Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bendungan dari Terpal

Perjuangan petani persawahan Wae Koe di Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, menghadapi kemarau panjang, debit air menurun, dan harga beras melambung tinggi

Avatar of Andre Babur
Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bandungan dari Terpal
Dua lembar terpal dibagi menjadi empat lembar  lalu dibentangkan sebagai "dinding" bendungan di kali Wae Koe. Jumlahnya masih sangat kurang, tetapi setidaknya sedikit membantu mengairi sawah meski belum maksimal. Inilah satu-satunya cara hasil kesepakatan 60 petani persawahan Wae Koe di Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai. (Krebadia/Andre Babur)

Ditulis oleh Andre Babur

Krebadia.com — Dian sesekali menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya.

Udara di hari itu begitu panas. Apa lagi, tak ada tanda-tanda akan ada hujan.

Bernama lengkap Gordianus Tonda, Dian adalah petani asal kampung Golo Tenda, Desa Legu, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai.

Krebadia menemuinya  pada Kamis, 18 Januari 2024, di sebuah persawahan yang oleh warga setempat dinamai persawahan Wae Koe–nama kali yang mengairi persawahan itu.

Lokasinya terpaut sekitar tiga puluh kilometer arah selatan dari Ruteng, ibu Kota Kabupaten Manggarai, dan satu kilometer ke arah timur dari Iteng, ibu kota Kecamatan Satar Mese.

Saat ditemui, pria 39 tahun itu tengah berupaya mengalirkan air dari sebuah selokan kecil ke petak sawah yang telah mengering dan mengeras berbulan-bulan.

Hari itu Dian membajak sawahnya. Ia dibantu Alfons (27), kerabat sekampungnya sebagai operator traktor.

Beberapa petak sawah telah dibajak sehari sebelumnya, sedangkan satu petak lainnya masih menunggu benar-benar terisi air.

Kata Dian, “Dengan kondisi petak yang retak berlubang seperti ini, butuh waktu lama baru air terisi maksimal.”

Menurut pengalaman operator traktor Alfons, membajak lahan 200 x 15 meter persegi seperti milik Dian “hanya butuh waktu satu hari kalau kondisi airnya memadai.”

Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bandungan dari Terpal
Gordianus Tonda memandang petak sawah miliknya yang telah mengering dan mengeras berbulan-bulan. (Krebadia/Andre Babur)

Dengan kondisi saat ini, “butuh dua setengah hari baru bisa selesai.”

Kekurangan air itu seringkali membuat Alfons kesulitan menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan target.

Dian mengatakan, “Semestinya bulan ini sudah panen yang kedua kali setelah panen terakhir pada Juli 2023.”

Namun, kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan persediaan air di wilayah itu sangat tidak cukup.

Dian terpaksa baru kembali mengerjakan sawahnya pada pertengahan Januari 2024.

“Biasanya bulan  Desember itu kan hujan, tapi tahun ini tidak ada,” katanya.

Ia mengaku semakin kesulitan mengairi sawahnya pada Desember 2023 saat tak ada hujan.

Padahal, kata Dian, hujan akhir tahun itu sangat membantu petani di wilayahnya mempercepat penggarapan sawah.

Kisah serupa diceritakan Teresia Tahut, 54 tahun. Ia petani asal kampung Wae Koe, Desa Legu.

Teresia memiliki sawah di lokasi yang sama, bersebelahan dengan kepunyaan Dian.

Meski sawahnya telah ditanami padi, kekurangan air masih menjadi keluhan utama.

Ia mengatakan, “Padi yang telah ditanami belum tentu bertahan tanpa adanya persediaan air yang cukup.”

Apalagi, kata dia, “tidak ada hujan sejak padi-padi itu ditanami pada Desember 2023.”

Dari pengamatan Krebadia, sebagian kecil persawahan itu memang telah ditanami padi.

