Konjungsi Ganda

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
Konjungsi Ganda, konjungsi antarkalimat

Salah satu masalah yang pernah kami ulas melalui kolom FBI ini bertalian dengan penggunaan sinonim mubazir.  Kemubaziran itu ditandai dengan adanya kata-kata yang bermakna hampir sama dalam satu konstruksi kalimat.

Penggunaan kata “bertujuan” dan “untuk”  dalam kalimat “Kegiatan lokakarya jurnalistik itu bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam bidang jurnalistik”, tergolong mubazir karena “bertujuan” dan “untuk” bermakna hampir sama.

Kolom FBI edisi ini menurunkan ulasan terkait penggunaan “konjungsi ganda” dalam mengonstruksi sebuah kalimat.

Topik ini tergolong penting karena penggunaan konjungsi ganda berdampak pada kebakuan dan keberterimaan sebuah kalimat dalam berbahasa umumnya dan dalam berbahasa tulis khususnya.

Secara teoretis ada yang menggolongkan konjungsi itu menjadi empat, yakni konjungsi koordinatif, korelatif, subordinatif, dan konjungsi antarkalimat.

Pertama, konjungsi koordinatif. Konjungsi ini umumnya dipakai untuk menghubungkan dua atau lebih unsur yang sama pentingnya atau berstatus sintaksis yang sama. Konjungsi koordinatif masing-masing menjadi penanda hubungan penambahan, pemilihan, perlawanan, pertentangan, penyertaan, dan penjumlahan. Penggunaan bentuk seperti: dan, atau, melainkan, padahal, serta, sedangkan,  tetapi, dan/atau menjadi penciri konjungsi koordinatif. Penggunaan konjungsi koordinatif menghadirkan kalimat majemuk setara.

Kedua, konjungsi korelatif. Konjungsi ini umumnya berfungsi menghubungkan dua kata, frasa, klausa yang berstatus sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif ini dalam praktik berbahasa atau realisasinya tampak dalam dua bagian yang terpisah, tetapi kedua bagian itu menjadi pasangan yang tetap dan tidak bisa dipertukarkan. Karena itu, ada yang menyebutkan kata berpasangan. Contohnya pada pasangan kata: baik…maupun; tidak hanya…tetapi juga;  bukan hanya… melainkan juga; demikian…sehingga; sedemikian rupa…sehingga; entah…etah; jangankan…pun; memang…. tetapi; satu pihak…. lain pihak.

Ketiga, konjungsi subordinatif. Konjungsi ini berfungsi menghubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki status berbeda. Konjungsi jenis ini menghubungkan klausa utama dengan klausa bawahan. Dalam kajian sintaksis (tata kalimat) konjungsi subordinatif ditemukan dalam konstruksi kalimat majemuk bertingkat. Dalam konteks kalimat majemuk bertingkat inilah dikenal apa yang disebut klausa utama (induk kalimat) dan klausa bawahan (anak kalimat). Kehadiran bentuk  seperti: sejak, semenjak, sedari, jika, bila, agar, seakan-akan, sebab, sehingga, dengan, bahwa, menjadi penanda adanya kalimat majemuk bertingkat.

Keempat, konjungsi antarkalimat. Konjungsi ini umumnya digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dalam satuan bahasa yang lebih luas, misalnya kalimat-kalimat untuk pembentukan sebuah paragaraf. Konjungsi jenis ini digunakan sebagai unsur yang menjamin kohesi paragraf. Bahkan, konjungsi antarkalimat ini bisa dijadikan sebagai unsur transisi dalam paragraf. Konjungsi antarkalimat dapat dikenali dengan penggunaan frasa: biarpun demikian, sekalipun demikian, sungguhpun demikian, sebaliknya, tetapi, sebelum itu, selanjutnya.

