BERITA  

Pungtuasi Koma dan Makna

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
pungtuasi,

Setiap bahasa dilengkapi dengan seperangkat pedoman penggunaannya. Dalam konteks bahasa Indonesia, pedoman tersebut termuat dalam Kitab Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Salah satu hal yang diatur melalui pedoman tersebut  terkait penggunaan tanda-tanda baca.  Tanda baca itulah yang dimaksudkan dengan pungtuasi.

Tanda baca atau pungtuasi ini merupakan tanda grafis  yang dipakai secara umum untuk memisah berbagai satuan (unit) bahasa berbentuk tulisan.  Sebagai unsur tanda grafis umum, tanda baca tidak berkaitan dengan unsur bahasa seperti fonem, morfem, frasa, klausa, kalimat, wacana. Pungtuasi lebih berperan  dalam menunjukkan struktur dan organisasi suatu  teks saat suatu teks dibacakan.

Secara teoretis, suatu konstruksi sintaksis (kalimat) terbentuk dari segmen-segmen. Segmen yang bertalian dengan unsur bahasa (fonem, morfem, frasa, dst.) disebut sebagai elemen segmental bahasa. Sementara itu, unsur nada, intonasi, tekanan saat suatu konstruksi dibacakan dinamai unsur suprasegmental bahasa. Unsur suprasegmental ini  nyata dalam tanda-tanda baca.

Konstruksi yang bernada  berita (bermodus deklaratif) sebagai pernyataan mengharuskan terpakainya tanda baca titik (.) pada akhir konstruksi kalimat berita. Konstruksi yang bernada mempertanyakan (modus interogatif) mengharuskan pemakaian tanda tanya (?) pada akhir konstruksi kalimat tanya. Demikian pula, konstruksi bernada perintah (bermodus imperatif) mengharuskan penggunaan tanda seru (!) pada akhir kalimat perintah.

Selain ketiga tanda baca tersebut, kitab PUEBI mencatat sejumlah tanda baca lainnya yang digunakan para pebahasa Indonesia antara lain  tanda Koma (,);  Titik Dua (:); Hubung (-); Pisah (—); Elipsis (…);  Petik (“…”); Petik Tunggal (‘…’); Kurung ((…)); Kurung Siku ([…]); Garis Miring (/); Penyingkatan atau Apostrof (‘); dll. Pedoman penggunaan tanda-tanda baca ini juga diuraiakan secara lengkap disertai dengan contoh-contohnya.

Ulasan rubrik FBI edisi ini lebih terfokus pada penggunaan tanda baca koma (,). Dalam praktik berbahasa tulis penggunaan tanda koma ini sering diabaikan, disepelekan.  Sebuah konstruksi sintaksis yang seharusnya menghadirkan tanda koma justru tidak dihadirkan.

Menurut pedoman (Sugiarto, 1917: 80—85) tanda koma  dipakai (1) di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian; (2) sebelum kata penghubung tetapi, melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara); (3) untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya; (4) di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi,  (5) sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak; (6) untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat; (7) di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan; (8)  untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka; (9)  di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir;  (10) di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga; (11) sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka; (12) untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi; dan (13) dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca/salah pengertian.

Sekadar contoh penggunaan tanda baca koma yang diabaikan bisa dilihat pada kalimat 1–7 berikut:

  1. Tukang itu menjual kursi, meja dan lemari.
  2. Saya ingin membeli kamera tetapi uang saya belum cukup.
  3. Karena baik hati Andre mempunyai banyak teman.
  4. Andry mahasiswa yang rajin dan pandai. Oleh karena itu dia memperoleh beasiswa.
  5. Hati-hati ya jalannya terjal!
  6. Kata nenek saya: “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”
  7. Dekan Fakultas  Kedokteran Universitas

Merujuk pada sejumlah pedoman di atas baiklah kita mencermati contoh 1–7 berikut. Secara sepintas semuanya seakan-akan tidak bermasalah, tetapi jika dicermati tampak ada tanda baca koma yang diabaikan. Penggunaan tanda baca koma yang benar untuk ketujuh kalimat di atas, terlihat pada kalimat 1a–7a berikut.

1a. Tukang itu menjual kursi, meja, dan lemari.
2a. Saya ingin membeli kamera, tetapi  uang saya belum cukup.
3a. Karena baik hati, Andre mempunyai banyak teman.
4a. Mahasiswa itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa.
5a . Hati-hati, ya, jalannya licin!
6a. Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”
7a. Dekan  Fakultas  Kedokteran,  Universitas  Indonesia.

Kecermatan menggunakan tanda baca koma bertalian erat dengan makna. Penempatan tanda baca koma secara salah berakibat pada makna yang dimaksudkan. Berikut kami berikan contoh tentang bagaimana koma itu menjadi pembeda makna. Bahkan, lebih dari sekadar pembeda makna pengabaian tanda koma memungkinkan terjadi ambiguitas (kebergandaan) makna.

Sebagai contoh, cermati kalimat, “Lahan baru diberkati”. Kalimat ini  berpotensi membingungkan pembaca. Kata “baru” dalam kalimat tersebut apakah menjelaskan tentang  lahan atau tentang ditanam? Tentu terasa beda maknanya jika ditulis  “lahan  baru, diberkati” bermakna yang baru itu lahannya. Lain lagi maknanya jika ditulis, “lahan, baru diberkati” bermakna kegiatan memberkatinya yang baru.

Lebih ekstrem dan dahsyat lagi dampak penggunaan tanda koma ini kalau kita mencermati kalimat, “Dicari seorang pembungkus perempuan yang masih bujang”. Kalimat ini belum jelas informasinya bagi pembaca. Rasakan perbedaan makna kalimat tersebut jika diberi tanda baca koma pada bagian yang berbeda seperti (a) Dicari, seorang pembungkus perempuan yang masih bujang; (b) Dicari seorang, pembungkus perempuan yang masih bujang; (c) Dicari seorang pembungkus, perempuan yang masih bujang; dan (d) Dicari seorang pembungkus perempuan, yang masih bujang.

 

Baca juga artikel terkait FATAMORGANA BAHASA INDONESIA atau tulisan menarik Bonefasius Rampung lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, simpulan, pergerakan, walau punBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan