OPINI  

Asal-usul Manusia Manggarai (1)

Oleh Dr. Fransiskus Borgias, M.A.*

WhatsApp Image 2023 07 01 at 19.32.16

Sebagaimana kelompok masyarakat manusia pada umumnya yang hidup di dunia ini, manusia Manggarai pun, sebut saja begitu, dan yang dimaksudkan ialah semua orang yang mengaku berasal dari Manggarai, berbudaya Manggarai, hidup sebagai orang Manggarai, entah di Manggarai, maupun di diaspora, memikirkan tentang misteri teka-teki asal-usul keberadaan mereka di dunia ini.

Memang hidup manusia, di mana pun penuh dengan untaian pertanyaan-pertanyaan besar yang tidak selalu mudah dijawab, atau bahkan tidak selalu ada jawabannya yang mudah. Kita sebut saja pertanyaan seperti itu, mengikuti cara penyebutan dari para filsuf eksistensialis, pertanyaan-pertanyaan eksistensial (karena menyangkut seluruh eksistensi, keberadaan manusia).

Salah satu pertanyaan eksistensial itu ialah pertanyaan tentang dari mana kita berasal, atau jika diarahkan ke individu (personal), dari manakah aku ini berasal, mengapa aku sampai berada, kini dan di sini.

Manusia Manggarai pun (Manggaraian Man; jika saya memakai kata Man, janganlah itu dipahami sebagai Lelaki saja, melainkan dalam artian inklusif, yaitu manusia) dihantui pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti itu.

Pertanyaan eksistensial yang disinggung tadi, adalah menyangkut titik awal keberadaan hidupnya dalam dunia, dalam panggung sejarah. Sebab ada juga pertanyaan eksistensial yang terkait dengan akhir eksistensi itu: Apa itu kematian, mengapa ada kematian? Di seberang kematian itu, kita ke mana, kita jadi apa, kita berada sebagai apa? Tidak mudah menjawab pertanyaan itu.

Sebagaimana juga kelompok masyarakat manusia lain di dunia ini, berusaha “memahami” dan “menjelaskan” misteri kelam awal dan akhir tadi, manusia Manggarai pun berusaha “memahami” dan “menjelaskan” misteri kelam itu.

Menurut pakar mitologi, Joseph Champbell, manusia memiliki sebuah tingkat kecerdasan tersendiri dalam menghadapi misteri teka-teki kehidupan di dunia ini, termasuk misteri teka-teki mengenai hidupnya sendiri. Misteri yang kelam dan mencengkam itu, sejatinya bisa sangat menakutkan, mengerikan, dan melumpuhkan, justru karena tidak tersedia penjelasan verbal-rasional tentangnya.

Tetapi kata Champbell, manusia dengan kemampuan rasionya, tidak kehabisan akal. Para jenius lokal manusia di mana pun berada, berhasil menciptakan pelbagai mitologi.

Mitologi itu adalah narasi dan penjelasan “ilmiah” mengenai misteri yang tidak mudah dipahami. Teka-teki misteri itu diterangkan dengan mitologi.

Jika sains belum bisa memecahkan misteri kelam itu, maka manusia mencoba menerobosnya dengan membentuk jejaring narasi mitologi. Dan ternyata, jejaring narasi mitologi itu, bisa membawa kelegaan tersendiri dalam diri manusia.

Sedikit demi sedikit misteri kelam awal mula dan akhir itu seperti bisa “disingkapkan” bagi mereka dan dengan itu mendatangkan efek kelegaan psikologis bagi para pendengar dan pemelihara tradisi mitologis itu.

Bahkan kata Mircea Eliade, pelbagai mitos dalam mitologi itu juga dipentaskan dan dirayakan dalam ritual sehingga misteri itu seperti menjadi nyata sekarang dan di sini. Perayaan ritual mitos-mitos itu, seperti membawa efek kedekatan tertentu antara misteri awal dan akhir itu dengan hidup personal dan sosial manusia itu sendiri.

Dengan cara itu terjalinlah relasi yang sangat kuat antara ritus dan mitos. Sedemikian eratnya, sampai muncul diskusi hangat di antara para ahli, tentang mana yang duluan, ritus ataukah mitos, mitos ataukah ritus.

Saya tinggalkan diskusi itu sampai di situ saja. Semoga di lain waktu dan ruang saya bisa menguraikannya.

