Bismillah dan Beelzebub dalam “Bohemian Rhapsody” Freddie Mercury

Selamat ulang tahun ke-50, “Bohemian Rhapsody”!

Kolom80 Dilihat
banner 468x60

Oleh Hamid Basyaib

 

banner 336x280

Waktu pertama kali mendengar singel “Bohemian Rhapsody” dari Queen (kemudian masuk dalam album “A Day at the Races”), saat di kelas dua SMP, saya takjub dan terheran-heran. Ini lagu apa? Queen ini grup rock dari mana? Sangat berbeda dari lagu-lagu Deep Purple, Led Zeppelin, Uriah Heep, Grand Funk Railroad dan sebagainya, yang rutin saya dengar.

Strukturnya tidak lazim—setidaknya belum pernah saya dengar karakter lagu seperti itu. Dan yang mengejutkan: ada elemen besar choir operatik yang belum pernah saya dengar pada lagu-lagu rock di masa itu.

Lalu sangat banyak pengulas musik profesional maupun amatir yang membicarakan karya frontman Queen Freddie Mercury ini. Dan dari biopicnya yang meledak beberapa tahun lalu, kita tahu: “Rhapsody” ditolak oleh produser, karena liriknya aneh dan membingungkan (ada lengkingan “Galileo!” segala, yang harus dilengkingkan dengan tepat) dan, terutama, karena durasinya dua kali lipat dari standar konsumsi radio (tiga menitan, “Rhapsody” enam menit).

Baru-baru ini seorang musisi anonim menyajikan ulasannya di sebuah grup Facebook, dan saya menyadurnya. Informasi dan ulasannya cukup lengkap dan membuat lirik lagu ini jadi terang. Freddie Mercury, dengan berani dan imajinatif, merujuk referensi yang luas dari berbagai tradisi untuk membuat lagu yang menggetarkan ini.

***

Rhapsody dalam “Bohemian Rhapsody” merujuk suatu komposisi musik dengan bentuk bebas yang terdiri dari berbagai bagian dan tema yang tampaknya tidak saling berhubungan langsung. Rhapsody adalah kata Yunani yang berarti “bagian-bagian lagu yang dirangkai”.

“Bohemian” mengacu pada sebuah wilayah di Republik Ceko bernama Bohemia, tempat kelahiran Faust, tokoh utama dalam drama yang ditulis oleh penulis dan dramawan Jerman, Johann Wolfgang von Goethe.

Komposisi Queen ini merangkum semua tradisi sastra dan musik, dengan referensi ke berbagai agama, yang semakin memperkaya maknanya. Ini menjadikannya sebuah mahakarya yang tidak hanya tercatat dalam sejarah musik; video musiknya yang inovatif juga tonggak tersendiri.

Video ini membantu membangun mitologi seputar band dan vokalisnya, dengan durasi jauh melampaui standar. “Rhapsody”, yang mencengangkan dan membuat iri kaum rocker, memang bukan sekadar lagu biasa—ia adalah puisi rock.

***

Dalam karya Goethe, Faust adalah seorang pria tua yang sangat cerdas dan mengetahui segalanya, kecuali misteri kehidupan. Tanpa mampu memahami misteri ini, ia memutuskan untuk meracuni diri. Namun, tepat pada saat itu, lonceng gereja berbunyi, membuatnya keluar rumah.

Ketika kembali ke kamarnya, ia menemukan seekor anjing, yang kemudian berubah menjadi sosok mirip manusia. Itu adalah Mephistopheles, iblis yang menawari Faust kehidupan yang penuh kepuasan tanpa kesedihan, dengan syarat ia menyerahkan jiwanya.

Faust setuju. Ia kembali muda, dan menjadi arogan. Ia bertemu Gretchen, lalu mereka memiliki seorang anak, tetapi isteri dan anaknya kemudian meninggal. Faust lalu menjelajahi waktu dan ruang, merasa sangat berkuasa.

Namun, ketika ia kembali menua, ia kembali merasakan ketidakbahagiaan. Karena ia tidak membatalkan perjanjian dengan iblis, para malaikat bertarung untuk merebut jiwanya.

Kisah ini sangat penting untuk memahami “Bohemian Rhapsody”.

***

Lagu ini sebenarnya menceritakan riwayat Freddie Mercury sendiri. Sebagai sebuah rhapsody, lagu ini terdiri dari enam bagian yang berbeda: 1. Intro a cappella; 2. Balada; 3. Solo gitar; 4. Bagian opera; 5. Bagian rock; 6. Outro (babak terakhir).

Liriknya menceritakan kisah seorang pemuda miskin yang mempertanyakan apakah hidup ini nyata atau hanya ilusi dari pikirannya yang kacau. Meskipun ia mati, katanya, angin akan terus bertiup, seolah keberadaannya tak pernah berarti. Lalu, ia membuat perjanjian dengan iblis dan menjual jiwanya.