Penanaman itu diupayakan  para petani dengan mengalirkan air dari kali Wae Koe yang debitnya terus menurun dengan membuat bendungan sederhana.

Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bandungan dari Terpal
Teresia Tahut: tidak ada hujan sejak padi-padi itu ditanami pada Desember 2023. (Krebadia/Andre Babur)

Petani Berpatungan Membeli Terpal

Upaya Dian dan petani lain mengairi sawah mereka tidaklah mudah.

Mereka berpatungan membeli terpal guna membuat bendungan sederhana. Jaraknya, sekitar 500 meter ke utara dari lokasi persawahan.

Sebastianus Bebo, ketua Kelompok Tani Lingko Galung, membenarkan keterangan Dian dan Teresia.

Ketua kelompok tani yang menaungi petani persawahan Wae Koe ini mengatakan, persawahan itu dimiliki enam puluh petani.

Luas persawahan, kata dia, diperkirakan 33 hektare apabila digabungkan dengan  persawahan Nanga Pa’ang.

Persawahan Nanga Pa’ang dengan persawahan Wae Koe hanya terpisah oleh ruas jalan pesisir selatan Iteng menuju Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.

Pengairan persawahan Nanga Pa’ang juga tergantung pada ketersedian air di persawahan Wae Koe.

Itulah mengapa dua persawahan itu tak bisa dikerjakan. Keduanya mengandalkan sumber air yang sama: kali Wae Koe.

Lagi pula, saluran irigasi menuju persawahan Nanga Pa’ang melewati area persawahan Wae Koe.

Di tengah-tengah persawahan Wae Koe yang tampak gersang itu, terdapat sebuah saluran irigasi. Tak ada air yang mengalir di dalamnya.

“Kami berinisiatif berpatungan 50 ribu (rupiah) per orang untuk beli terpal,” kata Sebastianus saat ditemui Krebadia di kediamannya di Wae Koe, Kamis 18 Januari 2024.

Cara itu satu-satunya agar petani segera menggarap sawah mereka, katanya.

Diamati Krebadia, bendungan sederhana dari terpal  itu belum begitu maksimal.

“Dana yang terkumpul hanya cukup untuk membeli dua lembar terpal,” kata Sebastianus, karena tak semua 60 petani mengumpulkan uang.

Jumlah terpal yang sangat terbatas itu tidak maksimal membendung air kali.

Air yang telah terbendung pun tetap belum cukup untuk mengairi seluruh persawahan.

Itulah yang menyebabkan Dian hanya bisa mengolah sebagian kecil areal.

Sementara itu, hampir tiga per empat dari luas lahan belum bisa digarap karena tidak tersentuh air sama sekali.

Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bandungan dari Terpal
Sebastianus Bebo: Kami berinisiatif berpatungan 50 ribu (rupiah) per orang untuk beli terpal. (Krebadia/Andre Babur)

Kehilangan Pendapatan Dua Musim

Dian mengaku telah kehilangan penghasilan selama dua musim, terhitung sejak Juli 2023 hingga Januari 2024.

Ia mengatakan, “Daerah ini biasanya tiga kali panen dalam setahun.”

Sedangkan yang saat ini sedang ia garap baru bisa panen pada April 2024.

Itu pun, kata dia, “kalau akhir Januari ini ada hujan. Kalau tidak, semuanya sudah siap untuk menanggung kerugian.”

Demikian pula dengan Teresia.

Teresia mengatakan, “Kalau sawah-sawah di area itu dikerjakan semuanya, maka air yang ada saat ini tidak mungkin cukup.”

Ia memastikan akan terjadi kegagalan lagi jika hal itu terjadi.

Sebastianus Bebo mengatakan, penghasilan untuk persawahan Wae Koe diperkirakan 50 ton padi per musim.

Selama tidak dikerjakan dalam dua musim dalam kurun waktu  enam bulan terakhir, para petani mengalami kerugian 100 ton.

