Adalah Di Mana?

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
adalah, di mana

Pemakaian  dua kata, “adalah” dan “di mana” hampir terjadi setiap hari dalam tindakan berbahasa baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.  Dua  bentuk bahasa tersebut hampir pasti muncul dalam berbagai tuturan dan tulisan pengguna bahasa.

Berikut kami kutip beberapa contoh penggunaan kata “adalah” dan frase “di mana”

  1. Paman saya adalah guru di daerah terpencil.
  2. Bapak adalah teladan bagi warga masyarakat.
  3. Santi adalah mahasiswa yang sangat terampil.
  4. Bapak gembira, di mana ia tertawa terbahak-bahak.
  5. Pencuri masuk saat di mana rumah ditinggalkan penghuninya.

Kelima data yang kami cantum ini  hanya sekadar memperlihatkan betapa penggunaan kata semakin tidak terkontrol dan dianggap sebagai hal biasa. Sedemikian biasanya dua bentuk itu digunakan, membius pembaca, seolah-olah penggunaannya tidak bermasalah dan tidak mesti dipermasalahkan.  Bagi pihak yang menekuni bahasa, penggunaan bentuk-bentuk seperti itu tetap menyembunyikan masalah. Karena menyimpan masalah, dua bentuk ini mau tidak mau diulas dalam rubrik “Fatamorgana Bahasa Indonesia” ini.

Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka kata “adalah” dikategorikan sebagai kata kerja atau verba. Sebagaimana kita ketahui, kata kerja (verba) itu dalam konstruksi sintaksis (tata kalimat) pada umumnya menduduki fungsi predikat. Karena itu, “adalah” sebagai verba menduduki fungsi penting.

Literatur seperti  Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia (Kridalaksana, 1985) misalnya, membuat distingsi kata kerja (verba) bahwa verba digolongkan menjadi dua kelompok yakni verba kopulatif dan verba ekuatif.  Verba kopulatif dimaknai sebagai  verba yang berkemungkinan dilesapkan dari satu konstruksi sintaksis. Pelesapan unsur kopulatif dimungkinkan karena pelesapan itu tidak berdampak pada perubahan konstruksi predikatif.

Kamus Latin-Indonesia (Verhoeven, 1969: 232) mencantumkan lema copula yang bermakna (1) tali, jerat; (2) pertalian, sambungan, ikatan; (3) persatuan; (4) kata kerja gabung. Bentuk dasar copula ini menurunkan  bentuk copulare (menghubungkan, menyambungkan, menggabungkan, mempersatukan, mengawinkan); copulari (berjabatan tangan); copulabilis (yang dapat digabungkan); copulatio (pertalian, penggabungan).

Secara teoretis verba kopulatif, seperti dijelaskan,  bisa saja dilesapkan.  Tiga kutipan dari enam kutipan terdahulu yang menggunaka kata “adalah” sebagai verba kopulatif dapat dilesapkan. Kata “adalah” sebagai kopulatif bisa dilesapkan sehingga yang dihasilkan tidak lain kalimat yang predikatnya bukan lagi kata kerja (verba) tetapi justru kata benda atau nomina.

Kalimat berpredikat bukan kata kerja tetapi kata benda dinamai kalimat ekuatif. Untuk istilah yang sama orang bisa menyebutnya kalimat nominal.  Kalimat ekuatif dibatasi sebagai kalimat yang baik subjek maupun predikatnya sama-sama berkategori kata benda, Tiga kalimat berikut telah menjadi kalimat ekuatif karena baik subjek maupun predikat sama-sama kata benda.

  1. Paman saya (adalah*) guru di daerah terpencil.
  2. Bapak (adalah*) teladan bagi warga masyarakat.
  3. Santi (adalah*) mahasiswa yang sangat terampil.

Penggunaan tanda bintang pada kata “adalah”  pada contoh di atas mau mengatakan kepada kita kalimat ekuatif seharusnya tanpa menggunakan kata”adalah”. Persoalan kita justru muncul ketika ada banyak  kalimat ekuatif yang masih dilengkapi “adalah”.

Merujuk pada pengertian etimologis seperti dijelaskan sebelumnya, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Moeliono, 2017) menggolongkan bentuk “adalah” sebagai verba perakit. Posisi verba perakit dalam konstruksi sintaksis mengikuti subjek sebelum  predikat nonverbal.

KBBI mencantumkan tiga arti kata “adalah” yakni (1) identik dengan, (2) bermakna sama dengan, (3) termasuk dalam kelompok atau golongan. Kata “adalah” itu biasanya dipakai dalam proses  mendefiniskan sesuatu.

Makna “adalah” yang menyatakan “identik dengan sesuatu” terlihat pada contoh (1)  Dua adalah bilangan genap; (2) Emas adalah barang berharga; (3) Gereja adalah tempat ibadah untuk orang Katolik. Pemakaian “adalah”  yang menyatakan  “sama maknanya dengan”  terlihat pada contoh (1) Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi; (2) Olah raga adalah kegiatan menyegarkan tubuh; (3) Badai adalah angin yang bertiup kencang.

Selanjutnya kita melihat contoh penggunaan “adalah” termasuk dalam kelompok atau golongan terlihat pada contoh (1) Andre adalah orang pintar; (2) Pohon pinang adalah sejenis palem; (3) Binatang komodo adalah hewan langka.

Dari berbagai ulas ini, kita bisa memastikan bahwa dalam praktik berbahasa masih ada yang menggunakan kata “adalah” dan frase “di mana”.  Penggunaannya menjadi tidak tepat kalau dipakai dalam kalimat berkategori ekuatif.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.