Mengatakan atau Dikatakan?

mengatakan atau dikatakan

Judul  ulasan Fatamorgana Bahasa Indonesia (FBI) hari ini sengaja kami ambil dari kata-kata beberapa kalimat yang kami jumpai dalam tulisan, baik itu karya mahasiswa maupun dari beberapa media. Kata “mengatakan” dapat ditemukan pada kalimat (1) dan (6) pada enam kalimat berikut.

  1. Dalam penelitian sebelumnya mengatakan bahwa tidak ada pendekatan yang sempurna.
  2. Dalam penelitian menemukan jawaban atas masalah yang sering terjadi.
  3. Dalam pertemuan itu merumuskan beberapa pikiran alternatif.
  4. Menurut buku itu mencatat beberapa hal penting.
  5. Dalam buku itu memuat semua pandangan tokoh-tokoh penting.
  6. Menurut ahli mengatakan perubahan iklim berkaitan dengan perilaku manusia.

Semua kalimat di atas memuat kata kerja yakni “mengatakan, menemukan, merumuskan, mencatat, memuat, dan mengatakan”. Dalam kajian sintaksis (cabang linguistik yang berkaitan dengan pola dan bentuk kalimat) diuraikan bahwa kata kerja berimbuhan awal (prefiks) me- pada kalimat menjadi penanda jenis kalimat. Kalimat dengan kata kerja berprefiks me- dikelompokkan sebagai penanda bentuk aktif untuk kalimat aktif.

Selain kalimat aktif dengan penanda kata kerja berprefiks me-, kita juga mengenal kalimat pasif yang dikenal melalui bentuk kata kerjanya berprefiks di-. Dengan dua kategori ini, bentuk “mengatakan, menemukan, merumuskan, mencatat, memuat, dan mengatakan” dalam kalimat sebelumnya dapat dipasifkan menjadi “dikatakan, ditemukan, dirumuskan, dicatat, dimuat, dan dikatakan”.

Para pakar bahasa biasanya mendeskripsikan perbedaan utama antara kalimat aktif dan kalimat pasif. Deskripsi tentang perbedaan itu biasanya didasarkan pada persoalan yang berkaitan dengan fokus, struktur, dan peran subjek atau objek dalam kalimat.  Dilihat dari fokusnya, kalimat aktif terfokus pada pelaku (aktor) tindakan (aksi) yang menduduki fungsi subjek dan tindakan yang dilakukan terhadap objek. Subjek menjadi pelaku utama dalam kalimat. Sebaliknya, fokus kalimat pasif justru pada objek yang dikenai tindakan atau yang mengalami aksi (tindakan). Justru  objeklah yang menjadi subjek utama, sementara pelaku aksi dapat disembunyikan atau diabaikan.

Dilihat dari struktur atau urutan kata yang mengemban fungsi tertentu dalam kalimat, kalimat aktif umumnya berstruktur  Subjek + Predikat + Objek. Subjek melakukan tindakan pada objek. Bentuk pasif umumnya berstruktur  Objek + Predikat + Subjek. Dilihat dari unsur yang mendapatkan penekanan, kalimat aktif menekankan pelaku aksi dan tindakan yang dilakukan, sedangkan kalimat pasif menekankan objek atau tindakan yang diterima oleh objek. Selain itu, kalimat aktif menyebutkan  pelaku aksi dengan jelas, sedangkan dalam kalimat pasif pelaku aksi bisa disembunyikan atau tidak disebutkan dengan jelas. Karena itu, dalam kalimat aktif pelaku aksi sering kali berperan penting dalam kalimat, sedangkan dalam kalimat pasif pelaku aksi cenderung berperan kurang menonjol.

Setelah melihat unsur pembeda antara bentuk aktif dan pasif ini, kita kembali mencermati judul ulasan ini. Judul yang ditampilkan mencerminkan dua bentuk berbeda, yakni bentuk aktif “mengatakan” dan bentuk pasif “dikatakan”.

Persolan yang difokusi dalam ulasan ini tentu saja berkaitan dengan ketepatan penggunaan bentuk aktif pasif itu dalam konstruksi sintakasis (bangun kalimat) yang dihadirkan dalam kalimat berbahasa tulis seperti enam contoh sebelumnya. Persoalan kita, apakah penggunaan bentuk aktif pada enam kalimat tersebut tepat, benar, dan berterima? Pertanyaan seperti inilah yang memaksa judul uraian ini bermodus tanya.

Kutipan yang diturunkan melalui FBI ini hanyalah sebagian kecil contoh penyalahgunaan dan ketidaktepatan pemakaian bentuk aktif dan pasif dalam praktik berbahasa. Enam contoh itu, jika dilihat bentuk kata kerja pengisi fungsi predikatnya, semua tergolong kalimat aktif. Apakah bentuk-bentuk aktif itu benar dan apakah ada kemungkinan diubah ke dalam bentuk pasif?

Hal pertama yang harus dikatakan bahwa bentuk aktif pada deretan kalimat itu digunakan secara salah dan tidak berterima. Mengapa?  Jawabannya karena semua kalimat itu berpredikat aktif tetapi semua didahului dengan kata tugas (kata depan) “dalam” dan “menurut”. Pemilihan bentuk aktif pada semua konstruksi menuntut  penghapusan atau penghilangan kata tugas “dalam” dan “menurut”. Hanya dengan itu, semuanya kalimat itu menjadi benar dan berterima. Kita akan menerima konstruksi (1a) s.d. (6a) berikut sebagai bentuk yang benar dan berterima.

(1a) Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa tidak ada pendekatan yang sempurna.
(2a) Penelitian menemukan jawaban atas masalah yang sering terjadi.
(3a) Pertemuan itu merumuskan beberapa pikiran alternatif.
(4a) Buku itu mencatat beberapa hal penting.
(5a) Buku itu memuat semua pandangan tokoh-tokoh penting.
(6a) Ahli mengatakan perubahan iklim berkaitan dengan  perilaku manusia.

Selain menghilangkan kata depan (kata tugas) seperti konstruksi (1a) s.d. (6a) ini, kalimat (1) s.d.(6) bisa tetap menggunakan kata depan “dalam” dan “menurut” tetapi bentuk kata kerjanya harus diubah menjadi bentuk pasif sehingga bisa seperti kalimat (a) s.d. (f) berikut:

  1. Dalam penelitian sebelumnya dikatakan bahwa tidak ada pendekatan yang sempurna.
  2. Dalam penelitian ditemukan jawaban atas masalah yang sering terjadi.
  3. Dalam pertemuan itu dirumuskan beberapa pikiran alternatif.
  4. Menurut buku itu dicatat (tercatat) beberapa hal penting.
  5. Dalam buku itu dimuat semua pandangan tokoh-tokoh penting.
  6. Menurut ahli dikatakan perubahan iklim berkaitan dengan perilaku manusia.

Kalau diminta untuk memilih bentuk mana yang harus dipilih apakah bentuk aktif atau bentuk pasif tentu sangat bergantung  pada konteks penggunaannya.  Dalam konteks ragam bahasa akademik  bentuk yang harus dipilih tentu saja bentuk aktif dengan konsekuensi pengguna bahasa dengan sendirinya terhindar dari kemungkinan menggunakan kata depan (kata tugas) pada awal kalimat. Sebaliknya dalam konteks ragam bahasa jurnalistik  bisa saja bentuk pasif ini dapat dipilih.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.