Di Suatu Masa Ketika Budak Dikembangbiakkan Seperti Ternak

Bagaimana seorang Afrika bernama Pata Seca dipelihara sebagai budak pembibit dan pembibit budak sehingga menghasilkan 249 anak demi kepentingan tuannya. Kebiadaban di Brasil awal abad 19.

Avatar of Redaksi Krebadia
Pata Seca alias Roque Jośe Florêncio diperbudak sebagai pembiak budak, menghasilkan 249 anak, mencapai usia 130 tahun. (Foto: Twitter)
Pata Seca alias Roque Jośe Florêncio diperbudak sebagai pembiak budak, menghasilkan 249 anak, mencapai usia 130 tahun. (Foto: Twitter)

Krebadia.com — Salah satu kenangan paling menakutkan tentang penderitaan orang-orang Afrika yang diperbudak di Brasil seakan terangkum dalam kisah Pata Seca.

Pata Seca, dikenal juga dengan nama Roque José Florêncio, adalah seorang Afrika yang diperbudak di Brasil.

Kehidupan tragisnya berkisar pada perannya sebagai pembibit, menghasilan 249 anak untuk tuannya. Ia dikhususkan sebagai pembiak untuk menghasilkan keturunan budak yang unggul secara fisik.

Artikel ini diramu dari berbagai sumber, terutama laporan Uzonna Anele untuk situs berita talkafricana.com edisi 14 Juni 2023.

Keluarga Pata Seca, budak yang memiliki 249 anak dan meninggal pada usia 130 tahun di São Carlos, ingin menjaga sejarah tokoh keluarga mereka. (Foto: Ely Venancio/EPTV)
Keluarga Pata Seca, budak yang memiliki 249 anak dan meninggal pada usia 130 tahun di São Carlos, ingin menjaga sejarah tokoh keluarga mereka. (Foto: Ely Venancio/EPTV)

Pata Seca Ditangkap dan Diperbudak

Pata Seca adalah keturunan Afrika yang lahir pada 1828 di Sorocaba, São Paulo, Brasil. Dia ditangkap dan diperbudak oleh seorang pemilik tanah bernama Joaquim José de Oliveira.

Dengan tinggi mencapai 7’2″ atau 2,18 meter yang meyakinkan, Pata Seca dianggap sebagai cikal bakal sempurna untuk peran pembibit budak.

Pata Seca dipilih khusus untuk berhubungan seks dengan banyak budak perempuan, dengan tujuan menghasilkan tenaga kerja yang kuat dengan sifat genetik yang menguntungkan tuannya.

Dengan demikian, kehidupan Pata Seca yang paling privat yaitu seksualitasnya dikendalikan oleh keinginan pemiliknya. Ia secara teliti diperiksa kesehatannya, diberi makan yang baik, dan seperti hewan ternak diperlakukan sebagai pembibit: kapan harus kawin dengan “betina” yang mana.

Jumlah wanita yang ia setubuhi dan berapa kali ia melakukan pembiakan semasa perbudakannya tidak diketahui pasti. Namun, diperkirakan Pata Seca telah menjadi ayah biologis dari 249 anak. Sebagian besar dilahirkan oleh wanita yang diperbudak dan ditugaskan kepadanya, sedangkan yang lain adalah hasil dari hubungannya dengan wanita merdeka.

Oleh karena berayah biologis budak maka 249 anak itu pun menjalani  kehidupan sebagai budak. Beberapa di antaranya dijual untuk keuntungan si tuan, dan yang lain bekerja di perkebunan si tuan.

Selain bertugas sebagai pembibit, Pata Seca bertanggung jawab merawat kuda  milik tuannya.

Pata Seca juga dipercaya mengantar surat antara peternakan dan kota.

budak
Cucu perempuan dan cucu buyut dari Pata Seca.

Pata Seca Setelah Dibebaskan

Berkat prestasinya menghasilkan sejumlah besar keturunan untuk pemiliknya, Pata Seca mendapat perlakuan lumayan menguntungkan.

Pata Seca diberi hak istimewa dan bahkan menerima sebidang tanah dari tuannya ketika perbudakan dihapuskan di Brasil pada 1888.

Setelah memperoleh kebebasannya, Pata Seca menemukan cintanya, seorang perempuan bernama Palmira yang kemudian dia nikahi.

Pasutri Pata Seca dan Palmira diberkati dengan sembilan anak, sehingga bisa membentuk dasar bagi keluarga mereka sendiri.

