Pasce Oves Meas – Gembalakanlah Domba-Domba-Ku

Bagian IV/Terakhir dari 4 Tulisan NARASI TENTANG PERSAHABATAN

Avatar of Redaksi Krebadia
Pasce Oves Meas - Gembalakanlah Domba-Domba-Ku
Mgr. Petrus Turang menumpangkan tangannya saat penahbisan imam RD. Hieronimus Pakaenoni, 8 September 1997 (foto kiri). Mgr. Turang juga yang akan menumpangkan tangannya saat penahbisan uskup Mgr. Hieronimus Pakaenoni, 9 Mei 2024 mendatang. Ada kontinuitas arah dasar pastoral Keuskupan Agung Kupang. (Facebook/Stefanus Wolo Itu)

Ditulis oleh Stefanus Wolo Itu

Mgr. Hieronimus Pakaenoni mendapat kepercayaan untuk menggembalakan umat Allah Keuskupan Agung Kupang. Beliau memilih moto PASCE OVES MEAS atau GEMBALAKANLAH DOMBA-DOMBAKU (Yohanes 21,15-18). Sebuah moto yang diambil dari perintah Yesus kepada Petrus. 

Mgr. Roni memilih moto ini untuk menjalankan perintah Yesus di Keuskupan Agung Kupang. Pemilihan moto ini tentu melalui permenungan panjang dan matang. 

Saya tidak menanyakan latar belakang pemilihan moto kepada Mgr. Roni. Pada saatnya beliau akan menjelaskan sendiri. 

Bagi saya, melalui moto ini Mgr. Roni ingin menghadirkan tingkatan kasih paling tinggi dan mulia bagi umatnya yakni AGAPE. Pada kesempatan formal seorang uskup disapa “Yang Mulia Bapak Uskup”. Saya juga akan menyapa “Yang Mulia Bapak Uskup Roni”. Tentu tidak sekadar kebiasaan. Tapi karena beliau menghadirkan kasih Agape. 

Agape adalah istilah Yunani yang berarti cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, tanpa batas, tanpa syarat, dan tidak egoistis. Dalam tradisi Kristen, Agape berarti cinta yang bersifat total. Agape itu memiliki kriteria yaitu suci dan penuh pengorbanan. Agape dianggap sebagai kasih yang paling mulia, sebab identik dengan kasih Allah. 

Saya membaca berulang kali teks Injil Yohanes 21:15–18 yang diterjemahkan Lembaga Alkitab Indonesia dan diterima Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Ada hal menarik. Yesus mengulang perintah yang sama sebanyak tiga kali kepada Petrus: “Gembalakanlah Domba-Domba-Ku.”

Saya juga membaca Kitab Suci bahasa Jerman “Die Bibel: Einheitsübersetzung” hasil terjemahkan bersama gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Reformasi. Dalam terjemahan bahasa Jerman, Yesus memberikan perintah kepada Petrus dalam dua kalimat yang berbeda. Perintah pertama, “Weide meine Lämmer!” Artinya gembalakanlah anak-anak domba-Ku. “Das Lamm” artinya anak domba. “Lämmer” bentuk jamak yang artinya anak-anak domba. Gembalakanlah atau perhatikan anak-anak domba kecil, lemah, dan tak berdaya.

Terjemahan perintah kedua dan ketiga sama yakni: “Weide meine Schafe!” Artinya gembalakanlah domba-domba-Ku”. “Das Schaf” artinya domba dewasa. “Schafe” bentuk jamak yang artinya domba-domba dewasa. “Weide meine Schafe” secara harfiah berarti gembalakanlah  domba-domba dewasa-Ku. Gembalakanlah atau perhatikan domba-domba dewasa, kuat, dan berdaya. 

Karena masih penasaran, saya juga bertanya pada Helen, tetangga saya orang Yunani. Dia lahir di Yunani, mengalami masa kecil di Istanbul (sebelumnya bernama Konstantinopel) dan Eiken Swiss hingga kini. Helen berakar dalam tradisi Ortodoks, tapi menyatu dalam iklim Katolik Roma. Dia fasih berbahasa Yunani. “Saya harus tahu bahasa Yunani. Itu Muttersprache atau bahasa ibu,” kata Helen. Satu cara mempertahankannya adalah membaca Kitab Suci Yunani.