Saya hanya mau menambahkan bahwa di dalam bingkai pemikiran Mircea Eliade, akhirnya terbentuklah sebuah segitiga emas, antara mitos, ritus, dan simbol, yang dipahami terutama sebagai upaya penggambaran secara visual pelbagai misteri kelam dalam mitos-mitos mengenai awal mula dan tujuan akhir hidup manusia.

Mungkin ada yang bertanya, masak sih orang Manggarai secanggih itu dalam menghadapi misteri awal dan akhir hidup, misteri alpha dan omega eksistensi?

Jika ada yang bertanya begitu, saya sarankan dia untuk membaca dan mendalami koleksi agung Pater Jilis Verheijen SVD, Manggaraian Texts itu, yang terdiri atas 17-18 jilid.

Di dalam koleksi agung itu, kita bisa menemukan pelbagai mitologi yang hidup dan dirawat dalam tradisi lisan folklore manusia Manggarai, Manggaraian people.

Mitos/mitologi itu sesungguhnya ada banyak macamnya. Ada mitos tentang awal kejadian manusia. Itu dikenal dengan sebutan mitos antropogonis (Anthropos-genesis, kejadian awal manusia, lalu disingkat, antropogonis). Saya akan fokus pada mitos ini.

Ada juga mitos tentang awal-mula bumi atau bahkan alam semesta. Ini disebut mitos kosmogonis. Ada juga mitos tentang awal mula Tuhan; karena itu disebut mitos theogonis. Ada juga mitos tentang kejadian atau asal-usul tempat-tempat tertentu, dan itu disebut mitos topogonis.

Mungkin mengejutkan banyak orang, ternyata semua mitos itu dapat kita temukan dalam koleksi Manggaraian Texts, dari Pater Verheijen tadi.

Sebagaimana yang saya janjikan tadi, saya fokus pada mitos antropogonis yang hidup dalam tradisi lisan folklore orang Manggarai. Saya sudah lama berkenalan dengan koleksi ini. Pertama kali saya membaca koleksi ini di perpustakaan Seminari Kisol dulu. Tetapi saya semakin intensif membacanya ketika saya melakukan riset doktoral di ICRS Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam rangka penulisan disertasi, dengan judul “Manggaraian Myths, Ritual, and Christianity: Doing Contextual Theology in Eastern Indonesia”. Saya mendalami koleksi itu.

Paling tidak saya temukan, ada dua mitos dasar yang dikembangkan manusia Manggarai mengenai asal dan awal mula Manusia. Saya tidak sendirian dalam hal ini. Maribeth Erb kiranya menemukan hal yang kurang lebih sama dalam riset antropologisnya di Manggarai Timur yang dituangkan dalam disertasinya dan dalam sebuah buku populer, The Manggaraians.

Versi mitos antropogonis pertama, ialah teori penciptaan oleh sang Mahakuasa pada awal mula. Versi mitos kedua, ialah teori yang disebut “bengkar one mai belang, bok one mai betong.” Mungkin tidak semua orang sepakat dengan versi kedua ini. Tetapi, dengan mengikuti Erb, saya menegaskan bahwa mitos “bengkar one mai belang, bok one mai betong” ini adalah salah satu cara manusia Manggarai menjelaskan misteri awal mula.

Mitos itu dapat dikisahkan secara padat demikian: manusia pada awal mula muncul dari dalam bambu, jadi dibayangkan seperti keluarnya sejenis kumbang tertentu dari dalam bambu, lalu terbang.

Cara natural kumbang itu dipikirkan secara imajinatif sebagai penjelasan tentang misteri awal-mula, asal-muasal manusia pertama. Mereka berada sebagai pasangan, pria dan wanita. Bambu tempat asal mereka kemudian mereka tahu bisa dipakai sebagai sumber api dengan digesekkan satu sama lain.

Di sini sekaligus dikisahkan tentang awal mula manusia pertama mengenal api. Dengan itu mulailah manusia berada, hidup dan berkembang di dunia ini dan melaksanakan hidupnya.

Teknologi pertama yang mereka ketahui ialah penemuan api. Penemuan itu mendatangkan efek revolusioner yang amat besar dalam seluruh hidupnya di masa-masa yang akan datang. (Bersambung)

Editor: Redaksi Krebadia.com


*Penulis adalah dosen dan peneliti senior pada Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.