Patung “The Sleeping Joseph”

Sebuah Catatan Kecil tentang Devosi St.Yosef

Avatar of Redaksi Krebadia
The sleeping Joseph

Ditulis oleh Dr. Fransiskus Borgias, M.A.

Pengantar Singkat 

Pada semester ini (Februari s.d. Juni 2024) saya diberi kepercayaan oleh pimpinan Fakultas kami untuk mengampu dan mengajarkan Mata Kuliah Teologi Spiritual (Spiritualitas) untuk para mahasiswa kami pada tingkat S2 (yang kami sebut Magister Ilmu Teologi). 

Dalam rangka mempersiapkan bahan kuliah itu di awal tahun kemarin, sesungguhnya saya melirik dua buku sebagai bahan atau pegangan mata kuliah. Pertama, buku dari dosen teologi spiritualitas kami dulu di Katholieke Universiteit Nijmegen, saat saya belajar teologi di sana. Dosen itu adalah seorang imam dari Ordo Carmelit. Namanya Pater Kees Wijman. 

Tetapi karena buku itu saya nilai agak rumit dan teoretis, maka saya mengarahkan perhatian saya ke sebuah buku lain yang merupakan hasil karya dari Pater Jordan Aumann, seorang imam dari Ordo Dominikan. Buku ini lebih bersifat praktis dan memang lebih mengarah kepada pembinaan dan pembentukan (formatio) hidup rohani. 

Patung “The Sleeping Joseph” 

Nah, di tengah untaian kuliah itu, romo kaprodi kami juga menjadwalkan untuk mengundang Bapa Uskup Bandung, sebagai pembicara ahli, untuk mengisi dua atau tiga sesi, tentang teologi spiritualitas imamat. Maka pada hari ini, saya (sebagai dosen) dan para mahasiswa mendengarkan paparan Bapa Uskup terkait dengan spiritualitas imamat. 

Tetapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas bahan-bahan itu. Di sini saya hanya mau mencatat sebuah bahan cerita yang disampaikan oleh Bapa Uskup di tengah untaian paparan kuliahnya itu. Bapa Uskup menyampaikan beberapa bahan cerita. Di sini saya hanya mau menyampaikan satu bahan saja. Semoga pada kesempatan lain saya bisa menulis tentang bahan lain yang menimbulkan daya ilham dalam diri saya untuk menuliskannya. 

Nah, bahan cerita yang dimaksudkan ialah tentang patung The Sleeping Joseph, patung Yosef yang tertidur. Konon, masih menurut Bapa Uskup Anton, patung Yosef yang tertidur ini cukup populer sebagai objek atau sarana devosi umat Katolik di Argentina. Bahkan Paus Fransiskus pun, sebagai orang yang berasal dari Argentina, juga mempunyai devosi yang kuat akan Santo Yosef itu. 

Uskup Anton juga menceritakan bahwa Bapa Suci, manakala sedang menghadapi suatu masalah tertentu, yang membuat dia gelisah dan bahkan tidak bisa tidur, akan menyelipkan sebuah doa pendek di bawah patung Santo Yosef yang tertidur itu. Entah bagaimana, atas penyelenggaraan ilahi, di pagi harinya, ia merasa lebih tenang dan dalam ketenangan itu, beliau bisa melihat duduk perkara masalah yang sedang dihadapi dengan pikiran dan hati yang lebih jernih, dan pada gilirannya hal itu membantu beliau untuk mengambil keputusan dan langkah yang jitu. 

Aku Teringat Nijmegen 

Bapa Uskup Anton juga menceritakan bahwa patung The Sleeping Joseph itu erat dikaitkan dengan pengalaman mimpinya. Tetapi sebelum menulis lebih jauh tentang mimpi santo Yosef itu, sejenak saya bernostalgia terlebih dahulu. 

Ketika Mgr. Anton berbicara tentang mimpi Santo Yosef, serta-merta saya teringat akan sebuah mata kuliah yang pernah saya tempuh dulu tatkala kuliah di Fakultas Teologi Katholieke Universiteit Nijmegen (disingkat KUN; sekarang namanya berubah menjadi Radboud Universiteit Nijmegen (RUN). Judul mata kuliah itu kira-kira sebagai berikut: Mimpi sebagai Sarana Perwahyuan (Dreams as a Means of Revelation). 

Yang mengampu dan mengasuh mata kuliah tersebut ialah Prof. Dr. Syef van Tilborg MSC, salah satu pakar Perjanjian Baru, khususnya Injil Yohanes yang mumpuni dari negeri Belanda (pasca-generasi pakar biblika tahun 70-an dari Nijmegen, seperti orang sekelas Bas van Iesreel SMM yang adalah pakar injil Markus yang sangat disegani banyak pakar lain pada masanya). 

