Oleh Fransiskus Borgias
(Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
Judul tulisan ini sebenarnya judul buku, hasil interview otobiografis antara Karl Rahner dan Meinold Krauss. Krauss mewawancarai Rahner dengan arah dan fokus pada soal-soal yang terkait dengan pelbagai fakta otobiografis Rahner. Mungkin itulah sebabnya, buku ini dianggap sebagai buku Rahner; artinya Rahner adalah pengarangnya. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud mengulas isi buku itu. Kali ini saya hanya mau fokus pada karikatur di halaman 18 buku itu. Di halaman 19 ada wawancara terkait kartun tersebut. Konon kartun itu dikirim secara anonim oleh pengirim misterius kepada Rahner, tidak lama setelah Rahner menerbitkan buku (tidak disebutkan judulnya dalam teks). Krauss bertanya tentang apa makna kartun itu? Saya coba merumuskan ulang jawaban Rahner sambil melukiskan kartun itu secara verbal. Mudah-mudahan deskripsi itu cukup rinci agar bisa membantu pemahaman pembaca. Kartun itu sebenarnya terdiri atas tiga. Kartun paling atas, kartun tengah, dan kartun paling bawah. Dalam kartun paling atas ada seseorang yang tampaknya berdiri di mimbar; tangan kirinya memegang buku di mimbar, sedangkan tangan kanannya ditunjuk ke atas dan tangan itu menunjuk ke langit dengan telunjuknya. Orang itu berkaca-mata. Lalu ada tulisan (caption) sejajar kepalanya: Theologische Atomphysiker (A Theological Atomic Physicist; versi terjemahan Bahasa Indonesia rumit: Ahli Fisika Atomik theologis; rumit, karena tidak jelas apa keahliannya). Persis di atas kepalanya ada merpati yang menukik turun ke atas dia. Itulah lambang Roh Kudus; jadi, ada ilham Ilahi di sana. Di bawah dekat mimbar ada delapan kepala, dan diberi keterangan multiplikatoren (pengganda).
Diduga orang yang di mimbar itu adalah sosok Rahner (p.19). Gambar kartun kedua, yang di tengah, yang berbicara tampaknya bukan lagi Rahner, melainkan salah satu dari para pengganda (multiplikatoren) tadi, yang diandaikan mampu meneruskan perkataan Rahner (dalam kartun pertama). Si Multiplikator berdiri dan memegang mimbar, membiarkan buku terbuka di mimbar dan tidak dipegang. Tangan kirinya naik ke atas menunjuk langit. Di bawah dekat mimbar, berdiri sepuluh kepala; mereka adalah simplifaktoren, yang bisa menyederhanakan sesuatu. Tugas mereka ialah mempopulerkan apa yang disampaikan si pengganda tadi dengan bahasa sederhana. Jumlahnya sepuluh orang. Lalu gambar paling bawah, kartun ketiga dapat digambarkan demikian: salah satu dari simplifikator tadi. Pendengarnya ada dua-puluh-lima kepala; jadi, lebih banyak dari yang sebelumnya. Baik gambar tengah maupun gambar yang bawah, sama-sama tidak ada Roh Kudus (dalam rupa merpati). Jadi, mereka tampil dengan otoritas kuasa sendiri. Ia menyampaikan gagasan teologis Rahner tadi. Ada satu pendengar unik, yaitu Yesus Kristus. Ia tidak mengerti apa yang disampaikan di sana. Pendengar lain diandaikan mengerti, karena tidak ada protes dari mulut mereka, juga tidak ada klarifikasi.
Cerita ini mengingatkan saya akan guyonan (joke) dalam tradisi Rabi Yahudi yang saya baca dalam salah satu buku Karen Armstrong, yang saya terjemahan untuk Mizan beberapa tahun silam: Salah satu tugas rabi Yahudi ialah mengajarkan dan menafsirkan Torah yang diturunkan Tuhan di Sinai kepada Moses. Moses memberikannya kepada Israel. Tugas para rabi selanjutnya ialah mengajarkan dan menafsirkan Torah itu. Mereka sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Dari tangan mereka muncul banyak aturan hukum yang merupakan turunan dari Torah itu. Semuanya harus diajarkan, dilaksanakan, ditaati, dan ditafsirkan terus menerus. Untuk itulah ada Midras, sekolah menghafal dan menafsirkan Torah. Para Rabi mengajarkan Torah di ruang-ruang kelas Midrash. Konon satu kali Moses turun dari surga dan ikut kelas Torah di sebuah Midrash anak-anak yang menghafal Torah. Setelah selesai, ternyata Moses bingung; tidak mengerti apa-apa. Tetapi ia tidak mencela sang Rabi. Konon Moses hanya berkata kepada dirinya sendiri: anak-anakku, yaitu para Rabi, sudah maju dan jago dalam mengajarkan dan menafsirkan Torah. Karena itu Moses pun naik lagi ke surga. Torah dan tafsirnya, adalah urusan para rabi di dunia ini. Moses tinggal saja di surga. Tidak usah turun ke bumi untuk mengganggu dan merecoki tafsir para Rabi.