Saya meminta Helen membaca teks Yohanes 21:15–18 dan menjelaskan tiga perintah Yesus dalam bahasa Yunani. Pada perintah pertama Yesus kepada Petrus tertulis “Voske ta provata mou” yang artinya “Rawatlah domba-domba-Ku”. Penekanannya berupa perhatian pada domba-domba yang sakit, terluka, dan  menderita. 

Sedangkan pada perintah kedua dan ketiga tertulis “Poimaine ta provata mou” yang artinya “Gembalakanlah domba-domba-Ku”. 

Helen menjelaskan bahwa ada perbedaan makna “voske” yang artinya merawat dan “poimaine” yang berarti menggembalakan. Di dalam kata “merawat” terkandung  makna “menggembalakan”. Sedangkan dalam kata menggembalakan bisa tidak terkandung makna merawat. Yang bertugas merawat pasti juga menyandang tugas menggembalakan. Sedangkan yang menggembalakan belum tentu bertugas merawat. 

Yesus memerintahkan Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Tidak hanya menggembalakan kawanan dewasa, besar, dan kuat. Tetapi terutama memperhatikan, menolong, merawat domba-domba kecil, sakit, dan tak berdaya. 

Saya sering mengamati domba-domba umat paroki dan bercerita dengan para pemiliknya. Kata mereka: “Stefan, domba itu hewan yang berkarakter unik. Domba sangat lembut. Bahkan saking lembutnya, domba sering menjadi mangsa hewan lain. Domba tak punya kekuatan untuk mempertahankan diri. Ketika sakit domba tak akan menunjukkan bahwa dirinya sedang sakit, karena takut dimangsa musuhnya. Karena itu, pemilik harus selalu memperhatikan dan segera menolongnya.” 

Domba selalu berkelompok. Jarang hidup sendirian. Kecuali kalau sedang kesasar. Domba sering dicap sebagai hewan paling bodoh. Satu ekor masuk jurang, yang lain juga ramai-ramai.  “Engkau bodoh seperti domba,” kata guru-guru terhadap anak-anak kurang mampu zaman dulu.

Domba sering malas tahu dan tidak peduli. Pengalaman pribadi ketika bertugas di Paroki Ratesuba-Maukaro 1999–2006. Bila menyusuri jalan raya Kaburea-Mbay saya sering menjumpai kawanan domba, memenuhi jalan raya, tak peduli kendaraan hendak lewat. Domba-domba itu baru minggir ketika pemiliknya menghalau dengan daun gebang kering. 

Mgr. Roni akan menggembalakan 259-an ribu kawanan domba. Beliau uskup metropolis dan tinggal di Kota Kupang, metropolitannya NTT. Tapi kawanan dombanya menyebar di pulau-pulau. Umat gembalaannya berasal dari berbagai latar belakang budaya, ekonomi, politik, sosial religius, dan status sosial. Di sana ada para imam (mayoritasnya murid beliau), biarawan/biarawati, pejabat pemerintah, pengusaha, dan tokoh-tokoh awam Katolik. Dan tak lupa mayoritas umat sederhana, kecil, dan terpinggirkan. Semua mereka patut mendapat perawatan dan perhatian khusus. Singkatnya, uskup untuk semua, tanpa pilih kasih. 

Mgr. Roni harus memberdayakan kawanannya agar menjadi pengikut Yesus yang berkualitas. Pendidikan tentu menjadi salah satu agenda pastoral. Di wilayah Keuskupan Agung Kupang umat Katolik dan Protestan hidup membaur. Mayoritas mereka berasal dari rahim keturunan yang sama. Mgr. Roni sendiri berasal dari orang tua Katolik dan Protestan. Program-program ekumenis tentu juga menjadi agenda pastoral. 

