Tanda Hubung dan tanda Pisah merupakan dua tanda baca dalam sistem penulisan bahasa Indonesia. Penggunaan dua tanda baca itu dalam praktik berbahasa tulis haruslah benar. Untuk itu, pebahasa harus merujuk pada pedoman yang berlaku. Dalam sejarah terkait perkembangan bahasa, dikenal adanya pedoman Ejaan Bahasa yang Disempurnakan (EYD) berdasakan Kepres No.57 Tahun 1972.
Pemberlakuan pedoman EYD tersebut dituangkan dan Keputusan Kemedikbud No.0196/U/1975. Selanjutnya, tahun 1987 Menteri P dan K menerbitkan Keputusan No.0543a/U/1987 tentang penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang disempurnakan. Surat keputusan ini kemudian digantikan dengan adanya Permediknas No.46 tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang disempurnakan ini.
Terbitnya aneka pedoman ini menunjukkan betapa penting para pebahasa mematuhi aneka ketentuan berbahasa (tulis). Dalam praktik berbahasa tampaknya pedoman seperti ini diremehkan bahkan cenderung diabaikan bukan saja oleh orang yang kurang berpendidikan tetapi justru banyak dilakukan orang terpelajar.
Bukan rahasia lagi kalau di sana-sini ditemukan tulisan dengan penggunaan tanda baca yang kontra-pedoman. Tulisan ini hanya catatan sederhana berkaitan dengan penggunaan dua tanda baca (Tanda Hubung dan Tanda Pisah). Kitab PUEBI (Sugiarto, 2017:88—91) memuat ketentuan penggunaan kedua tanda baca dimaksud.
Tanda hubung (-) dipakai dengan ketentuan untuk: (1) menandai bagian kata yang terpenggal karena pergantian baris, (2) menyambung unsur kata ulang , (3) menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu, (4) memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan, (5) merangkai (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia); (b)ke- dengan angka (peringkat ke-2); (c) angka dengan –an (tahun 200-an); (d) kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, ber-KTP); (e) kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya,); (f) huruf dan angka (D-3, S-1); (g) kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan berupa huruf kapital (KTP-mu), (6) merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing misalnya di-back up, (7) menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan. (Akhiran -isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah menjadi pembetonan)
Berbeda dengan tanda pisah (—) penggunaannya menurut pedoman yakni untuk: (1) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. (Kesuksesan —saya yakin akan tercapai— kalau diperjuangkan); (2) menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain. (Sindy –mahasiswa PBSI—melakukan liputan kegiatan Dies Natalis) (3) dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang bisa menggantikan frase “sampai dengan” atau “sampai ke”. (Juli—Desember ; Rampung, 2005:121—237; Ruteng—Borong)
Kesalahan yang sering ditemukan dalam berbagai tulisan umumnya terkait penggunaan tanda baca hubung (-) dan tanda baca pisah (–). Dalam praktik menulis biasanya orang menggunakan tanda baca hubung (-) untuk mengganti frasa “sampai dengan” atau “sampai ke”. Kita sering temukan tulisan yang salah; tidak mematuhi pedoman penggunaan tanda baca seperti contoh berikut:
- Resepsi pernikahan: Pukul 19.00-23.00 seharusnya Pukul 19.00—23.00
- (Keraf, 2015:21-57) seharusnya (Keraf, 2015:21—57)
- Ujian Skripsi pukul 09.15-11.25 seharusnya 09.15—11,25
Secara kelihatan tanda tanda hubung dan tanda pisah itu jelas bedanya. Pembeda dua tanda baca itu tampak pada ukurannya. Tanda hubung (-) lebih pendek sedangkan tanda pisah (–) lebih panjang. Untuk menulis tanda pisah (—) yang bermakna “sampai dengan” atau “sampai ke” kita mengetik tanda hubung dua kali tanpa spasi pada papan komputer akan menghasilkan tanda hubung (—).
Misalnya, kalau kita mau mengetik bulan Juli sampai dengan Desember, kita mengetik Juli lalu tanda hubung (-) dua kali tanpa spasi lalu Desember maka hasilnya menjadi Juli—Desember. Begitu juga terkait bilangan (1 sampai dengan 50) misalnya, kita mengetik 1diikuti tanda hubung dua kali tanpa spasi diikuti 50 maka hasilnya (1—50).
Editor: Redaksi KrebaDi’a
![Tanda Hubung (-) dan Tanda Pisah (—) 2 sosok romo bone e1683867442101](https://i0.wp.com/krebadia.com/wp-content/uploads/2023/05/sosok-romo-bone-e1683867442101.jpg?w=680&ssl=1)
Bonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.