Wisata Jurnalistik di Thailand (5): LGBTQ Seperti Kathoey adalah Karma di Negeri Gajah Putih

Avatar of Etgal Putra
WhatsApp Image 2023 06 18 at 14.50.38
Kathoey adalah pemandangan lazim di Thailand. Mereka dapat dijumpai di mana saja, terutama di dua kota. Bangkok dan Pattaya (Thaiger)

Setelah berkeliling di area Walking Street dan mampir di lapak ganja, saya dan istri Indah Jemidin memutuskan untuk berjalan menyusuri Pantai Pattaya.

Saat itu sudah pukul 21.00 waktu Bangkok. Pesisir pantai sudah mulai ramai dikunjungi banyak orang.

Kami berdua sengaja berkaki pulang ke hotel karena satu alasan. Penasaran melihat Kathoey.

Kathoey adalah istilah untuk menyebut waria atau ladyboy.

Istilah ini berasal dari bahasa Khmer dan punya arti anak laki-laki yang juga (seperti) wanita.

Kathoey adalah pemandangan lazim di Thailand. Mereka dapat dijumpai di mana saja, terutama di dua kota. Bangkok dan Pattaya.

Tentang kathoey, saya sudah pernah bertanya soal pada Arun, tour guide kami.

“Kalau mau lihat ladyboy, jalan aja di pantai. Banyak mereka mangkal di situ,” kata Arun.

“Aman di sana?” saya sedikit ragu.

“Kalian tidak akan diganggu. Mereka carinya orang Timur Tengah, duitnya banyak.”

Ada dua wanita berdiri di bawah sebuah pohon kelapa.

Saya dan istri penasaran untuk melihat lebih dekat sekaligus membuktikan perkataan Arun.

Kami berdua sengaja berjalan mendekat.

Mereka terlihat seperti wanita tulen. Pakai mini skirt dan tanktop.

Make up yang dipakai juga rapi, tidak berlebihan dan tampak natural.

Saat lewat di depan mereka, kami berdua melempar senyum. Dua kathoey tadi membalas senyum kami.

Sawadee khrap,” saya menyapa.

Sawadee khraaap,” balas mereka.

Terdengar jelas huruf “a” yang diperpanjang dalam kata “khrap” yang diucapkan mereka. “Sawadee khrap” sepadan dengan “Halo”.

Fix, ini kathoey.

Soal salam sapa, Arun pernah menjelaskan ini saat kami pertama kali tiba di Bangkok.

“Kalau laki, bilangnya sawadee khrap. Pakai “er”. Kalau perempuan, bilangnya sawadee khap. Tidak pakai “er”. Kalau ada perempuan pakai “er”, berarti ada b*t*ngnya,” jelas Arun.

Kembali ke dua kathoey tadi.

Setelah mengucapkan salam, mereka langsung mengabaikan kami berdua.

Tidak ada kalimat lain yang mereka ucapkan.

Ini beda jauh dengan keadaan di Walking Street.

Di sana para pekerja seks berlomba-lomba menawarkan promo dan layanan mereka pada kami berdua.

Kami lanjut berjalan, di belakang kami terdengar mereka kembali menyapa.

Kami berdua menoleh. Ada seorang turis keturunan arab yang menghampiri mereka berdua.

Dua kathoey tadi langsung bersikap manis. Mereka bertiga tampak asyik ngobrol.

Entah apa yang mereka bahas.

Benar kata Arun. Fokus kathoey hanya untuk turis Timur Tengah dan turis bule saja.

 

Riwayat LGBTQ di Thailand

Homoseksualitas telah didokumentasikan di Thailand sejak periode Ayutthaya (1351 hingga 1767).

Samutthakhot Kham Chan‘ (สมุทรโฆษคำฉันท์ ), literatur Thailand dari zaman Ayuttaya, menyebutkan hubungan lesbian antara selir yang tinggal di istana kerajaan.

Dalam puisi itu, penulis menulis tentang para selir yang tidur bersama, beberapa dari mereka memperlihatkan payudaranya, beberapa dari mereka saling berpelukan dalam tidurnya.

Hukum kerajaan menyatakan bahwa jika selir bertindak atau memperlakukan satu sama lain sebagai kekasih, mereka akan dicambuk 50 kali.

Pangeran Kraison, putra dari Raja Rama I, membentuk sebuah kelompok teater yang semua anggotanya laki-laki.

Grup teater Pangeran Kraison dikenal paling mewah di zamannya.

Semua pakaian dan perhiasan mahal diberikan oleh Pangeran Kraison untuk semua aktor.

Para aktor ini biasanya harus berpakaian seperti wanita saat tampil dan dengan dukungan dari Pangeran Kraison, mereka juga berpakaian seperti wanita di acara publik seperti festival Loi Krathong.

Pangeran Kraison tidak pernah berusaha menutupi seksualitas dan kesukaannya.

Pangeran ini tanpa malu-malu menghabiskan malam bersama para aktor di rumah mereka, bukan di istananya.