Ada umat yang baru menjadi anggota gereja. Ada juga yang sudah lama menjadi Katolik. Tentu banyak dari mereka juga yang memiliki pengetahuan dan pemahaman iman yang terbatas. Bahkan terbilang sangat lemah. Banyak yang terombang-ambing. Ibarat bahtera yang diempas gelombang Selat Pukuafu. Kadang dipenuhi pertanyaan dan keraguan tentang kebenaran iman sendiri. Mereka adalah anak-anak domba yang lemah dan gampang diterkam pemangsa. Mereka membutuhkan gembala yang memiliki kemauan dan keteguhan hati, sederhana, rendah hati, dan rela berkorban. 

Mgr. Roni merupakan “orang dalam” di gereja lokal Keuskupan Agung Kupang. Usia imamat beliau 27 tahun. Dan selama itu pula beliau mengabdi di Keuskupan Agung Kupang. Bidang pengabdiannya lengkap. Pernah menjadi kapelan, pastor paroki, studi di Roma, formator calon imam, dosen dan dekan Fakultas Filsafat Unika Kupang, ketua komisi kerasulan awam, dan ketua yayasan pendidikan keuskupan. 

Beliau mengenal banyak imam, biarawan/biarawati, awam-awam Katolik, tokoh agama lain, dan umat beriman. Mgr. Roni memahami kondisi internal dan situasi aktual gereja lokal Kupang. Dan tentu saja arah dasar pastoral  keuskupan.

Saya sengaja memasang foto Mgr. Roni berdampingan dengan Mgr. Petrus Turang. Juga foto ketika Uskup Turang menumpangkan tangannya 8 September 1997. Uskup Turang juga akan menumpangkan tangan kepada Mgr. Roni tanggal 9 Mei 2024. Saya menangkap pesan adanya kontinuitas arah dasar pastoral Mgr. Turang dan Mgr. Roni. RD. Hieronimus Pakaenoni adalah salah satu akar tunggang terbaik gereja lokal Kupang. Karenanya beliau pantas menjadi uskup. 

Saya, teman-teman Tahun Orientasi Rohani (TOR) 1989 Seminari Tinggi Ritapiret, umat Keuskupan Agung Kupang berdoa agar Mgr. Roni menghidupi SPIRITUALITAS AGAPE. Kasih yang benar-benar tulus, suci, tanpa pamrih, sarat pengorbanan diri, dan tidak pandang bulu. Dengan spirit ini, kita pasti akan “mencium bau domba di balik jubah agung seorang uskup.”

Saya ingat kata-kata Paus Fransiskus ketika menjumpai orang miskin dan kaum pinggiran di Vatikan: “Saya lebih memilih gereja yang memar, terluka, dan kotor karena telah keluar dari jalanan, daripada gereja yang tidak sehat karena terkurung dan mencari kenyamanan sendiri.”

Mgr. Roni, berita keterpilihanmu adalah hadiah indah bagiku di awal musim semi Negeri Alpen. “Sebab, musim dingin sudah berlalu. Hujan sudah lewat dan hilang. Bunga-bunga muncul di bumi. Waktu nyanyian burung datang. Dan suara burung tekukur terdengar di negeri kami.”

Erzbischof Hieronimus Pakaenoni,  von Eiken AG Schweiz möchte ich Dir herzlich zu deiner Ernennung als neuer Bischof für Erzbistum Kupang NTT gratulieren. Möge Gott dich in deinem Amt zum Segen für die ganze Diözese führen und begleiten. – Bapak Uskup Agung Hieronimus Pakaenoni, dari Eiken AG Swiss saya mengucapkan proficiat atas penunjukanmu sebagai uskup baru Keuskupan Agung Kupang. Semoga Tuhan membimbing dan menuntunmu dalam tugas untuk menjadi berkat bagi seluruh dioses.” (Selesai) 

 

Penulis adalah imam projo Keuskupan Agung Ende Flores. Teman kelas Mgr. Roni di Ritapiret dan STFK Ledalero 1989–1997. Saat ini misionaris Fidei Donum di Keuskupan Basel Swiss.

SUMBER