Kosong, Garing, Strep

WhatsApp Image 2023 09 01 at 21.52.45

Melalui ulasan  rubrik “Fatamorgana Bahasa Indonesia” (FBI) sebelumnya telah diulas tentang nomor dan lampiran surat yang dinyatakan dengan tanda hubung. Selain itu, diulas tentang penulisan alamat orang atau pihak yang ditujukan dalam frasa “di tempat”.

Rubrik FBI edisi ini masih mengulas bagian nomor surat yang tertulis lengkap tetapi dibacakan atau dilafalkan secara tidak tepat. Kami mengutip satu contoh nomor surat yang dibacakan seseorang.  Nomor surat yang dibacakan itu adalah No. 03/USP/KP-04/RK/07/2023.

Ketika nomor surat ini dibacakan terdengar bunyi ujaran [nomor kosong tiga, garing, uespe, garing kape strep datar kosong empat, garing, erka, garing,  kosong tujuh, dua ribu dua puluh tiga].  Kita mencermati ucapan kosong tiga, kosong empat, dan kosong tujuh untuk (03, 04, 07); garing untuk (/); strep datar untuk (- pada KP-04). Penyebutan kosong tiga, kosong empat, kosong tujuh untuk (03, 04, dan 07) tentu saja tidak tepat karena di depan angkan 3, 4, dan 7 ada bilangannya (angka) yang dikenal dengan nama bilangan nol.

Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), memberikan kita pedoman tentang penulisan Angka dan Bilangan.  Buku pedoman tersebut menjelaskan penamaan Angka dan Bilangan serta aturan penggunaannya dalam praktik berbahasa tulis.

Nama angka yang dikenal adalah angka Arab dan angka Romawi yang dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Angka Arab  (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9) dan Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X). Secara umum angka itu didefinisikan sebagai lambangan bilangan.

Menurut KBBI, bilangan adalah  satuan dalam sistem matematis yang abstrak dan dapat diunitkan, ditambah, dikalikan. Bilangan itu juga berarti angka yang digunakan mewakili  kuantitas suatu hal, baik berupa benda maupun orang. Dunia matematika mengenal sepuluh jenis bilangan yakni bilangan asli, nol, cacah, bulat, pecahan, rasional, irasional, real, imajiner, dan bilangan kompleks. Uraian tentang sembilan jenis bilangan itu tidak akan diulas lebih lanjut selain bilangan nol yang relevan dengan ulasan ini.  Bilangan nol atau zero numeral merupakan bilangan yang dipakai untuk menyatakan sesuatu itu tidak berisi atau kosong. Nol itu bilangan yang bermakna kosong tetapi nol tidak identik dengan kosong. Dalam nomor surat bilangan nol itu dinyatakan atau ditulis.

Merujuk pada penjelasan ini, penulisan angka 0  (nol) di depan angka lain (seperti 03, 04, 07) tidak ditemukan dalam pedoman penulisan angka dan bilangan. Penulisan seperti itu menyalahi kaidah walaupun banyak ditemukan dalam praktik berbahasa tulis. Tentu saja berbeda, kalau di antara angka nol dan angka lainnya disisipkan tanda koma (,) yang menyatakan bilangan desimal (0,3, 0,4, 0,7). Karena nol (0)  itu termasuk bilangan yang ada dan tampak dalam tulisan, tidak tepat kalau dibacakan atau dilafalkan sebagai kosong. Hal serupa sering kita dengar ketika orang diminta nomor kontak  telepon genggamnya diujarkan.

Nomor kontak 082 146 770 720 (kemungkinan dilafalkan (a) kosong delapan dua, satu empat enam, tujuh tujuh kosong, tujuh dua kosong; (b) nol delapan dua, satu empat enam, tujuh tujuh nol, tujuh dua nol. Merujuk pada penjelasan tadi, pelafalan yang benar adalah nol delapan dua, satu empat enam, tujuh tujuh nol, tujuh dua nol.

Penyebutan “garing” untuk bentuk panjang garis miring (/) saat membacakan nomor surat bisa dipastikan benar karena buku PUEBI mengenal tanda baca “garis miring”  serta kaidah penggunaanya dalam praktik berbahasa tulis. Dalam konteks kaidah, pemakaian  tanda baca garis miring itu adalah (1) dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim (Misalnya: Nomor: 7/PK/II/2013; tahun akademik 2022/2023), (2) dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, setiap, (3) dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain (Misalnya:  Dia sedang menyelesaikan /h/utangnya di bank.

Pelafalan “strep datar”  untuk tanda baca (-) jelas-jelas tidak ada dalam kaidah tanda baca. Buku PUEBI tidak mengenal tanda baca “strep datar”.  Selain frasa “strep datar” pembaca juga sering menyebutnya “garis datar” untuk dipadankan dengan garis miring (garing). Seandainya ada tanda baca “garis datar” maka bentuk akronim yang berpadanan dengan garing (garis miring) adalah gatar (garis datar).  Sayangnya, pedoman tidak mengenal tanda baca “strep datar” atau “garis datar”.

Tanda baca yang dirujuk PUEBI dalam konteks nomor surat tadi sesungguhnya tanda hubung (-). Sebagai salah satu tanda baca, tanda hubung (-) digunakan dengan tujuh  ketentuan (1) dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris; (2)  dipakai untuk menyambung unsur kata ulang; (3) dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu;  (4) dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan; (5) Tanda hubung dipakai untuk merangkai (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (b) ke- dengan angka (peringkat ke-2); (c) angka dengan –an (tahun 1950-an); (d) kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital, (e)  kata dengan kata (f)huruf dan angka, dan  (g) kata ganti -ku, -mu, dan –nya;  (6)  dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing; dan (7) dipakai  untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan. (bdk. Ulasan tentang “Tanda Hubung dan tanda Pisah” sebelumnya).

Jelaslah bagi kita, bahwa penyebutan “kosong” untuk bilangan “nol” tidak tepat dan pemakaian frasa “strep datar” sebagai padanan “garis miring” itu tidak tepat, tidak sejalan dengan kaidah. Kata “kosong” haruslah dilafalkan “nol”  dan “strep datar” diganti dengan frasa “tanda hubung”.  Jika tanda “garis miring” diakronimkan menjadi “garing” maka kami menganjurkan akronim padanannya tahub (tanda hubung). Sengaja kami tidak mengakronimkannnya dengan “tahu” atau “tabung” (tanda hubung) karena kata “tahu” dan “tabung” sudah memiliki makna dalam kamus. Demi pertimbangan pemerkayaan jumlah akronim kami menggunakan tahub untuk (tanda hubung).

Dengan demikian nomor surat yang dibacakan sebelum No. 03/USP/KP-04/RK/07/2023, jika dibacakan secara tepat dalam konteks ulasan ini mestinya dibaca atau dilafalkan menjadi [nomor nol tiga, garing, uespe, garing kape tahub nol empat, garing, erka, garing,  nol tujuh, dua ribu dua puluh tiga]. Lebih tepat lagi angka nol di depannya dihilangkan saja sehingga dilafalkan sebagai [nomor tiga, garing, uespe, garing kape tahub empat, garing, erka, garing,  tujuh, dua ribu dua puluh tiga].

EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakanBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.