Setelah mengambil keputusan ini, ia lari menemui ibunya dan mengakui:

“Mama, baru saja aku membunuh seorang pria, kutodongkan pistol ke kepalanya, kutarik pelatuk, sekarang dia mati. Kubuang hidupku begitu saja. Jika aku tidak kembali besok, teruskanlah hidup seakan semuanya tak berarti .…”

Laki-laki yang ia bunuh secara simbolis itu adalah Freddie Mercury, dirinya sendiri.

Jika ia tidak memenuhi janjinya kepada iblis, ia akan mati seketika. Ia berpamitan kepada orang-orang terdekatnya. Dan ibunya menangis—tangisan putus asa yang bergema melalui ratapan gitar Brian May. Dalam ketakutan, Freddie berteriak:

“Mama, aku tak ingin mati!”

Lalu, bagian opera pun dimulai.

Pada titik ini, Freddie masuk ke dimensi astral dan melihat dirinya sendiri:

“Aku melihat bayangan kecil seorang pria (a little silhouetto of a man).”

Kemudian muncul bait:

Scaramouche, Scaramouche, maukah kau menari Fandango?”

Scaramouche merujuk pada pertarungan kecil, mungkin mengacu pada Empat Penunggang Kuda dalam Kitab Wahyu (Bibel) yang mewakili kejahatan, bertarung melawan kekuatan kebaikan demi jiwanya. Ia melanjutkan:

“Guntur dan kilat, sangat menakutkan aku.”

Frasa ini muncul dalam Kitab Ayub 37, yang berbunyi:

“Guntur dan kilat menakutkanku; jantungku berdebar di dadaku.”

Melihat anaknya begitu ketakutan, sang ibu memohon kepada Tuhan untuk menyelamatkannya dari perjanjian dengan Mephistopheles:

“Dia hanya anak miskin… Selamatkanlah jiwanya dari kebinasaan ini. Mudah saja, apakah kau akan membiarkannya pergi?”

Doanya didengar, dan malaikat pun turun untuk bertarung melawan kekuatan jahat.

Tiba-tiba terdengar kata “Bismillah!”—sebuah kata Arab yang berarti “Dengan nama Tuhan” dan merupakan kata pertama dalam Al-Qur’an. Kemudian, Tuhan sendiri turun tangan, menyatakan:

“Kami tidak akan membiarkanmu pergi!”

Menghadapi pertarungan besar antara kebaikan dan kejahatan, Freddie takut akan keselamatan ibunya, dan memekik:

“Mama mia, mama mia, lepaskanlah aku!”

Namun, malaikat menegaskan:

“Kami tidak akan membiarkanmu pergi!”

Freddie kemudian bernyanyi:

“Beelzebub telah menyiapkan iblis untukku.”

Di sini, ia memberikan penghormatan kepada Wolfgang Amadeus Mozart dan Johann Sebastian Bach, ketika ia menyanyikan:

“Figaro, Magnifico!”

Referensi ini mengacu pada opera “The Marriage of Figaro” (dianggap sebagai opera terbaik sepanjang masa) dan karya Bach yang berjudul “Magnificat”.

Bagian opera berakhir, dan segmen rock dimulai. Iblis, yang marah atas pengkhianatan Freddie yang tidak menghormati perjanjian, mencemoohnya:

“Jadi kau pikir kau bisa melempar batu ke arahku dan meludahi wajahku? Jadi kau pikir kau bisa mencintaiku lalu meninggalkanku mati?”

***

Sangat menarik melihat bagaimana Sang Pangeran Neraka (Belzeebub dalam tradisi Yahudi-Kristen, tapi juga ada bayang-bayang Ahriman, tuhan jahat dalam agama Zoroaster, yang muncul di tanah Persia, latar-belakang keluarga Freddie), tampak tak berdaya di hadapan kehendak bebas manusia, pertobatan, dan cinta.

Setelah kalah dalam pertempuran, iblis pun pergi, mengantarkan ke babak terakhir atau coda.

Lagu ini mengakhiri perjalanan spiritual Freddie, menggambarkan pertarungan antara hidup dan mati, kebaikan dan kejahatan, serta ketidakpastian akan kehidupan setelah kematian. Inilah mengapa “Bohemian Rhapsody” tetap menjadi mahakarya yang tak terlupakan dalam sejarah musik.

***

Puluhan tahun setelah saya mendengarnya pertama kali di bangku SMP, magnum opus ini masih memaksa saya menyimak, tak mungkin menyikapinya dengan easy listening—dan tetap tercekam.

Selamat ulang tahun ke-50, “Bohemian Rhapsody”! ***

 

 

banner 336x280