Kehadiran berbagai bentuk konjungsi ini memberikan pengguna bahasa peluang untuk menggunakannya secara tidak tepat. Salah satu kemungkinan penggunaan yang tidak tepat itu berupa penggunaan unsur konjungsi ganda. Konjungsi ganda itu misalnya “meskipun, tetapi”; “walaupun, namun”; “setelah, maka” seperti terbaca pada kalimat (1) s.d. (6) berikut ini.

  1. Meskipun ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan pembelajaran berjalan terus.
  2. Meskipun melanggar etika, tetapi keputusan MK tidak bisa dibatalkan.
  3. Walaupun keringat membasahi badannya, namun ia terus bekerja.
  4. Walaupun dia belajar siang-malam, namun hasil ujiannya belum memuaskan.
  5. Setelah bersusah-susah berjalan, maka mereka tiba juga di puncak gunung.
  6. Setelah berhasil masuk parlemen, maka semua janji saat kampanye dilupakan.

Keenam kalimat di atas sesungguhnya merupakan konstruksi yang salah karena setiap kalimat menggunakan konjungsi ganda. Cara untuk menjadikan semuanya menjadi konstruksi yang benar cukup dengan menghilangkan konjungsi kedua pada setiap kalimat yakni konjungsi “tetapi”, “namun”, “maka”.  Dengan demikian, kita dapati kalimat (1a) s.d. (6a) berikut.

(1a) Meskipun ruang sedang diperbaiki, kegiatan pembelajaran berjalan terus.
(2a) Meskipun melanggar etika, keputusan MK tidak bisa dibatalkan.
(3a) Walaupun keringat membasahi badannya, ia terus bekerja.
(4a) Walaupun dia belajar siang-malam, hasil ujiannya belum memuaskan.
(5a) Setelah bersusah-suasah berjalan, mereka tiba juga di puncak gunung.
(6a) Setelah berhasil masuk parlemen, semua janji saat kampanye dilupakan.

Semua kalimat (1a) s.d. (6a) tergolong kalimat majemuk yang semuanya terbentuk dari dua klausa. Konstruksi dengan dua klausa ini menjadikan semunya terkategorikan sebagai kalimat majemuk. Kedudukan setiap klausa pada setiap kalimat juga tidak sama. Ada yang menjadi klausa utama (induk) yang menjadi induk kalimat dan ada klausa bawahan (anak) yang menjadi anak kalimat.

Kalimat (1a) s.d.(6a) masing-masing membuat induk kalimat menempati posisi di belakang atau mengikuti anak kalimat. Klausa induk setiap kalimat itu adalah (1) kegiatan pembelajaran berjalan terus, (2) keputusan MK tidak bisa dibatalkan, (3) ia terus bekerja, (4) hasil ujiannya belum memuaskan, (5) mereka tiba juga di puncak gunung, dan (6) semua janji saat kampanye dilupakan.

Dilihat berdasarkan  posisi klausa, semua kalimat itu tergolong kalimat dengan pola inversi karena anak kalimatnya mendahului induk kalimat. Penanda untuk ini terlihat dengan penggunaan tanda baca koma (,) setelah klausa anak (bawahan). Pola yang normal untuk kalimat majemuk bertingkat seperti ini tampak pada kalimat (1b) s.d. (6b) berikut.

(1b) Kegiatan pembelajaran berjalan terus meskipun ruang sedang diperbaiki.
(2b) Keputusan MK tidak bisa dibatalkan meskipun melanggar etika.
(3b) Ia terus bekerja walaupun keringat membasahi badannya.
(4b) Hasil ujiannya belum memuaskan walaupun dia belajar siang-malam.
(5b) Mereka tiba juga di puncak gunung setelah bersusah-susah berjalan.
(6b) Semua janji saat kampanye dilupakan setelah berhasil masuk parlemen.

Pada pola kalimat yang disusun normal seperti (1b) s.d. (6b) ini, tanda baca koma (,) tidak dipakai karena induk kalimat mendahului anak kalimat. Semuanya itu tergolong kalimat baku karena tidak memuat konjungsi ganda.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.