Mgr. Hieronimus Pakaenoni dan Grup Whatsapp TOR 89

Bagian I dari 4 Tulisan NARASI TENTANG PERSAHABATAN

Avatar of Redaksi Krebadia
Foto kiri: Mgr. Hieronimus Pakaenoni, uskup agung Kupang; foto kanan: bersama RD. Geradus B. Duka, teman seangkatan Tahun Orientasi Rohani (TOR) 1989 Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret. (Facebook/Stefanus Wolo Itu)
Foto kiri: Mgr. Hieronimus Pakaenoni, uskup agung Kupang; foto kanan: bersama RD. Geradus B. Duka, teman seangkatan Tahun Orientasi Rohani (TOR) 1989 Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret. (Facebook/Stefanus Wolo Itu)

Ditulis oleh Stefanus Wolo Itu

Hari Sabtu, 9 Maret 2024 pukul 12.00 waktu Swiss atau pukul 19.00 waktu Indonesia Tengah saya mengikuti pengumuman uskup agung Kupang yang baru. Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang mengumumkan RD. Hieronimus Pakaenoni sebagai penggantinya.

Saya bangga dan bahagia ketika mendengar nama itu. RD. Hieronimus Pakaenoni adalah imam projo Keuskupan Agung Kupang. Beliau teman kelas saya sejak Tahun Orientasi Rohani (TOR) di Lela Maumere, Flores, Juli 1989 hingga tahbisan diakon di Ritapiret, Minggu 27 April 1997.

Hati dan pikiran saya segera menerawang jauh ke Lela dan Ritapiret 30-an tahun lalu. Saya bersyukur karena beberapa tahun lalu, sahabat kami Ven Genggor yang tinggal di Banjarmasin dan beberapa teman membentuk grup Whatsapp TOR 89. Grup online ini merupakan kumpulan alumni frater TOR 1989 yang tersebar di pelbagai belahan Nusantara dan Eropa.

Dalam waktu singkat Ven Genggor, bapak ganteng dari bumi Congkasae, dan teman-teman berhasil melacak dan mengumpulkan nomor WA kami. Tak lupa mereka juga memasukkan mantan pendamping spiritual Mgr. Vinsensius Potokota almarhum dan socius RD. Anselmus Leu.

Kehadiran grup ini mendekatkan kembali kami semua. Kami seakan-seakan sedang berada di Lela, Ritapiret, Ledalero atau Maumere. Kami saling menyapa penuh keakraban. Asyik, indah, dan sangat bersaudara. Maklum saja, sudah lama tidak berjumpa. Sejak itu hampir tiap hari kami bernostalgia.

Thema-thema obrolan bervariasi. Mulai dari ulah tingkah jenaka dan konyol. Satu di antaranya ulah Simon Sanit dari Tublopo. Simon (saat ini PNS di Kementrian Agama Soe) menulis pada buah pepaya yang sedang menguning di depan kamar makan Rm. Sensi dan Rm. Ansel: “Pepaya ini milik siapa?” Rm. Sensi tersinggung dan langsung konferensi di kamar makan.

Kami juga ngobrol hal-hal serius. Mulai dari bersihkan toilet dan kandang babi. Mulai dari kamar makan, ringkas buku, kelas, hingga urusan gereja. Juga tentang bapa-bapa keluarga dan kiprah mereka di tengah tata dunia. Cerita tentang kami imam di paroki dan lembaga. Dan tak lupa obrolan serius tentang teman-teman imam yang berpeluang menjadi uskup.

Ketika berembus isu Labuan Bajo menjadi keuskupan sendiri, kami ramai-ramai mengganggu teman RD. Robert Pelita. Kebetulan saat itu Robert sedang menjabat vikep Labuan Bajo. “Kraeng jangan tolak eee kalau Roh Kudus mulai berbisik. Siap naik satu tingkat,” komentar teman-teman. Ketika RD. Adeodatus H. Leni ditunjuk dari deken Larantuka, kami berguyon: “Ehh, No Datus. Engko mantap le. Tanda baik tuch. Makin dekat ke puncak. John Lein dan Sil Sabon Helan tolong kawal terus.”

