Meski nama itu sering saya dengar, terutama dengan beberapa jabatan seperti: wakil provinsial, vikep, bahkan vikjen Keuskupan Ende, tetapi saya tidak berkesempatan mengenalnya secara pribadi dari dekat.
Hanya ada satu kesempatan yang barangkali itu pertama dan terakhir di mana bisa mendengarkannya dengan intens saat retret di Ledalero, persiapan untuk Kaul Pertama, Agustus 1990.
Retret itu seharusnya dipimpin oleh P. Paul Pemulet SVD yang terkenal sangat ‘luar biasa’ dengan ‘kekhasan’ dan ‘kekhususannya’ yang nyentrik di mata para bruder di BBK Ende. Tetapi Pater Paul yang juga teman kelas Pater Yosef Seran SVD wafat karena asma kalut di akhir Juni 1990, maka pembawa retret beralih ke Pater Yosef Seran SVD. Di situlah perkenalan lebih jauh tentang pastor yang bicaranya pas, penuh keyakinan, sopan, dan terasa sangat mengena.
Dalam pertemuan satu-satunya itu saya mendapatkan satu hal yang kemudian menjadi bahan permenungan, malah sangat memengaruhi saya selanjutnya. Hal yang saya maksud ketika Pater Yosef memperkenalkan diri kepada kami peserta retret, mungkin saja ada yang belum mengenalnya.
Pater Yosef perkenalkan diri dan tidak lupa menyampaikan tentang latar belakang pendidikannya. Pendidikan tertinggi adalah ‘BA’ lulusan Ledalero. Sebuah gelar yang bagi banyak orang yang bekerja di Provinsi SVD Ende bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan.
Alasannya karena yang mendapatkan benuming di Provinsi SVD Ende adalah orang-orang pintar yang ‘ditahan’ untuk bisa studi lebih lebih lanjut. Saat itu provinsi SVD lain seperti Timor, Ruteng, dan Jawa belum punya seminari tinggi. Karena itu ‘orang-orang pintar’ pasti ‘ditahan’ untuk bisa studi lanjut untuk kemudian menjadi dosen di Ledalero.
Saya tidak tahu mengapa Pater Yosef mengangkat hal itu saat perkenalkan dirinya. Pertanyaan ini kemudian saya dalami terutama.
Angkatan Pater Yosef yang tahbis tahun 1979 memang kumpulan orang-orang pintar yang disekolahkan. Ada yang hanya beberapa bulan setelah tahbis imamat langsung dikirim ke Eropa dan berbagai negara lainnya. Ada Pater Paul Pamulet SVD (Filipina), Ande Muda SVD (Roma), Tibur Denggor SVD (Roma), Leo Kleden SVD (Belgia), Sebast Fernandez SVD (Austria), Yosef Suban Hayon SVD (Roma), Ben Bria SVD (Australia), Piet Bate SVD (Keuangan), Felix Mado Doni SVD (Filipina).
Yosef Seran yang barangkali menjadi satu-satunya yang tinggal di Ende sebagai ‘pastor’ biasa dengan pendidikan tertinggi adalah ‘BA’ dari Ledalero yang ia banggakan itu.
Kalau melihat angkatannya Pater Yosef maka tidak berlebihan kalau imam sederhana dan bersahaja ini berada dalam ‘kepungan’ orang-orang pintar.
Bisa terasa iklim persaingan dalam bidang intelektual yang tidak sekadar ‘kacang-kacangan’. Pengiriman mereka secara berututan untuk belajar ke luar negeri adalah indikatornya.
Pada sisi lain pengiriman itu tentu tidak bisa dipisahkan dari visi besar Pater Herman Embuiru SVD yang jadi rektor saat itu. Pastor yang sangat getol dalam bidang pendidikan itu sangat visioner. Jadi,klop bahwa angkatan yang cerdas itu bertemu dengan Embuiru sehingga lengkap sudah. Itulah persaingan antar-orang hebat.
Yang jadi pertanyaan, kalau Provinsi Ende tempat ‘bersaing’ orang-orang pintar, mengapa di sana ada Yosef Seran yang sangat sederhana dan bersahaja saat itu? Mengapa ia tidak mendapat benuming di kampung halamannya Timor atau minimal melaksanakan misi di Provinsi Jawa atau Ruteng?
Ini sebuah pertanyaan yang tentu tidak mudah dijawab. Tetapi bukan berlebihan kalau Yosef ditempatkan di provinsi ‘orang-orang pintar’ agar ia bisa menghadirkan model imamat yang murni, sebagai seorang pastor yang ‘apa adanya’.
Kehadiran Pater Yosef lalu mengingatkan kita akan Santo Yohanes Maria Vianey yang merupakan imam yang sangat tidak pintar. Kadang dijuluki sebagai ‘imam bodoh’. Tetapi justru dalam kesalehannya ia menjadi contoh dan diangkat menjadi seorang santo.
Kata-kata berikut diucapkan dalam sebuah kesederhanaan tentang doa dari Vianey: “Doa pribadi bagaikan jerami yang tercecer di sana-sini; jika kamu membakarnya, akan menghasilkan tebaran api kecil-kecil. Tetapi, kumpulkan jerami-jerami itu menjadi satu berkas dan bakarlah, maka kamu akan mendapatkan suatu nyala api yang besar, berkobar bagaikan pancang ke angkasa; doa bersama-sama seperti itu.”
