Teddy Indra Wijaya: Mundur, Pensiun, atau Tetap Perwira TNI?

Oleh Made Supriatma

Opini63 Dilihat
banner 468x60

Perdebatan merebak soal kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet, Letkol Inf. Teddy Indra Wijaya. Dia mendapat kenaikan pangkat dari Mayor ke Letnan Kolonel. Kelihatan biasa. Namun untuk mereka yang berada di militer ini sesuatu yang luar biasa.

Ini memang tidak biasa. Teddy adalah lulusan Akmil 2011. Kawan-kawan seangkatannya rata-rata masih berpangkat kapten. Bahkan orang yang paling cemerlang di angkatannya dan peraih Adi Makayasa, Hendrik Pardamean Hutagalung, masih juga berpangkat kapten.

banner 336x280

Tidak diragukan bahwa Teddy adalah perwira TNI yang punya prestasi. Ia berasal dari kesatuan Kopassus. Ia juga pernah menjalani pendidikan sebagai US Army Rangers, yang terkenal sulit itu.

Namun, perjalanan kariernya tidak berwarna-warni. Ia tidak pernah memegang pasukan. Artinya, kepemimpinannya belum teruji. Ia memang sempat diangkat menjadi wakil komandan Batalyon 328/Dirgahayu, batalyon di mana Prabowo Subianto pernah menjadi komandannya. Namun, itu tidak dijalaninya. Ketika itu, Prabowo yang masih menjadi menteri pertahanan tetap menginginkan Teddy sebagai ajudannya.

Jadilah karirmer Teddy sepenuhnya berada di lingkaran elit—sebagai asisten ajudan Jokowi, dan kemudian sebagai ajudan menteri pertahanan, dilanjutkan dengan kedudukan sebagai Sekretaris Kabinet.

Selain itu, kritik juga dilontarkan karena Teddy tidak pernah masuk ke Sekolah Staff dan Komando – Angkatan Darat (Seskoad). Ini adalah sekolah wajib untuk perwira TNI yang akan memegang tampuk kepemimpinan militer di masa depan. Kasarnya, ini adalah sekolah calon jendral. Umumnya, mereka yang masuk ke Sesko adalah perwira berpangkat mayor. Sepengetahuan saya, belum ada satu pun kawan seangkatan Teddy yang ikut Seskoad.

Kenaikan pangkat yang sangat istimewa ini memancing kontroversi. Kasad Jendral Maruli Simajuntak dengan nada jengkel meminta agar persoalan ini tidak ‘diintervensi’. Bagi dia, kenaikan pangkat ini wajar karena kemampuan Teddy melakukan tugas mengkoordinasi pekerjaan presiden dengan baik.

Sementara, Panglima TNI Jendral Agus Subiyanto berkomentar agak lain. Dia mengatakan bahwa prajurit TNI yang bertugas di kementerian atau di lembaga-lembaga negara lainnya harus mengundurkan diri dari dinas TNI atau mengambil pensiun dini.

Bagaimanakah sebaiknya?

Persoalan ini menyentuh hubungan sipil-militer. Norma pada umumnya melakukan pemisahan antara dunia sipil dan militer. Ini perlu dilakukan karena militer adalah alat negara yang memegang ‘monopoli atas penggunaan kekerasan’. Sangat berbahaya bila alat kekerasan ini membuat keputusan-keputusan politik.

Militer tidak memiliki kepenting selain menjadi alat untuk mempertahankan eksistensi negara. Karena ia hanyalah alat maka harus ada penggunanya. Dan itulah para politisi sipil yang kekuasaanya dikendalikan oleh rakyat yang memilihnya ke tampuk kekuasaan.

Oleh karena itu, dunia militer adalah dunia yang penuh simbol, tradisi, dan juga ritual. Ia memiliki hierarki yang ketat karena ia adalah mesin (alat) pertahanan. Bagian-bagiannya harus pas dan cocok untuk menjalankan mesin ini.

Berdasarkan pikiran ini, saya kira sikap Panglima TNI itu benar. Para prajurit yang duduk di jabatan-jabatan sipil harus mundur atau pensiun dini dari TNI.

Kasus Teddy menjadi contoh yang baik untuk mengilustrasikan betapa rumitnya posisi Teddy kalau ia masih menjadi anggota TNI. Hal itu juga dipertunjukkan di depan publik.

Soal menghormat misalnya. Bila Teddy melintas bersama Presiden, dan ada Panglima TNI (yang adalah seorang jendral–jauh di atas pangkat Teddy), bagaimana Teddy harus bersikap? Kedudukan sebagai sekretaris kabinet mengharuskan Teddy untuk tidak menghiraukan Panglima TNI. Namun ia adalah seorang mayor. Seharusnya dia memberi hormat.

Dalam dunia militer, ini adalah soal yang sakral. Karena kalau tidak, itu ibarat sekrup yang tidak kencang di dalam sebuah mesin. Apa pun yang terjadi, Teddy harus menghormat kepada jendralnya. Tidak saja kepada panglima TNI tapi juga kepada semua yang berpangkat di atasnya.

Demikian juga dengan Panglima TNI. Sebagai orang dengan hierarki tertinggi di dunia militer, dia bisa meminta Teddy untuk melakukan apa saja dalam kapasitasnya sebagai prajurit. Kalau Panglima TNI mau, dia bisa minta Teddy keluar dari jabatan sekretaris kabinet, kembali menjadi Wadanyon atau menyuruhnya sekolah di Sesko. Namun Panglima TNI masih punya atasan yakni presiden yang bisa menganulir keputusannya itu.

Inilah ruwetnya hubungan sipil-militer jika tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Dalam hal ini, alangkah baiknya bila Teddy mundur dari dinas TNI. Dia menjadi orang sipil dengan jabatan sekretaris kabinet.

Bila Teddy adalah orang sipil, dia bisa bebas memanggil siapa saja. Dia tidak harus menghormat pada orang-orang yang pangkatnya di atasnya.

Jadi, dengan menjadi orang sipil, saya kira, itu akan baik untuk Teddy dan baik untuk TNI. Teddy tidak lagi terikat pada hierarki TNI dan para perwira TNI yang pangkatnya lebih tinggi tidak harus canggung berhadapan dengan orang di lingkaran paling dalam kekuasaan ini.

 

banner 336x280

News Feed