Hal yang sama juga terjadi ketika kami mendengar Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang mengajukan pengunduran diri. Guyonan kami tertuju kepada kedua teman kelas: RD. Geradus B. Duka (Dus) dan RD. Hieronimus Pakaenoni (Roni). “Dus dan Roni, kamu dua siap-siap sudah. Dengar bisikan Roh Kudus. HP harus aktif terus. Siapa tahu nuntius telepon. Harap jangan tolak ooo. Kami dukung dengan doa.”

Dus dan Roni (demikian kami biasa menyapa) merupakan imam projo senior Keuskupan Agung Kupang (27 tahun usia imamat). Mereka angkatan terakhir imam projo Kupang yang menjalani masa pendidikan di Seminari Tinggi Ritapiret dan STFK Ledalero.

Meski kami berkarya di keuskupan yang berbeda, bahkan berjauhan, kami tetap saling memantau dan meneguhkan. Kami yang jauh diam-diam meminta kelima teman kelas di Kupang: Almarhum Awak/Edy Nuka, Kunibertus Ganti Gai, Damianus Wae, Yoseph Sudarso Sogen, dan Unu Maximus Sobe agar selalu membantu karya pelayanan. “Kamu harus menjaga kekudusan Dus dan Roni,” komentar RD. Domi Wawo.

Teman-teman TOR 89 di Kupang selalu bersaksi positif tentang Dus dan Roni. “Mereka mengembangkan diri secara baik, mumpuni dalam bidang intelektual-akademis. Mereka mengajar dan mendidik para calon imam, katekis, tokoh awam, dan umat beriman. Keduanya kaya pengalaman, memahami situasi pastoral aktual Keuskupan Agung Kupang dan matang dalam hidup imamat. Mereka menduduki jabatan strategis dalam lingkungan gereja lokal Kupang. RD. Gerardus B. Duka saat ini vikaris jenderal. Sementara RD. Hieronimus Pakaenoni formator di Seminari Tinggi Santo Mikael Kupang sambil mengemban beberapa peran strategis.

Akhir Februari 2024, Mgr. Petrus Turang menginfokan bahwa uskup agung Kupang yang baru akan diumumkan pada hari Sabtu 9 Maret 2024. Suasana grup WhatsApp TOR 89 semakin ramai. Saya pribadi sangat penasaran dan berharap salah satu dari keduanya terpilih. Putra Alor atau Putra Noemuti. Karena itu, meski sibuk, saya mengagendakan waktu khusus mendengar pengumuman itu.

Tepat pukul 12.00 waktu Swiss atau pukul 19.00 waktu Indonesia Tengah, Mgr. Turang mengumumkan uskup baru. “… Sri Paus Fransiskus mengumumkan pengangkatan Reverendus Dominus Hieronimus Pakaenoni … (disambut tepuk tangan meriah dari umat) … sebagai uskup Metropolitan Kupang sesudah Mgr. Petrus Turang mengajukan pengunduran diri sesuai Kanon 401 pasal 1 ….,” demikian Uskup Turang.

Saya bahagia dan bersyukur mendengar pengumuman itu. Teman-teman membanjiri Grup Whatsapp TOR 89 dengan ucapan: Proficiat Bapak Uskup. Saya langsung menulis proficiat di dinding Facebook: “Proficiat Teman Kelas di Ritapiret 1989–1997, Mgr. Hieronimus Pakaenoni, uskup agung Kupang”. (Bersambung)

 

Penulis, imam projo Keuskupan Agung Ende, misionaris Fidei Donum di Keuskupan Basel Swiss, teman kelas Uskup Roni 1989–1997.

SUMBER