10 Sajak Pada

Avatar of Gerard Bibang
10 sajak pada

PADA PIPI

pada lesung pipimu aku melukis rindu

seperti halnya bulir embum memberikan tekstur pada daun

sejukkkk, sejukkkkk

kesegaran di bumi adalah rona pipi lesungmu

kadang aku melupakannya seperti halnya kelelawar melengket pada pohon besar

sambil bergumam bahwa rasamu dan rasaku sesungguhnya kembaran

 

PADA GUNUNG

pada gunung aku ingin berguru

tentang menyimpan dan merawat rindu bertahun-tahun

tentang kepundan yang mengandung magma

ialah rindu yang disimpan

yang tahu kapan saatnya bicara

yang tak pernah berontak pada waktu yang memendamkannya

 

PADA PULAU

pada pulau tanpa penghuni

aku melihat partitur nada pada hamparan pasir

ketika buih-buih perak berkejaran dengan gelombang lunak

rinduku padamu segera menyeberang melibas dinding-dinding samudera

pada sunyi di pulau tanpa penghuni

awan-awan dan ikan membentuk komposisi

pada mereka aku belajar bahwa alam semesta adalah orkestra sunyi

 

PADA JARAK

pada jarak yang terbentang

engkau dan aku jauh dalam raga

bersemai di antara kita bunga-bunga karang yang mengembus aroma kasih

isyarat kasih yang selalu mengalir

pada air yang jernih mengelilinginya

aku belajar bahwa sentuhan-sentuhan bunga karang pada tumit

adalah ungkapan yang hanya bisa kumaknai saat engkau dan aku berjauhan satu sama lain

cita-cita kita menyentuh kaki langit tidak mati

 

PADA SENJA

aku takjub pada senja

yang memainkan gradasi di antara taram dan terang

gumpalan awan tebalnya, kukira adalah hujan yang telah menggenangi matamu

dan halilitar ini, kukira adalah gema ke udara senja

benar-benar merangsek rindu untuk terlampiaskan bersamamu

pada senja aku terperangah

betapa ia telah menciptakan komposisi merdu

menjadi lagu yang mengendalikan badai di laut

aku menduga senja-lah yang berada di belakang rembang  petang yang redup

 

PADA KABUT

pada kabut yang mengelabu

aku menduga ia menenangkan pikiranmu

padahal kerinduanmulah yang menjadikan semesta hening

merajut peristiwa-peristiwa kita yang warna-warni

 

PADA TUBUH

pada tubuhmu aku telusuri setiap ceruk tebing karang

untuk merasakan cinta yang sering menjelma api

untuk memadamkan birahi yang selalu membuatku terpana

untuk menjelajahi kemolekanmu dengan jiwa telanjang dan hati bening

untuk merasakan keajaiban getaran-getaran rasa

akhirnya aku paham bahwa keindahanmu tak harus kasat mata

dengan mata terpejam, kumasuki belantara yang bernama tubuhmu

akhirnya aku tahu

bahwa engkau adalah engkau

 

PADA ANGIN

pada angin yang berembus kencang

aku belajar betapa ia meniup perahu kertas sampai lupa jalan kembali

tidak, kataku kepada angin

aku tidak ingin seperti angin

aku hanyalah kertas terang dan putih

tempat menulis kisah senang dan sedih

 

PADA BULAN

wajahnya yang bundar menyinari gubug-gubug gelandangan

di kota metropolitan

dan lapak-lapak kaki lima

di emperan jalan ibu kota

sinar itu datang dari bulan

yang terbit dari lautan

pada bulan, aku berkaul:

untuk selalu berkemilau

agar rasamu bergetar sepanjang waktu

 

PADA MALAM

rintik hujan di kesunyian malam

membasuh wajahku dalam senyap

merembes dalam kesepian

pada malam, aku belajar bahwa di antara air hujan, terselip air mata

mengalir pelahan di antara kedua pipiku

hingga pengujung dagu

 

Baca juga artikel terkait NARASI PUITIK atau tulisan menarik Gerard Bibang lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


gerard bibang, wajah, daun-daun kering, Tikungan Dungu nyawaGerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, dosen, dan penyair, mantan jurnalis-penyiar radio Deutsche Welle Jerman dan Radio Nederland Wereldomroep Belanda.