Oleh karena kuliah itu hanya membahas Mimpi sebagai Sarana Perwahyuan, maka kami diarahkan untuk mencari teks-teks di dalam Kitab Suci (dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang berbicara tentang mimpi. Salah satunya ialah mimpi dari tokoh Perjanjian Baru, Bapa Yosef atau Bapa Yusuf. 

Mimpi Yosef (Yusuf)

Mgr. Anton, dalam ceritanya di kelas tadi, hanya menyebut satu mimpi saja dari Santo Yosef, yaitu mimpinya tatkala ia merasa gundah gulana karena mengetahui bahwa Maria, sang tunangan sudah hamil dan sebagai orang yang saleh, ia mau meninggalkan Maria secara diam-diam agar tidak sampai mempermalukan Maria (misalnya karena tuduhan, kok sudah hamil sebelum ada ikatan resmi tali perkawinan). 

Sesungguhnya Injil Matius mengisahkan kepada kita bahwa ada empat kali Santo Yosef mengalami atau menerima mimpi di dalam tidurnya. Dan kesemuanya adalah menjadi sarana perwahyuan rencana dan kehendak ilahi. Mana saja keempat mimpi Santo Yosef tersebut? Mari kita lihat satu per satu dalam bagian berikut ini. 

Pertama, mimpi dalam tidur itu ada dalam Matius 1:20: “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata…” Di ayat 24 dikatakan: “Sesudah bangun dari tidurnya…” Jadi, Yusuf menerima atau mengalami mimpi itu dalam tidur. Bukan mimpi di siang bolong. 

Kedua, mimpi dalam tidur itu ada dalam Matius 2:13: “Setelah orang-orang majus itu berangkat, tampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata:…” Di ayat 14 dikatakan: “Yusuf pun bangun,…” Jadi, Yosef itu tidur dan dalam tidur itu ia bermimpi. 

Ketiga, mimpi dalam tidur itu ada dalam Matius 2:19: “Setelah Herodes mati, tampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi di Mesir, katanya:…” Di ayat 21 lalu dikatakan demikian: “Lalu Yusuf pun bangun…” Yusuf membawa kembali Yesus dan ibu-Nya kembali ke tanah Israel. 

Mimpi yang keempat disinggung secara sangat singkat sekali dalam ayat 22, dan hal itu terkait dengan pemilihan dan penetapan tempat tinggal tetap mereka. Dikatakan Yusuf menghindari Yudea dan lebih memilih Galilea. Dan di sana pun Yusuf secara pasti memilih sebuah kota kecil yang bernama Nazaret. 

Mimpi yang Mana? 

Dari antara keempat mimpi itu, mimpi yang manakah yang dimaksud sebagai peristiwa perwahyuan surgawi kepada Yosef. Memang dalam ceritanya tadi, Bapa Uskup hanya menyinggung mimpi yang pertama. 

Tetapi sesungguhnya keempat mimpi itu sama-sama menjadi sarana perwahyuan, sarana penyataan rencana dan kehendak ilahi dan surgawi. Dan semuanya terkait dengan aksi penyelamatan dan perlindungan terhadap sang anak bayi atau kanak-kanak Yesus dari orang-orang yang berniat jahat kepadanya. Tuhan mau melindungi anak Yesus yang masih kecil dan rapuh dan ringkih itu dari rencana jahat orang-orang dunia. 

Tetapi untuk maksud dan tujuan itu, Tuhan memakai tangan manusia. Dan manusia yang dipilihnya tidak lain dan tidak bukan ialah Bapa Yosef (maaf, saya memakai kedua nama itu, Yosef dan Yusuf. Sebenarnya secara pribadi saya lebih suka memakai nama Yosef, dan bukan Yusuf, tetapi terjemahan kitab suci kita sudah memakai nama Yusuf). 

Tentu saja bobot masing-masing dari keempat mimpi itu berbeda. Tidak salah jika yang mendapat penekanan lebih besar ialah mimpi yang pertama, sebab dalam mimpi ini, Yosef memberikan persetujuannya dan kerela-sediaannya untuk menerima Maria sebagai isterinya, dan dengan cara itu bisa terlahirlah Yesus di dalam konteks sebuah keluarga, di mana ada Bapa dan Ibu. 

