Bentuk Ringkas: Membingungkan

Bentuk Ringkas: Membingungkan

Salah satu hal yang ramai dibicarakan usai debat calon wakil presiden (cawapres) Jumat, 22 Desember 2023 terkait pertanyaan Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka kepada Calon Wakil Presiden Nomor Urut 1 Muhaimin Iskandar.

“Karena Gus Imin ini adalah ketua umum PKB, saya yakin Gus Imin paham untuk masalah ini, bagaimana langkah Gus Imin untuk menaikkan Indonesia di SGIE?” tanya Gibran ke Cak Imin.

Muhaimin mengaku kebingungan menjawab pertanyaan yang diajukan Gibran Rakabuming Raka, soal kondisi perekonomian syariah global. “Terus terang saya tidak paham SGIE itu apa?” begitu Cak Imin merespons pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

Kebingungan Imin muncul berhadapan dengan bentuk ringkas SGIE yang ternyata bentuk panjangnya State of the Global Islamic Economy. Gibran kemudian menjelaskan maksud pertanyaannya terkait SGIE.

Topik yang diangkat untuk edisi ini tidak bermaksud untuk terlibat dalam urusan capres dan cawapres. Kutipan yang dijadikan pengantar awal rubrik FBI ini sengaja dikutip karena ada persoalan yang terkait dengan bahasa. Tampak dalam kutipan tentang adanya bentuk ringkas yang ternyata berpotensi membingungkan. Cak Imin bingung ketika kepadanya disuguhkan bentuk ringkas “SGIE”.

Kami menggunakan istilah “bentuk ringkas” untuk menggantikan istilah singkatan dan kependekan yang tidak asing lagi dalam praktik berbahasa.

Buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa terbitan Grasindo, 1993, Bab ke-5) membedakan secara tegas pengertian dua istilah itu “Singkatan” dan “Akronim”. Singkatan merujuk pada tulisannya dipendekkan dengan tiga kemungkinan (a) bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih dan dilisankan, dieja per huruf secara lengkap (cm untuk sentimeter); (b) bentuk tulisannya terdiri atas satu atau lebih huruf dan dilisankan huruf demi huruf (TKW untuk Tenaga Kerja Wanita); (c) bentuk yang ringkas dengan cara melesapkan sebagian unsurnya (lab untuk laboratorium, harian untuk surat kabar harian).

Akronim merujuk pada bentuk yang dipendekkan berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau pun gabungan kombinasi huruf dan suku kata yang diperlakukan (dilisankan) seperti halnya sebuah kata. Contoh bentuk “berdikari” dikatetorikan sebagai bentuk ringkas dari bentuk panjang “berdiri di atas kaki sendiri”. Selain berbeda dalam cara melisankannya juga berbeda dilihat berdasarkan bentuk penulisannya.

Bentuk ringkas baik kependekan maupun akronim tidak akan membingungkan jika bentuk-bentuk itu diproduksi secara benar, dalam arti, pengakhirannnya mengikuti kaidah-kaidah proses perubahan dan pembentukan kata (morfologi). Ketika pembaca berhadapan dengan bentuk seperti “dansa” sebagai bentuk pendek dari bidan desa ” dan “bides” sebagai bentuk pendek untuk bidan desa” kemungkinan orang kebingungan untuk memilih mana yang benar.

Begitu pula, ketika berhadapan dengan bentuk “tomas” sebagai bentuk pendek untuk tokoh masyarakat dan “tomat” sebagai pentuk pendek hal yang sama (tokoh masyarakat) orang juga kebingungan untuk memilih yang benar. Pembaca tentu akan paham kalau pernah membaca sebuah rubrik dengan judul “bides suka dansa, tomas suka tomat” (lihat: Rampung, 2005a: 109—111).

Bentuk pendek bermakna ganda jelas membingungkan. Pertanyaannya, bentuk mana yang harus kita pilih dan apa argumentasinya? Paling kurang ada dua patokan dasar yang harus dipertimbangkan dalam menlahirkan bentuk pendek baru agar berterima yakni (1) tidak menimbulkan anomali (ketaklaziman) dan (2) bentuk pendek itu sungguh merupakan bentuk yang belum pernah ada. Kalau bentuk pendek yang diciptakan itu sudah ada dengan maknanya maka itu tidak bisa dikatakan sebagai bentuk pendek atau akronim yang baru.

Penciptaan bentuk ringkas baru harus menambah jumlah kata dan bukannnya mengulang. Kami kutipkan di sini apa yang pernah kami ulas sperti contoh berikut;

(a) Bides yang cantik itu berhasil membantu ibu yang kesulitan saat melahirkan.

(b) Dansa yang cantik itu berhasil membantu ibu yang kesulitan saat melahirkan.

(c) Tomas yang berpengaruh itu menghukum warga yang mencuri ayam.

(d) Tomat yang berpengaruh itu menghukum warga yang mencuri ayam.

Bentuk pendek “dansa” (b) dan “tomat” (d) sudah ada dalam kamus bahasa Indonesia dengan artinya masing-masing. Juga, pemakaian kata itu dalam kalimat menimbulkan asosiasi yang aneh, jangggal, tidak lazim (anomali). Oleh karena itu, dalam rangka pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia dan untuk menghindari anomali berbahasa, bentuk Bides dan Tomas lebih tepat dipakai sebagai akronim baru. Dengan ini, kebingungan pembaca diminimalisasi dan bahasa kita diperkaya.

Bentuk-bentuk pendek dalam dunia bahasa disebut Abreviasi. Istilah Abreviasi adalah, proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf (Kridalaksana, 1993:1).

Ada sejumlah pola yang dipakai sebagai panduan dalam rangka mengkreasi bentuk ringkas baru yang dapat diterima berdasarkan kaidah yang berlaku. Pola-pola itu secara lengkap diuraikan dalam “Abreviasi dan Doa Media” (Rampung, 2005b: 5—21) atau bisa dibaca pada link berikut

Topik FBI ini pada dasarnya mau mengingatkan agar dalam menciptakan bentuk ringkas hendaknya mempertimbangan dimensi kelaziman bentuk yang dihasilkan (terutama jika akan digunakan dalam konteks kalimat) dan menghindari pengulangan bentuk ringkas yang sama (duplikasi) dengan makna yang berbeda.

Bentuk ringkas untuk Kabupaten Mangggarai Barat, misalnya, pada awalnya orang gunakan bentuk pendek KMB. Bentuk KMB ini tentu saja harus dihindari karena secara historis bentuk KMB itu merujuk pada bentuk panjang Konferensi Meja Bundar. Itulah sebabnya dulu kami merekomendari bentuk ringkas Mabar.

Penggunaan bentuk ringkas dewasa ini terkesan tidak terkendali dan tidak mengikuti pola yang ditetapkan. Hal ini sejalan dengan perkembangan sosial media. Karena itu, tentu kita siap untuk menghadapi berbagai kebingungan karena adanya bentuk ringkas baru dengan duplikasi makna yang juga tidak kalah membingungan.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.