Bilangan Anu untuk Anu

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
bilangan

Dalam praktik berbahasa, baik bahasa ujaran (lisan) maupun bahasa tulisan, pengguna bahasa biasanya menyebut atau menulis satuan benda. Untuk merujuk jumlah atau satuan benda atau hal, orang biasanya memakai kata “satu dan bilangan lainnya”. Kata “satu” ini  dalam konteks morfologi (proses pembentukan kata) dapat diwakili dengan imbuhan awal (prefiks) se- karena salah satu makna imbuhan se- adalah satu.

Kita sering mendengar orang berujar atau menulis misalnya, satu rumah, satu pohon, satu bunga, satu payung, satu daun, satu tali, satu pisau, dll. Kelompok-kelompok kata ini bisa saja ditulis menjadi serumah, sepohon, sebunga, sepayung, sedaun, setali, sepisau.

Bentuk-bentuk serumah, sepohon, sebunga, sepayung, sedaun, setali, sepisau. Bentuk-bentuk seperti ini kurang lazim diujarkan atau ditulis. Hal yang lazim, seperti ini biasanya diujarkan atau ditulis menjadi se-buah rumah, se-batang pohon, se-tangkai bunga, se-kaki payung, se-lembar daun, se-utas tali, se-bilah pisau.

Kata buah yang bersanding dengan rumah, batang dengan pohon, tangkai dengan bunga, kaki dengan payung, lembar dengan daun, utas dengan tali, bilah dengan pisau pada contoh di atas dalam kajian kebahasaan dinamai unsur penggolong (classifier).

Unsur penggolong ini dikenal juga dengan istilah unsur penyukat. Kata penyukat adalah kata yang penghadirannnya dalam konstruksi sintaksis berada setelah kata bilangan sehingga membentuk frase bilangan. Frase bilangan berunsur penyukat ini berada di depan atau mendahului kata benda (nomina). Kata penyukat itu secara morfologis diturunkan dari kata dasar “sukat” yang diimbuhi prefiks pe-. Kata sukat itu berkategori nomina yang berarti (1) takaran, (2) ukuran. Makna sebagai takaran dan ukuran ini berkaitan erat dengan  angka atau bilangan.

Kata penggolong atau unsur penyukat seperti ini digunakan sebagai pengenal kata berkategori benda (nomina). Dalam konstruksi kalimat, unsur kata penggolong ini ditempatkan mengikuti kata berkategori bilangan (numeralia). Pada contoh sebelumnya satu atau se- menyatakan bilangan, diikuti kata penggolong buah, batang, tangkai, kaki, lembar, utas, bilah. Unsur penggolong ini, selanjut, diikuti kata benda (nomina) rumah, pohon, bunga, payung daun, tali, pisau. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutnya dengan istilah penolong bilangan. Kata “kaki” misalnya, dijelaskan sebagai penolong bilangan untuk payung (Poerwadarminta, 1986:434).

Berdasarkan pola urutan seperti ini, kita bisa merumuskan polanya “Bilangan Anu untuk Anu”. Deskripsinya, “bilangan (satu, dua, tiga, dst.)” menandai kata bilangan (numeralia), “anu” pertama unsur penggolongnya  dan “anu” kedua kata benda (nomina) yang cocok untuk kata penggolongnya. Penggunaan kata ‘anu’ secara paralel dalam konteks ini merujuk pada kecocokan (kolokatif) unsur penggolong dengan kata bendanya. Contoh, Teroris menembak dengan menggunakan “tiga pucuk senjata” laras panjang. Frase “tiga puncuk senjata” mengikuti pola, “bilangan” diikuti kata “pucuk “ (sebagai unsur penyukat). Pemakaian kata pucuk (anu) hanya cocok (kolokatif) untuk kata senjata (anu).

Pengenalan dan uraian tentang unsur penggolong atau penyukat ini penting. Hal ini menjadi penting, karena ada gejala dan kecendrungan pengguna bahasa menggunakan unsur penggolong yang sama untuk segala hal atau benda. Kalau kita cermati sekarang ada kecenderungan orang menggolongkan semua kata benda itu dengan kata “sebuah”. Misalnya, sebuah rumah, sebuah pohon, sebuah payung, sebuah pisau, sebuah senjata, dll. Pertanyaannya, bagaimana unsur penggolong itu dijelaskan secara ketatabahasaan sehingga dalam penggunaannya sungguh-sungguh terbedakan dan membedakan antara kata benda yang digolongkan.

Untuk menjawab pertanyaan dan meminimalkan kekacauan penggunaan unsur penggolong seperti ini, diperlukan pengenalan akan kelompok kata penyukat. Secara garis besar kata penyukat itu ada yang bertalian dengan manusia, hewan, dan benda-benda lainnya.

Unsur penyukat berkaitan dengan manusia, adalah kata “orang” sedangkan yang berkaitan dengan hewan atau binatang digunakan penyukat “ekor”. Dua penyukat ini relatif mudah diingat dan digunakan  asal saja pembicara atau penulis mengetahui persis apakah yang dirujuknya itu memang manusia atau hewan. Sementara itu, penyukat untuk segala sesuatu (benda) yang lain itu sangat banyak dan bervariasi. Karena begitu banyaknya, orang lalu sederhanakan bahwa penyukat untuk benda-benda selain manusia dan hewan itu digunakan saja penyukat ‘sebuah”. Tentu saja, ini cara dan pilihan yang  tidak bisa dibenarkan.

Sesungguhnya, ada banyak kata penggolong atau penyukat yang dikenal dan juga dipkai dalam tindak berbahasa. Agar penggunaan penyukat ‘sebuah’ tidak digunakan untuk segala benda, berikut daftar kata atau unsur penyukat dan kecocokan (kolokasi) penggunaannya dengan kata benda (nomina) yang mengikutinya.

PENYUKATDESKRIPSI PEMAKAIANNYA
batang:untuk pohon, rokok, atau barang lain yang berbentuk bulat panjang
belah:untuk mata, telinga, benda lain yang berpasangan
bentuk:untuk cincin, gelang, barang lain yang dapat dibengkok-bengkokkan.
bidang:untuk tanah, sawah, barang lain yang luas dan datar
biji:untuk mata, jagung, kelereng, padi
bilah:untuk pisau, pedang, benda lain yang tajam
buah:untuk buah-buahan hal lain yang ada di luar manusia dan binatang
butir:untuk kelereng, telur, benda lain yang bulat dan kecil
carik:untuk kertas
ekor:untuk hewan atau binatang
helai:untuk kertas, rambut, kain, benda lain yang tipis dan halus
keping:untuk uang logam
kerat:untuk roti, daging
kuntum:untuk bunga
laras:untuk senapan
orang:manusia
patah:untuk kata
potong:untuk baju, celana, bagian/potongan suatu barang
pucuk:untuk surat, senapan, senjata.
rumpun:untuk padi, bambu, tebu, tumbuhan lain yang berkelompok
siung:untuk bawang
tangkai:untuk bunga, pena, benda lain yang bertangkai
utas:untuk benang, tali, benda lain yang kecil panjang

Semoga penjelasan dan daftar unsur penyukat kata benda ini membantu para pembaca rubrik ini. Lebih dari itu, semoga pemakai bahasa dapat menggunakannya secara tepat sehingga tidak semua hal disukat dengan kata “sebuah”.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.