Demi penuhi kebutuhan, kata Sebastianus, “para petani terpaksa membeli beras dari wilayah lain dengan harga yang cukup tinggi.”

Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bandungan dari Terpal
Ketiadaan air, persawahan Wae Koe tidak dikerjakan dalam dua musim dalam kurun waktu  enam bulan terakhir. (Krebadia/Andre Babur)

Harga Beras Melambung Tinggi

Harga beras yang melambung tinggi setahun terakhir dikeluhkan masyarakat Manggarai Raya, meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur.

Tak terkecuali oleh Dian dan petani-petani lain di wilayah masing-masing.

Dian mengaku terpaksa harus mengeluarkan biaya tinggi untuk membeli beras dari wilayah lain.

“Kami biasanya beli dengan harga Rp750 ribu per 50 kilogram beras.”

Harga itu, kata dia, “sangat tinggi jika dibandingkan dengan (harga) tahun-tahun  sebelumnya yang hanya Rp350 ribu hingga Rp450 ribu per 50 kilogram.”

Kepala Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Satar Mese, Blasius Badur, membenarkan keterangan Dian.

“Kalau dulu kami di sini jual beras dengan harga Rp400 ribu per 50 kg. Sekarang justru kebalikan, kami beli beras dengan harga Rp750 bahkan Rp800 ribu per 50 kilogram,” kata Blasius saat ditemui Krebadia di kediamannya di Iteng, November 2023

Ia mengatakan lebih dari seribu hektare lahan persawahan di wilayah Iteng tidak bisa digarap sejak April hingga November 2023.

Blasius mengungkapkan sejumlah masalah yang tengah dihadapi petani.

Salah satunya adalah hasil padi yang menurun.

“Selain karena kemarau berkepanjangan, juga sebelumnya ada serangan hama,” kata Blasius.

Ia menyebut serangan hama wereng batang cokelat atau WBC sebagai pemicu menurunnya hasil padi di wilayahnya dalam tiga tahun terakhir.

Untuk memutus rantai penyebaran hama, Blasius bersama sejumlah kelompok tani di wilayah itu bersepakat menghentikan sementara pengairan sawah-sawah mereka.

Kata Blasius, “Itu satu-satunya cara yang paling ekonomis ketimbang harus membeli pestisida untuk penyemprotan hama.”

Penghentian pengairan yang disebut Blasius mencakup persawahan di tepi kiri dan kanan ruas jalan Iteng–Ruteng, khususnya persawahan di Desa Iteng dan Desa Paka.

Sedangkan kekurangan air di persawahan Wae Koe bukan hal yang disengaja.

Agar Bisa Airi Sawah, Petani di Manggarai Patungan Bikin Bandungan dari Terpal
Imbas kekeringan, para petani terpaksa membeli beras dari wilayah lain dengan harga yang cukup tinggi. (Krebadia/Andre Babur)

Dampak Perubahan  Iklim

Dilansir umsu.ac.id, kekeringan berkepanjangan disebabkan oleh meningkatnya suhu permukaan air laut, sehingga curah hujan pada beberapa wilayah berkurang.

Fenomena ini merupakan salah satu dampak El Nino.

El Nino merupakan fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur yang menjadi lebih hangat dari biasanya. Hal itu menyebabkan perubahan pola cuaca global, yang berdampak serius pada iklim pada berbagai wilayah di dunia, termasuk di Indonesia.

Selain kekeringan, juga ada dampak lain terhadap sektor pertanian. Yaitu, penundaan penanaman tanaman sehingga terjadinya gagal panen. Penyebaran hama dan penyakit. Penurunan kualitas tanaman. Berkurangnya produksi pertanian karena gagal panen sehingga menyebabkan kenaikan harga.

Berbagai masalah yang dihadapi Dian dan Tersisa serta petani-petani lain di Manggarai Raya kini menunggu perhatian pemerintah daerah.

 

Baca juga artikel terkait Dampak Perubahan Iklim atau tulisan menarik Andre Babur lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com