Jabatan Gerejawi Pater Yosef Seran
Kesederhanaan dan pendidikan yang ‘pas-pasan’ tidak membuat Pater Yosef menjadi berbeda. Justru dalam kesederhanaan itu ia bercahaya oleh kesaksian hidup cemerlang. Lebih lagi ketika bergerak dalam bidang pastoral dan sering dilanda ‘gesekan’ antara imam projo dan SVD, Yosef Seran tetap hadir sebagai imam bersahaja dan sederhana.
Kesederhanaan itu telah menjadikannya terpilih sebagai vikep di Bajawa. Itu berarti ia harus memimpin tidak hanya imam SVD tetapi juga imam projo.
Tentu saja kepemimpinan seperti inti tidak mudah didapatkan selain imam, yang diakui sendiri oleh rekan-rekan dapat memimpin dan memberi kesaksian.
Dari sana, Yosef kemudian menjadi wakil provinsial. Sebuah jabatan yang tidak mudah karena harus memimpin ‘orang-orang pintar’, tidak saja di lembaga pendidikan Ledalero tetapi juga mencakup pendidikan bruder, percetakan dan penerbit, dan imam-imam yang bekerja di paroki-paroki.
Jabatan seperti ini seharusnya lebih ditempati oleh imam-imam yang sekolah tinggi di luar negeri. Tetapi seorang imam yang hanya lulusan ‘BA’ Ledalero justru diangkat menjadi wakil provinsial.
Tidak hanya itu. Di Keuskupan Agung Ende, Pater Yosef diangkat menjadi vikjen. Sebuah jabatan yang hanya selangkah saja sebelum uskup (malah uskup agung Ende). Jabatan ini yang barangkali untuk teman-teman seangkatannya yang pintar-pintar belum ada yang sampai ke titik itu.
Tetapi itulah yang dicapai oleh Yosef Seran SVD sebagai pengakuan bahwa imam sederhana dan bersahaja itu memiliki kecerdasan yang ternyata jauh lebih hebat dari banyak orang lain. Memang mungkin dari segi kecerdasan matematis-logis (filosofis) Yosef tidak ada di sana untuk bersaing, tetapi dalam perspektif kecerdasan majemuk Gardner, Yosef punya kecerdasan lain khususnya intrapersonal yang menakjubkan. Dengan kecerdasan itu ia bukan tipe yang suka bersaing ke luar tetapi lebih fokus ke dalam membekali dan membijakkan dirinya sebelum membijakkan orang lain.
Kesederhanaan dan kebijaksanaan itu juga ditunjukkan dalam cara berbicara khusus dalam renungan/homili. Yosef bukan tipe orang yang melihat kekurangan orang tetapi memberikan apresiasi terhadap apa yang sudah dilakukan. Ia mengedepankan model homili indikatif yang menyibak apa kelebihan dari orang lain daripada secara moralistis lebih membebankan orang dengan nasihat baru yang kadang membosankan.
Itulah maka dalam sebuah renungan, ia pernah menyampaikan bahwa ada seorang yang jahat sekali yang akhirnya wafat. Sudah pasti ia punya jatah untuk masuk neraka. Tetapi dalam proses pertimbangan sana-sini, akhirnya ditemukan bahwa ia pernah berdoa Salam Maria hanya sekali saja. Tetapi justru doa yang hanya sekali itu membuat Bunda Maria meminta ke Putera-Nya agar bisa diperkenankan masuk surga. Bunda Maria menangis dan air matanya itu tertumpu dan melingkar di timbangan kebaikan. Air mata itu justru memberatkan timbangan bagian kebaikan dan loloslah orang itu masuk surga.
Itulah cara Yosef memberikan optimisme dan tidak menghukum. Ia selalu mencari-cari kalau ada kebaikan pada orang. Berbeda dengan kebanyakan orang yang lebih sibuk mencari-cari keburukan. Itulah teladan kebijaksanaan yang membuatnya menjadi imam sangat bersahaja.
Pater Yosef Seran Wafat dalam Hening
Yosef tidak mau berhenti membuat orang terperangah. Ia tidak meninggal dalam suasana hiruk-pikuk yang merepotkan orang. Ia tidak wafat di RS di mana para tenaga medis bisa berjuang untuk memberinya kesempatan hidup lagi. Ia justru meninggal dalam suasana yang sepi dan hening.
Bisa saja ia berjuang seperti yang ia lakukan pagi harinya untuk merayakan misa. Ia justru kembali ke kamarnya dan tentu dalam tarikan nafas penuh makna ia serahkan hidupnya: “Bapa ke dalam tangan-Mu kuserahkan jiwa-Ku.”
Saya yakin kata-kata ini yang ia ucapkan dan pergi selamanya dalam hening. Selamat jalan Pater. Terima kasih telah menghadirkan tanda di tengah orang-orang pintar.
Baca juga artikel terkait SOSOK dan IN MEMORIAM atau tulisan menarik Krebadia lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com