Menangkap Pesan-Pesan Seni Dalam Gelora Feminisme

Sebuah kilas pandang dalam sejarah

Avatar of Herdiana Randut
feminisme, perempuan

Ditulis oleh Sr. Herdiana Randut, SSpS 

Dalam setiap budaya di mana pun di dunia, perempuan selalu inheren dengan keindahan, kecantikan, kehalusan, harmoni. Singkatnya, perempuan identik dengan seni.

Tentu banyak penjelasan tentang hal ini. Ada yang mengatakan memang itulah kodrat seorang perempuan. Ada lagi yang menyebut bahwa karena perempuan memiliki rahim maka segala kebaikan dan keindahan pasti mengalir dari atribut berkaitan dengan ke-rahim-an-nya. Ada yang mengatakan perempuan itu adalah ibu dan mama. Maka adakah kekerasan datang dari keibuan? Tidak ada. Dari seorang ibu, betapapun keras suara dan perilakunya, selalu mengalir cinta dan kasih sayang. Dari dua hal ini lahirlah seni dan keindahan sebagai anak kandungnya. 

Tulisan ini tidak bermaksud mengurai pelbagai tanggapan dan persepsi itu tapi lebih kepada penelisikan bagaimana seni sebagai ekspresi pikiran, keindahan, cinta dan kasih sayang sangat menguat bahkan menjiwai gerakan dan gelora feminisme. 

Perbedaan Kodrat

Pada tempat pertama harus diakui laki-laki dan perempuan secara biologis,  berbeda. Bahkan di beberapa kebudayaan, perbedaan begitu ditonjolkan sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan-ketidakseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan. 

Kita dapat menyaksikan ketidakseimbangan ini secara kasatmata. Dominasi  laki-laki masih banyak dibandingkan perempuan di berbagai aspek bahkan lapisan masyarakat. Laki-laki dengan ciri-ciri biologisnya senantiasa ditonjolkan dengan orientasi instrumental seperti aktif, pelindung, pemimpin, dan pekerja keras. Sedangkan perempuan lebih kepada orientasi emosional dan fisik seperti lemah lembut, pemberi cinta, pengasuh, cantik, indah, dan lain-lain. Hal-hal inilah yang menyebabkan timbulnya celah pemisah antara laki-laki dan perempuan. Celah pemisah tersebut sampai kepada banyak ranah dalam kehidupan ini. 

Budaya patriarki di sebagian besar budaya kita semakin memperparah ketidakseimbangan ini. Keperkasaan lelaki menjadi dominan dan seolah-olah satu-satunya prasyarat kemajuan dan kebahagiaan.

Maka, dominasi laki-laki masih tinggi di berbagai ruang kehidupan kita. Ketimpangan-ketimpangan gender dan peran masing-masing sering kita dengar. Karena hal ini, banyak perempuan terus bergerak menyampaikan bersuara, menyampaikan kritik dan perlawanan atas ketimpangan-ketimpangan yang sering terjadi. Mereka menggunakan banyak media untuk menyampaikan kritik-kritik tersebut. Salah satunya melalui seni. 

Dalam Sejarahnya 

Untuk menelisik seni dalam pengertian ini, mari kita lihat sejarahnya. Gender dan seni dari abad ke abad, selalu diperbincangkan. Seniman perempuan bahkan mulai ditampilkan pada saat terjadinya pergolakan budaya yang sangat besar abad ke-19. Pembagian ruang seni pun sudah mulai jelas dipisahkan dalam konteks ini. Gerakan ini awalnya bercita-cita untuk mengubah perspektif sosiokultural yang sudah lama ada melalui seni. Sehingga menghilangkan prasangka dan mulai membentuk pemahaman baru tentang pengalaman feminine.

Estetika feminis sendiri muncul pada tahun 1970 an tapi tidak langsung mengacu pada nilai keindahan atau gaya tertentu. Melainkan lebih banyak pada mempertanyakan asumsi dalam seni dan estetika tentang stereotip peran gender. Secara filosofis, estetika atau keindahan mempunyai hubungan yang kuat. Bahkan secara filosofis historis, keindahan, seni, dan pengalaman masih berkaitan dengan gagasan estetika.

Dalam sejarahnya kemudian, para pejuang feminis berpendapat bahwa  meskipun tampak inklusif tapi peran genderlah yang mempengaruhi cara berpikir  tentang  tentang seni dan nilai-nilai estetisnya. Harus dikatakan bahwa inilah tesis utama sekaligus sumbangsih gerakan feminisme dalam menyoalkan seni dan keindahan.

