Persoalan Lenisi Aktif-Aktivitas

Persoalan Lenisi Aktif-Aktivitas

Dalam berbagai kesempatan membaca tulisan yang termuat di dalam media kami sering menjumpai bentuk-bentuk seperti, aktifitas, sportifitas, progresifitas, produktifitas, subjektifitas, objektifitas. Juga dijumpai bentuk lainnya aktivitas, sportivitas, progresivitas, produktivitas, subjektivitas, objektivitas. Kemungkinan, pengalaman kami juga dialami pembaca yang lainnya.

Kehadiran dua bentuk penulisan berbeda untuk kata-kata yang akar kata atau bentuk dasarnya sama dengan bentuk yang mengalami perubahan (aktif menjadi aktifitas atau aktif menjadi aktivitas misalnya) memunculkan pertanyaan perihal bentuk yang benar atau yang baku. Jika ditanyakan bentuk mana yang baku apakah yang menggunakan konsonan /f/ atau yang berkonsonan /v/? Jika bentuk yang benar dan baku itu semua kata yang menggunakan konsonan /v/, maka pertanyaan lanjutannya mengapa demikian.

Untuk menjawab permasalah ini tentu hal pertama yang harus disadari terkait bentuk dasar setiap kata tersebut. Bentuk dasar setiap kata tersebut adalah aktif, sportif, progresif, produktif, subjektif, dan objektif. Semua bentuk dasar ini berkategori kata sifat (adjektif). Perbedaan antara kategori kata “aktif” dan “aktivitas”, serta “produktif” dan “produktivitas”, misalnya, terletak pada peran dan makna masing-masing kata tersebut.

Kata aktif adalah kata sifat yang menggambarkan seseorang atau sesuatu yang melakukan tindakan atau bergerak secara langsung dan aktivitas adalah kata benda yang merujuk pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu. Perbedaan utama adalah bahwa “aktif” adalah kata sifat yang menggambarkan atribut atau sifat subjek, sementara “aktivitas” adalah kata benda yang merujuk pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan subjek.

Selanjutnya, kata produktif adalah kata sifat yang menggambarkan kemampuan atau hasil yang efisien atau banyak dihasilkan oleh seseorang atau sesuatu dan produktivitas adalah kata benda yang merujuk pada tingkat atau ukuran efisiensi atau jumlah hasil yang dihasilkan oleh seseorang, kelompok, atau sistem dalam suatu periode waktu tertentu. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa “produktif” adalah kata sifat yang menggambarkan atribut atau sifat subjek, sementara “produktivitas” adalah kata benda yang merujuk pada hasil atau kinerja subjek dalam hal efisiensi atau jumlah hasil yang dihasilkan.

Persoalan pokok yang dibahas terkait topik ini justru berkaitan dengan perubahan konsonan /f/ yang ada pada bentuk dasar sebagai kata sifat menjadi konsonan /v/ saat mengalami perpindahan kategori menjadi kata benda. Perubahan dari huruf /f/ pada kata “aktif” menjadi /v/ dalam kata “aktivitas” merupakan contoh proses fonologis yang disebut sebagai assimilasi. Assimilasi merupakan salah satu fenomena dalam linguistik fonologis di mana satu bunyi atau fonem mempengaruhi bunyi atau fonem lainnya sehingga menjadi lebih mirip secara artikulasi atau pengucapan. Secara ilmiah, perubahan dari “f” menjadi “v” pada kata tersebut dapat dijelaskan melalui konsep asimilasi fonologis, khususnya asimilasi nasal. Fenomena ini dapat dilihat sebagai upaya untuk mempermudah pengucapan dalam proses artikulasi.

Proses fonologis terhadap semua bentuk kata yang ditampilkan sebelumnya yang dengan perubahan /f/ menjadi /v/ ini dikenal juga dengan istilah lenisi atau pelembutan. Secara etimologis, istilah “lenisi” berasal dari bahasa Latin “lenis” yang berarti “halus” atau “lembut”. Dalam konteks fonologis, lenisi merujuk pada proses pelembutan atau perubahan dari konsonan tidak bersuara menjadi bersuara. Pemahaman terhadap pengertian etimologis ini mencerminkan esensi dari proses fonologis tersebut, di mana terjadi perubahan dari konsonan yang lebih keras atau tegas menjadi lebih lembut atau halus dalam pengucapannya. Proses lenisi bertujuan untuk mempermudah artikulasi dan membuat percakapan lebih lancar dalam bahasa.