Ini sangat tidak biasa untuk posisinya sebagai seorang pangeran.

Perilaku Pangeran Kraison yang tidak biasa ini mengarah pada penyelidikan di mana para aktor akhirnya mengaku melakukan hubungan seksual sejenis.

WhatsApp Image 2023 06 18 at 14.51.23
Kathoey adalah pemandangan lazim di Thailand. Mereka dapat dijumpai di mana saja, terutama di dua kota. Bangkok dan Pattaya. (twitter)

LGBT Thailand Saat Ini

Transgender atau waria memang sempat tidak diakui oleh masyarakat Thailand hingga akhir tahun 1950-an.

Pada masanya, hal tersebut merupakan aib bagi keluarga.

Arun juga pernah bercerita soal beratnya hidup seorang transgender.

“Dulu ada yang cerita. Ada tetangga yang jadi kathoey lalu diusir dari kampung. Katanya lari ke Bangkok. Sampai sekarang belum pulang. Saya juga tidak tahu mukanya seperti apa. Saya masih kecil waktu itu.”

Seiring waktu, kaum kathoey mulai diterima di masyarakat.

Kini komunitas transgender di Thailand berkembang dan makin kuat.

Komunitas transgender Thailand juga menyambut transgender yang dikucilkan di negara lain.

Transgender kini dianggap sebagai salah satu budaya di Thailand.

Jumlah transgender di Thailand diperkirakan mencapai 300 ribuan orang.

Angka tersebut bisa lebih tinggi karena belum semuanya masuk ke dalam data.

Sebagai gambaran, ada 18 jenis gender di Thailand.

Semuanya dikategorikan sesuai perilaku dan orientasi seksual mereka.

1. Pria normal: pria normal yang menyukai wanita.

2. Adam: pria yang menyukai Tom (wanita yang berpakaian seperti pria dan menyukai wanita).

3. Bi: orang yang tertarik dengan gender wanita atau pria atau biseksual.

4. Tom: wanita yang berpakaian seperti pria, kadang berperilaku seperti pria, dan menyukai wanita.

5. Dee: wanita yang menyukai wanita maskulin atau Tom.

6. Boat: pria yang menyukai wanita, gay king, dan gay queen tapi tidak menyukai ladyboy.

7. Gay King: pria maskulin yang menyukai pria.

8. Gay Queen: pria feminin yang menyukai pria.

9. Ladyboy: pria yang ingin menjadi wanita dengan melakukan operasi transgender.

10. Angee: ladyboy yang menyukai Tom.

11. Lesbian: wanita yang menyukai wanita.

12. Cherry: wanita yang menyukai gay dan ladyboy.

13. Wanita normal: wanita yang menyukai pria.

14. Tom Gay: Tom yang menyukai wanita, Tom, dan Dee.

15. Tom Gay King: Tom maskulin yang menyukai Tom lainnya.

16. Tom Gay Queen: Tom feminin yang menyukai Tom lainnya.

17. Tom Gay Two Way: Tom yang bisa menjadi seorang Tom Gay King atau Tom Gay Queen.

18. Samyaan: wanita yang menyukai Tom, lesbian, dan wanita, serta bisa menjadi salah satu di antara mereka.

Jadi Waria adalah Karma

Banyaknya transgender di Thailand terjadi karena berbagai faktor.

Mulai dari kebiasaan, budaya, hingga kepercayaan.

Sebagian besar masyarakat Thailand menganut kepercayaan Buddha.

Dalam kepercayaan Buddha yang percaya akan reinkarnasi atau kelahiran kembali, menjadi transgender disebut sebagai salah satu hal untuk menebus dosa masa lalu.

Saya pernah berdiskusi dengan Arun soal karma. Saya bertanya karena saya adalah penganut Katolik.

Agama Katolik tidak mengajarkan soal karma.

“Orang Thai percaya ada karma dalam hidup. Hidup yang sekarang adalah ujian. Kalau baik nanti masuk surga. Kalau jahat, nanti lahir lagi jadi ulat, jadi ikan, jadi kathoey bisa juga,” kata Arun.

Seseorang yang bereinkarnasi bisa berubah menjadi gender apa pun.

Setiap individu bisa saja menjadi transgender dalam satu atau kehidupannya yang lain.

Oleh sebab itu, mengubah jenis kelamin atau transgender bukan merupakan suatu penyimpangan, melainkan takdir bagi sebagian orang.

Pada umumnya orang Thailand percaya bahwa kathoey adalah orang berdosa, yang ingin menebus dosa-dosa mereka.

Sehingga, mereka perlu melakukan hal-hal baik di kehidupan keduanya.

Masyarakat Thailand menganggap kathoey atau transgender di kelas kedua karena dianggap telah melakukan dosa di kehidupan sebelumnya dan berusaha untuk menebus dosa-dosanya.

“Kalau jadi pengikut Buddha, paling utama adalah cinta sesama, cinta alam dan isinya. Mereka dipercaya jadi seperti itu karena dosa. Kami percaya punya takdir masing-masing,” kata Arun. (Bersambung)