Maka apa yang disebut dengan estetika feminis tak lain adalah alat untuk memahami seni dari perspektif gender. Menurut identitas gender, setiap orang juga berpengaruh dengan cara mereka memandang seni estetika karena posisi subjek dan persepsinya tersebut berbeda. Posisi subjek orang dapat berpengaruh dalam cara pandang seni karena juga pengetahuan dan pengalaman. 

Hal ini dibenarkan oleh dua filsuf besar Immanuel Kant dan David Hume. Dalam Buku The standard of Taste,  mereka mengatakan bahwa gagasan estetis atau keindahan dimulai dari timbulnya rasa. Maka secara universal dapat dikatakan bahwa keindahan seni itu adalah selera universal meskipun setiap orang punya rasa seni yang berbeda-beda. 

Atas dasar pandangan ini, terhadap setiap seniman perempuan dapat dikatakan bahwa setiap karya seni pasti ditampilkan memiliki nilai rasa yang berbeda dan tergantung konsep yang dibuat. 

Bahkan ketika nilai seni universal tersebut membahas gender atau mengangkat isu gender. Estetika feminis menganalisis mengapa dalam banyak karya seni sifat-sifat feminin lebih ditonjolkan dibandingkan sifat-sifat maskulin. 

Dalam buku Teori Seni Arts Help oleh Laura Thipphawong disebutkan bahwa karya seni lebih nikmat ditampilkan nilai keindahan ‘feminin’ dibandingkan ‘maskulin’. Dalam karya seni, nilai kehalusan dan keindahan perlu ditonjolkan agar karya tersebut bisa dinikmati oleh banyak orang. Jika orang tidak menikmati karya lukis atau musik maka nilai atau rasa kehalusan dan keindahan kurang di sana.  Unsur keindahan dan kehalusan feminisme sudah terdapat di dalamnya.

Perempuan dan Karya Seni 

Sebagai gelombang pemikiran yang mencakup banyak hal, Feminisme tidak mungkin tidak terlibat dalam nilai-nilai estetis. Pemikiran ini sudah masuk ilmu seni. Dengan berlandas pada masalah gender, gelombang pemikiran feminisme menjadi begitu kompleks, mulai dari urusan dapur, ranjang, sampai semua medan yang bisa dijelajahi oleh perempuan. Semua lini kehidupan ini membutuhkan perempuan. Peran perempuan sangat besar dan penting.

Banyak sekali para seniman yang mengangkat isu feminis di dalam karya-karya mereka, seperti seni lukis, seni ukir, dan lain-lain. Setiap karya seni memiliki nilai atau pesan tertentu yang disampaikan. Selain sebagai pesan keindahan yang disampaikan. 

Memang inilah dasar utama lahirnya gelora feminism dalam bidang seni. Ia muncul sebagai akibat adanya keresahan tentang kesetaraan gender, di mana pergerakan ini lebih berpihak pada kaum perempuan yang banyak mengalami penindasan, ketidakadilan, pelecehan, dan hak-hak mereka tidak didengar. 

Hingga saat ini, dasar itu tetap sama. Dan hal itu pulalah yang menjiwai dan menggelorakan gerakan feminisme dalam karya seni. Dengan kata lain,  karena lahir dari keprihatinan tersebut, maka banyak kaum perempuan yang berprofesi sebagai seniman menyampaikan aspirasi, pendapat, dan suara-suara mereka melalui karya seni. Mereka menampilkan karya-karya seni mereka yang lebih menitikberatkan pada kesetaraan gender dan isu-isu perempuan lainnya. Lukisan, patung, gambar, puisi, lagu, drama, dan lain sebagainya juga menampilkan kritikan-kritikan. Media gambar dan sastra masih eksis hingga sekarang. 

Pesan karya seni mereka pada intinya sama yaitu merepresentasikan perempuan yang banyak menjadi korban ketidakadilan, korban kekerasan seksual, korban kekerasan dalam rumah tangga, dan ketidaksetaraan. Representasi tersebut adalah bentuk kepedulian terhadap kaum perempuan yang hemat saya seringkali menjadi korban dalam banyak kasus dan di setiap aspek kehidupan. 

Untuk terakhir di tulisan ini, saya ingin katakan: gerakan seni, gelorakan feminisme, semarakan keadilan gender di seantero jagat bagi setiap manusia dimanapun kaki berpijak. Itulah pesan akbar dan utama dari setiap karya seni perempuan.