Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Salah satu wahyu dasar yang sangat penting dalam Perjanjian Baru ialah bahwa Allah adalah kasih, Deus est caritas (bdk., 1Yoh.4:8). Allah sedemikian mengasihi manusia, sehingga Ia mengutus Putera-Nya menjadi manusia dan tinggal di antara kita dan menyelamatkan kita (bdk., Yoh.3:16). Motivasi dasar Allah menciptakan manusia dan segala sesuatu adalah cinta juga. Terkenallah ucapan St. Agustinus ini: Allah mencipta manusia hanya karena cinta. Cinta-kasih Allah kepada kita adalah cinta abadi. Cinta itu dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang dianugerakan kepada kita. Cinta Allah yang abadi itu berarti cinta itu melampaui hidup kita. Ia sudah ada sebelum kita berada, sebelum kita lahir. Cinta itu tetap ada bahkan sesudah kita mati. Cinta-kasih Allah yang abadi itulah yang merangkul dan menaungi seluruh hidup dan keberadaan kita. Dengan mengarungi kehidupan rohani kita mendaku cinta-kasih yang abadi itu bagi diri kita agar kita dapat mengarungi cinta kita yang fana ini, yaitu cinta akan orang-tua kita, saudara dan saudari kita, guru, sahabat, pasangan kita, dan semua yang menjadi bagian utuh dari lingkaran hidup kita, yang kita yakini sebagai pantulan (pancaran) cinta-kasih Allah yang abadi itu. Tidak ada seorang ayah ataupun ibu yang bisa mengasihi anak-anak mereka dengan sempurna. Juga tidak ada suami ataupun isteri yang bisa mengasihi satu sama lain dengan cinta yang tidak terbatas. Tidak ada cinta-kasih manusiawi yang pada suatu saat ataupun di satu tempat tertentu yang tidak terputus ataupun sekadar retak atau mengalami gangguan.
Manakala hanya jenis cinta yang retak seperti ini saja yang kita miliki, maka kita mudah jatuh ke jurang putus-asa. Tetapi manakala kita bisa menghayati cinta kita yang retak itu sebagai pantulan sebagian dari cinta-kasih Allah yang sempurna, yaitu cinta yang tidak bersyarat, maka kita pun bisa mengasihi satu sama lain, bisa saling mengampuni keterbatasan dan kelemahan sesama, dan bersama-sama bisa menikmati cinta yang kita tawarkan dan pancarkan kepada sesama. Banyak sekali bentuk relasi kita dalam hidup ini sebagai manusia adalah seperti jemari tangan kita yang kita berikan kepada orang lain untuk dipegang jemari mereka ataupun memegang jemari sesama kita. Kesunyian, kesepian, kesendirian kita dalam hidup ini membuat kita tergantung satu sama lain. Relasi ketergantungan timbal-balik ini bisa saja membuat kita sangat menderita justru karena fakta bahwa hal itu tidak menyingkirkan rasa sepi, sunyi, dan sendiri itu dari hidup kita. Semua perasaan itu tetap ada dalam hati kita. Jika kita tidak berhati-hati maka kita bisa digerogoti olehnya. Mungkin kita berharap bahwa relasi dengan orang lain bisa mengatasi rasa-rasa itu. Ternyata tidak. Semuanya tetap ada di sana. Tetapi sebagai manusia kita tetap berusaha. Bahkan semakin keras kita berusaha, semakin kita menjadi berputus-asa karenanya.
Banyak dari relasi timbal-balik ini retak dan patah karena pelbagai relasi itu menjadi semakin bersifat posesif, opresif, dan mencekik. Di sini kita harus segera sadar bahwa relasi-relasi antar manusia itu dibangun untuk menjadi seperti kedua tangan yang dikatupkan dan dilipat satu sama lain menjadi satu. Tetapi kedua belah tangan itu masih bisa dilepaskan dari satu sama lain walaupun mungkin masih ada salah satu jari yang bisa dikaitkan dengan tangan yang lain. Biarpun hanya dengan ujung jari saja. Gerak menjauh itu bisa menciptakan (membangun) ruang di antara mereka, sebuah kemah kecil, rumah kediaman, sebuah tempat aman, suaka yang aman dan nyaman. Relasi-relasi yang sejati dan benar di antara orang-orang menunjuk kepada Allah. Relasi-relasi itu adalah seperti doa-doa di dunia ini. Terkadang tangan-tangan yang sedang berdoa itu mengatup erat, tetapi kadang-kadang juga ada sebuah ruang jarak di antara mereka. Mereka selalu bergerak untuk mendekat dan menjauh dari satu sama lain. Tetapi mereka tidak pernah kehilangan sentuhan dengan satu sama lain. Mereka terus saja berdoa kepada Dia yang Satu yang telah mengikat-satukan mereka dalam satu ikatan kokoh dan menghidupkan.