Meskipun istilah ini berasal dari bahasa Latin, konsep lenisi juga diamati dalam berbagai bahasa di seluruh dunia. Setiap bahasa mungkin memiliki pola-pola lenisi yang berbeda tergantung pada sistem fonologisnya masing-masing. Dalam bahasa Indonesia, lenisi adalah perubahan dari konsonan tidak bersuara menjadi bersuara, yang sering kali terjadi pada konsonan /f/ dan /s/.

Secara ilmiah, lenisi dalam kata “aktivitas” dapat dijelaskan oleh pengaruh lingkungan fonetis sekitarnya, khususnya bunyi yang mengikutinya. Konsonan /f/ adalah konsonan tidak bersuara, sedangkan /v/ adalah konsonan bersuara. Ketika /f/ pada akhir suku kata “aktif” bertemu dengan bunyi /t/ di awal suku kata berikutnya, yang merupakan konsonan tidak bersuara, maka terjadi kecenderungan alami untuk melunakkan konsonan /f/ menjadi /v/, yang merupakan konsonan bersuara.

Dengan demikian, lenisi dari /f/ menjadi /v/ dalam kata “aktivitas” dapat dijelaskan sebagai upaya untuk memfasilitasi pengucapan yang lebih lancar dan alami, di mana bunyi /v/ yang bersuara lebih mudah dilunakkan setelah konsonan tidak bersuara /t/. Ini adalah fenomena yang umum terjadi dalam perkembangan fonologis suatu bahasa, di mana pengucapan kata-kata menjadi lebih efisien dan nyaman bagi pembicara dan pendengar.

Lenisi sebagai proses fonologis di mana konsonan tidak bersuara berubah berlaku pula pada konsonan tidak bersuara lainnya selain /f/ yakni /p/, /t/, /k/, /s/) berubah menjadi konsonan bersuara seperti /b/, /d/, /g/, /z/, . Di dalam bahasa Indonesia, lenisi sering terjadi pada akhir suku kata, terutama bila diikuti oleh konsonan bersuara atau vokal. Ini terjadi untuk mempermudah artikulasi dan memperhalus pengucapan.

Kalau /f/ berlenisi dengan /v/ maka berikut ditampilkan pola lenisi konsonan /p/,t/, /k/, /s/ sebagai konsonan tidak bersuara menjadi konsonan bersuara menjadi konsonan bersuara /b/, /d/, /g/, /z/. Lenisi /p/ menjadi /b/ misalnya dalam melafalkan kata(kupas menjadi kubas; tepuk menjadi tebuk). Lenisi /t/ menjadi /d/ (minta menjadi minda; pertahankan menjadi pertdahankan). Lenisi /k/ menjadi /g/(cepat menjadi cegat; makan menjadi magan). Lenisi /s/ menjadi /z/ bisa ditemukan pada kata basah menjadi bazah; usis menjadi uzir)

Lenisi konsonan dalam bahasa Indonesia adalah salah satu mekanisme fonologis yang membuat pengucapan menjadi lebih halus dan alami. Meskipun terdapat aturan-aturan umum, namun perubahan-perubahan ini juga dapat dipengaruhi oleh dialek atau variasi regional dalam penggunaan bahasa.

Penelitian linguistik sering mempelajari lenisi sebagai bagian dari analisis fonologis, yang mencakup pengamatan terhadap bagaimana bunyi-bunyi berubah dan berinteraksi dalam bahasa, serta faktor-faktor linguistik dan non-linguistik yang mempengaruhinya.

Dalam analisis linguistik, lenisi dapat memberikan wawasan tentang pola perubahan bunyi dalam bahasa, perbedaan dialek, pengaruh kontak bahasa, dan sebagainya. Hal ini membantu dalam memahami bagaimana sistem fonologis dalam suatu bahasa berkembang dan berubah seiring waktu.

Dengan memahami penjelasan tentang kata aktif-aktivitas pembaca bisa memahami proses kebahasaan yang terjadi untuk pasangan bentuk sportif-sportivitas; progresif-progresivitas; produktif-produktivitas; subjektif-subjektivitas; dan objektif-objektivitas. Lalu, dengan penjelasan terkait gejala bahasa dan pengertian Lenisi dapat dipastikan bahwa bentuk yang benar adalah aktivitas, sportivitas, progresivitas, produktivitas, subjektivitas, objektivitas.

EDITOR: Redaksi Krebadia.com