. Manakala kita bertindak, juga termasuk tindakan mencintai sekalipun, karena terdorong oleh kesepian dan kesendirian, maka pelbagai tindakan kita pun mudah sekali untuk menjadi kasar. Itulah yang merupakan salah satu tragedi besar manusia. Yaitu tragedi banyaknya kekerasan dalam hidup manusia justru berasal dari tuntutan dan keinginan mencintai. Paradoksal sekali. Tetapi itu adalah kenyataan yang tidak bisa kita hindari juga. Manakala kesepian, kesendirian yang menjadi daya dorong bagi kita untuk mencari, membangun, mengupayakana relasi cinta, maka pelbagai wujud cinta itu dalam perbuatan, bisa menjadi kebalikannya. Misalnya keinginan kita mengecup bisa dengan mudah berubah menjadi kekerasan, upaya mengusap bisa berubah (dipersepsi) sebagai kekerasan pemukulan, tatapan lembut bisa dipandang sebagai tatapan curiga atau bahkan tatapan nafsu, mendengarkan bisa dipandang sebagai seperti menyelidiki, dan kepasrahan bisa berubah menjadi pemaksaan bahkan mungkin juga sebagai pemerkosaan.

Ya, hati manusia sangat mendambakan cinta dan kasih sayang karena memang manusia diciptakan sebagai perwujudan kasih sayang. Kata santo Agustinus: Tuhan Engkau mencipta kami hanya karena cinta dan atas dasar cinta. Cinta yang didambakan manusia adalah cinta tanpa syarat, cinta tanpa batasan, ataupun rintangan-rintangan, halangan-halangan. Tuhan Yesus Kristus memerintahkan kita pengikut-Nya agar kita saling mencintai satu sama lain sebagaimana Dia telah mencintai kita. Dalam injil Yohanes, Tuhan Yesus telah memberikan sebuah perintah baru kepada kita. Hal itu menjadi semacam dokumen atau prasasti cinta dan kasih. Beginilah kata-Nya di sana: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh 13:34). Saya menggaris-bawahi keterangan berikut ini: “…sama seperti Aku telah mengasihi kamu.” Dengan kalimat ini Yesus menghendaki agar kita menjadikan model cinta kasih Tuhan Yesus sendiri sebagai model bagi kita dalam melaksanakan dan mempraktekkan perintah cinta itu. Dengan demikian model cinta Yesus itu adalah model cinta satu arah. Bermula dari Yesus dan ditujukan kepada semua orang. Kita pun diminta untuk meniru dan melaksanakan model dasar cinta seperti itu.

Berdasarkan model dasar itu, kita hanya memiliki kewajiban untuk mencintai saja. Kita tidak berhak meminta balasan cinta itu. Kita tidak bisa memaksakan datangnya balasan cinta. Balasan itu baru terjadi, jika dia yang dicintai itu juga memandang Yesus sebagai model cintanya dan dengan itu ia pun mulai mencinta sebagaimana Yesus mencintai. Pada tataran itulah relasi cinta bersifat dua arah. Di sini, peristiwa balasan cinta itu menjadi peristiwa rahmat, dan karena itu melampaui hak kita untuk memintanya. Ia datang sebagai anugerah dari atas. Jadi, perintah cinta itu hanya satu arah, yaitu dari aku kepada kau; dan aku tidak berhak menuntut kau membalas kasih itu kepada aku yang telah mencintai. Dalam bingkai pemahaman ini, cinta baru menjadi timbal balik jika dalam Yesus orang saling mencintai. Di mana ada cinta, di situ Allah hadir. Ubi caritas et amor, ibi deus est. Mengapa kita yakin dengan itu? Karena kita berpandangan bahwa, dan hal itu berdasarkan warta Injil juga, Allah adalah kasih. Jika kita melaksanakan kasih dalam relasi kita dengan sesama, maka Allah, yang adalah kasih itu, pasti hadir di sana. Setiap kali kita merayakan Kamis Putih dalam Pekan Suci, kita pasti mendengarkan teks itu. Lagu-lagu yang dipakai dalam ekaristi itu dibuat berdasarkan teks injil tadi. Mari raih cinta sempurna dalam Allah.

banner 336x280