Tentu Yosef bisa mengambil sikap dan keputusan itu karena sudah diberi semacam motivasi oleh Tuhan melalui malaekatnya di dalam mimpi. Motivasi itu erat terkait dengan pengetahuan tentang sosok seperti apakah anak yang sedang ada dalam rahim Maria dan apa peran-Nya nanti bagi dunia dan umat manusia. 

Tetapi saya tidak mau menekankan motivasi itu secara berlebihan, karena menurut saya, tanpa penjelasan tentang motivasi itu pun Yosef pasti tetap akan menerima Maria menjadi isterinya. Sikap dan kerelasediaan dan keterbukaan Yosef itulah yang “menyelamatkan” Maria dari gosip dan memberi konteks yang indah dan penuh cinta bagi ruang kelahiran dan kehadiran Yesus kelak. 

Nilai Bobot Keempat Peristiwa Mimpi 

Bobot mimpi pertama ini menjadi lebih penting justru karena anak itu, sang Imanuel itu, belum lahir, masih ada dalam rahim sang bunda perawan. Artinya, Yosef mengambil sikap terhadap sebuah peristiwa di masa depan, sesuatu yang masih akan terjadi. Dan itu adalah sikap iman. Dan dalam hal ini, Yosef terbuka dan setia dan menjadi teladan. 

Bobot mimpi kedua, juga masih perlu ditekankan, karena hal ini menyangkut keselamatan anak bayi merah yang terancam jiwanya. Dengan sigap dan berani, Yosef mengambil langkah dan memutuskan untuk mengikuti perintah malaekat di dalam mimpi untuk membawa anak itu dan ibunya ke Mesir. Mereka menjadi pengungsi, yang harus lari keluar dari tanah leluhurnya dan pergi ke tanah asing dan jauh. 

Dan Yusuf memainkan peranan penting di dalam mengambil keputusan dan langkah yang berani dan tergolong nekat itu. Berani dan nekat karena perjalanan sangat jauh, dan pasti berada di bawah pengejaran dan pengintaian mata-mata dan pengawas dari penguasa untuk mengawasi pergerakan orang dan barang. Yusuf melakukan semuanya itu dengan baik sehingga mereka bisa lolos ke Mesir. 

Mimpi ketiga dan keempat, menurut saya menjadi sedikit lebih “rendah” bobotnya, karena boleh dikatakan semuanya sudah mulai aman: anak itu sudah mulai besar, dan orang-orang yang mengancam hidupnya sudah mati semuanya. Tetapi karena Archelaus yang berkuasa di Yudea, maka Yosef pun membawa keluarganya ke Galilea dan menetap di sebuah kota kecil yang bernama Nazaret. 

Fiat Maria dan “Fiat” Yosef 

Jadi, dengan satu dan lain cara ketiga mimpi itu, mempunyai bobot masing-masing. Tentu saja yang lebih berbobot secara revelatoris ialah mimpi yang pertama, sebab dalam mimpi itu kita bisa melihat sikap keberanian, kerelasediaan dan kesetiaan Yosef yang memungkinkan rencana Allah terlaksana dengan baik. 

Jika, Maria dalam injil Lukas, terkenal dengan seruan Fiat-nya, sesungguhnya dalam injil Matius pun kita secara samar-samar mendengarkan gema halus dari Fiat itu walaupun tidak terungkapkan secara verbal, sebab memang Yusuf adalah tokoh yang juga dikenal sebagai tokoh yang tidak pernah berbicara, hanya tokoh yang diam, the silent Joseph, tokoh yang merenung, tokoh yang meditatif, kontemplatif. 

Dan di balik semua citra ini, kita bisa mendengar dan merasakan versi lain dari Fiat Maria. Fiat Yusuf adalah sikap diam, tetapi gesit di dalam mengambil keputusan yang tepat, cepat dan melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab. Luar biasa bukan. 

Terkadang saya tergoda untuk berpikir bahwa Maria di dalam perkembangan hidupnya, lama kelamaan juga banyak menjadi “diam”, becomes the Silent Mary juga. Injil Lukas, sebagai injil yang ditulis rada belakangan pasca-Markus dan Matius, kiranya juga mau melukiskan perkembangan itu. Dan saya tergoda untuk berpikir bahwa tendensi “Silence” Maria itu ia pelajari dari The Silence of Joseph

Injil Lukas melukiskan hal itu dengan sangat baik. Kita tahu bahwa Injil Lukas adalah Injil yang paling banyak menampilkan Maria sedang berbicara atau berkidung bahkan salah satunya ialah Kidung Maria (Magnificat) yang terkenal sangat revolusioner itu. Lukas menampilkan Maria yang sangat vokal itu dalam dua bab pertama Injilnya (Luk 1-2). Tetapi yang menariknya ialah bahwa Lukas menutup bab 2 itu di ayat 51 dengan menampilkan Maria yang sudah berubah: Dari sosok yang rada talkactive, lalu menjadi the silent mother, the silent Mary