Di tanah yang diberikan kepadanya oleh mantan tuannya, Pata Seca mengabdikan diri membangun kehidupan baru bagi orang-orang yang dicintainya.

Menjalani peran sebagai petani, Pata Seca memiliki dan menjalankan “Sítio Pata Seca”, peternakan miliknya sendiri.

Di peternakannya Pata Seca bekerja tanpa henti dalam produksi dan penjualan rapadura, bentuk padat gula tebu mentah.

Meskipun tidak berkelimpahan, Pata Seca menggunakan pendapatannya untuk memberi nafkah keluarganya, merawat kesehatan mereka, dan menumbuhkan impian-impian masa depan yang lebih cerah

WhatsApp Image 2023 07 27 at 19.59.01
Davi, cicit dari Pata Seca (Foto: globo.com)

Keuletan Palmira Istri Pata Seca

Palmira, pasangan Pata Seca, adalah seorang wanita luar biasa yang membagikan keinginannya akan kebebasan.

Palmira menunjukkan ketahanan dan keberanian. Palmira mendukung suaminya sepanjang perjuangan mereka untuk mendapat hak-hak sebagai manusia.

Dengan pengetahuan yang luas tentang tanaman obat, Palmira bertugas sebagai penyembuh yang terampil di quilombo.

Palmira sering merawat orang-orang yang terluka dan sakit.

Bersama-sama, Pata Seca dan Palmira dengan berani menghadapi pasukan kolonial, membela wilayah mereka.

WhatsApp Image 2023 07 27 at 20.01.37
Akta kematian Roque José Florêncio, nama resmi dari Pata Seca.

Pata Seca Capai Umur 130 Tahun

Tak disangka tak dinyana, tragedi menimpa kehidupan Pata Seca.

Suatu pagi, secara tidak sengaja, Pata Seca menginjak paku. Cedera yang diakibatkan menyebabkan tetanus.

Meskipun telah menerima perawatan awal lewat penyembuh lokal, kondisi Pata Seca memburuk dengan cepat.

Akhirnya, Pata Seca meninggal Februari 1958 pada usia 130 tahun.

Pata Seca meninggal hanya tiga bulan setelah ia ikut ambil bagian dalam parade ulang tahun kota sebagai orang tertua di wilayah tersebut.

WhatsApp Image 2023 07 27 at 20.02.30
Pata Seca yang dijuluki “Kaki Kering” mampu berjalan di atas tanah yang terbakar tanpa gentar.

Kepahlawanan Pata Seca

Pata Seca dijuluki “Kaki Kering”. Julukan ini memiliki berbagai arti. Mungkin berasal dari kondisi kaki atau kemampuan Pata Seca berjalan di atas tanah yang terbakar tanpa gentar.

Julukan itu juga menandakan sifat sulit ditangkapnya Pata Seca ketika melarikan diri dari penjara.

Meskipun menghadapi kesulitan perbudakan, Pata Seca sangat peduli terhadap anak-anaknya.

Pata Seca mengajarkan anak-anaknya membaca, bertempur, dan bertahan hidup.

Banyak keturunannya mengikuti jejaknya, menjadi pemimpin di quilombo atau bergabung dalam perjuangan melawan perbudakan.

Keturunannya dapat ditemukan di seluruh Brasil.

Setiap tahun, pada 13 Juni, hari meninggalnya, Pata Seca selalu dikenang dengan penuh takjub teristimewa oleh keturunannya dan keturunan Afrika umumnya.

Pata Seca adalah simbol ketahanan dan perlawanan dalam sejarah Brasil.

Pata Seca memberontak melawan pemilik perkebunan, memimpin pemberontakan budak, dan mencari perlindungan di quilombo.

Keberaniannya menjadikan Pata Seca sosok pahlawan yang abadi, terutama untuk keturunan para mantan budak Afrika di Brasil.

Di sisi lain, kehidupan Pata Seca menjadi kenangan menakutkan tentang penderitaan yang dialami orang-orang Afrika yang diperbudak di negeri berbahasa Portugis itu.

Meskipun menghadapi kesulitan yang tak terperikan, Pata Seca mewarisi sesuatu yang bermakna. Kisah hidupnya merupakan bukti betapa kuat dan bertahannya mereka pada babak-babak kelam dalam salah satu sejarah kebiadaban manusia.

 

EDITOR: Redaksi Krebadia.com