Coba kita simak saja cara penginjil Lukas menutup catatannya dalam bab 2. Dalam bab 2 itu Maria sempat berbicara dalam ayat 48, saat ia mengungkapkan kecemasannya terhadap sang anak. Bahkan saya membayangkan, mungkin Bunda Maria juga sedikit kesal dengan hal itu. Entahlah. Tetapi Lukas di bagian akhir dari bab 2, menampilkan Maria sebagai the silent mother: “Ibu-Nya pun menyimpan semua hal itu di dalam hatinya.” Jadi, ia (Maria) tidak lagi mengungkapkannya secara verbal, melainkan disimpan di dalam hati, tentu saja untuk disimak, dicerna, dan direnungkan terus-menerus. 

Mendirikan Patung Yosef yang Tidur di Indonesia 

Jika kita ke Thailand, kita akan segera tahu bahwa salah satu icon wisata yang terkenal di Bangkok ialah The Sleeping Buddha. Tidak hanya di Thailand. Saya pernah mendengar bahwa patung The Sleeping Buddha itu juga sudah ada di Bogor, tetapi saya belum sempat mengunjungi dan melihatnya. Mungkin juga sudah ada di tempat-tempat vihara lain di Indonesia, tetapi saya belum tahu informasinya. 

Ketika membayangkan semuanya itu, apalagi mengingat dan mendengar bahwa Patung Yosef yang tidur ini terkenal dan populer di Argentina sebagai objek devosi, dan juga salah satu devosi yang kuat dari Paus Fransiskus, yang memperkenalkannya ke Roma, maka saya berpikir mungkin ada baiknya juga di tempat-tempat ziarah Bunda Maria di Indonesia yang sudah besar-besar dan terkenal ini, didirikan juga patung Yosef yang tertidur ini. 

Saya punya alasan yang kuat untuk mengusulkan dan mendorong hal itu. Sebagai mana halnya ada patung Bunda Maria yang sangat berciri biblis.

Patung Bunda Maria dengan mahkota dua belas bintang dan menginjak kepala ular, yang diilahmi oleh teks dari kitab Wahyu itu), maka patung Yosef yang tertidur juga bukan hanya sekadar rekaan seniman pematung masa kini saja, melainkan ada dasarnya yang kuat di dalam injil. 

Di atas tadi saya sudah melukiskan adanya tiga peristiwa tidur Yusuf itu dalam injil Matius dan di dalam ketiga peristiwa tidur itu, ia mengalami mimpi dan di dalam mimpi itu ia didatangi oleh tamu surgawi yang membawa kabar dan rencana penyelamatan ilahi. Dan terhadap itu semua, Yosef patuh, taat, setia dan penuh tanggung jawab. Sebagai seorang ayah, saya mendapat ilham yang sangat jelas dan kuat dari sosok ini. 

Dalam tradisi Katolik kita mempunyai devosi yang kuat akan keluarga kudus dari Nazaret, sacra familia dari Nazaret. Bahkan ada kongregasi hidup bakti yang menimba ilham dasar dan landasannya dari keluarga kudus itu, seperti MSF misalnya. Di dalam tradisi Katolik, kita sudah mengenal patung dari ketiga tokoh dalam keluarga kudus itu: Yesus, Maria, Yosef, yang disingkat menjadi YMY, atawa JMJ. 

Sekadar Catatan Penutup 

Jika selama ini, patung Yosef yang kita kenal ialah, patung Yosef yang berdiri, juga gambar Yosef yang berdiri dan bekerja, mungkin ini saatnya bagi kita untuk membuat patung Yosef yang tertidur, tetapi bukan tertidur lelap, melainkan tidur dalam rangka siap sedia menerima peristiwa perwahyuan. 

Jika hal ini terwujud maka lengkaplah sudah devosi kita akan keluarga kudus, dan juga khazanah patung kita, dengan patung Yosef yang tidur. Kita tidak hanya memiliki patung Josef yang berdiri atau sedang bekerja, melainkan kita juga memiliki patung Yosef yang sedang tertidur. Tentu dengan pendasaran naratif biblis yang kuat dan imajinatif agar patung itu menjadi sangat bermakna untuk memaknai hidup kita sebagai anak-anak Maria dan Yosef. Wow … luar biasa bukan ….

 

Taman Kopo Indah II

Penulis adalah dosen pengampu mata kuliah Teologi Spiritual pada Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.