Diskusi Forkoma PMKRI Manggarai Timur: Sekolah dan Guru Penggerak Harus Jadi Lokomotif Perubahan Sosial di Daerahnya

Predikat guru penggerak tak cukup hanya berdampak personal, tetapi juga harus berdampak sosial: program di sekolah-sekolah penggerak perlu melihat konteks kebutuhan sosial masyarakat agar dapat menyusun program pembelajaran yang berbasis kebutuhan zaman

Avatar of Redaksi Krebadia
Diskusi Forkoma PMKRI Manggarai Timur di Cafe for Rest, Jati, Borong, Kamis 14 Desember 2023. Menghadap peserta (dari kiri): moderator Yergo Gorman, pembicara Yohan Callas, S.Pd (Komunitas Guru Penggerak), Fransiskus Gero, S.Pd (Kepala Dinas PPO Kabupaten Manggarai), Dr. Mantovany Tapung, M.Pd (akademisi Universitas St. Paulus Ruteng), dan Kanis Lina Bana (tokoh masyarakat, penulis). (Forkoma Matim)
Diskusi Forkoma PMKRI Manggarai Timur di Cafe for Rest, Jati, Borong, Kamis 14 Desember 2023. Menghadap peserta (dari kiri): moderator Yergo Gorman, pembicara Yohan Callas, S.Pd (Komunitas Guru Penggerak), Fransiskus Gero, S.Pd (Kepala Dinas PPO Kabupaten Manggarai), Dr. Mantovany Tapung, M.Pd (akademisi Universitas St. Paulus Ruteng), dan Kanis Lina Bana (tokoh masyarakat, penulis). (Forkoma Matim)

Krebadia.com — Sekolah dan guru penggerak di Kabupaten Manggarai Timur harus menjadi lokomotif perubahan sosial di daerahnya yang terbebani masalah perubahan iklim, korupsi, krisis lapangan pekerjaan, kemiskinan ekstrem, dan sebagainya, dengan mendesain iklim pembelajaran yang mengasah peserta didik sanggup mengetahui, memahami, dan menganalisis serbaneka masalah sosial itu, serta berani mengambil peran solutif terhadap isu-isu perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat sekitarnya.

Itulah salah satu poin pokok hasil diskusi Forum Komunikasi Alumni Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI) Manggarai Timur (Matim) yang diselenggarakan di Cafe for Rest, Jati, Borong, Kamis 14 Desember 2023, pkl. 09.00 dst.

Tertuang dalam rilisnya yang diterima Krebadia, Forkoma Matim memberi nama  diskusi ini  “Studying Together Session Forkoma PMKRI Manggarai Timur: Positioning Guru dan Sekolah Penggerak bagi Perubahan Sosial di Manggarai Timur”.

Hadir 50-an peserta. Terdiri dari guru berbagai sekolah, komunitas CIKO (Cenggo Inung Kopi Online), dan angggota Forkoma Matim. Guru yang hadir berasal dari SLTPN 08 Borong, Seminari Pius XII Kisol, SLTPN 11 Borong, SLTPN 05 Borong, SMAN 2 Borong, SMAN 3 Borong, SMKN 1 Borong, SLTP St. Stanislaus Borong, SMAN 6 Kota Komba, dan SMAN 7 Kota Komba.

Sebagai pemantik diskusi, Forkoma menghadirkan empat pembicara: Dr. Mantovany Tapung, M.Pd (akademisi Universitas St. Paulus Ruteng), Fransiskus Gero, S.Pd (Kepala Dinas PPO Kabupaten Manggarai), Kanis Lina Bana (tokoh masyarakat, penulis), dan Yohan Callas, S.Pd (Komunitas Guru Penggerak).

Diskusi berlangsung lancar, di bawah moderator Yergo Gorman, ketua panitia Ardianus Hariadi, S.Pd (guru SMA N 6 Kota Komba), dan penanggung jawab Yustinus Rani selalu ketua Forkoma PMKRI Matim.

guru penggerak
Ketua Forkoma PMKRI Manggarai Timur Yustinus Rani (berdiri): “Membangun kesadaran kritis guru penggerak dan sekolah penggerak akan peran dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial dan dampaknya terhadap peserta didik.” (Forkoma Matim)

Forum Ini Ruang Berbagi Gagasan

Membuka kegiatan Studying Together Session atau Sesi Belajar Bersama ini, Ketua Forkoma PMKRI Matim Yustinus Rani menjelaskan hakikatnya.

“Forum yang digagas Forkoma Matim ini merupakan ruang berbagi gagasan dalam mewujudkan tujuan pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan kolaboratif melalui merdeka belajar dan merdeka mengajar,” katanya.

Atas dasar itu, kata Tino Rani, kegiatan diskusi ini melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan (stakeholder), meliputi guru penggerak dan sekolah penggerak, guru non-penggerak, orang tua murid, unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan media masa.

Dikatakannya, tujuan diskusi ini adalah membangun kerja kolaboratif antar-pemangku kepentingan dalam mendorong sistem pendidikan yang berkualitas di Kabupaten Manggarai Timur.

Tujuan kedua, kata Rani, “Refleksi kritis terhadap implementasi Kurikulum Merdeka Belajar antara harapan dan kenyataan di Kabupaten Manggarai Timur.”

Tujuan ketiga, “Membangun kesadaran kritis guru penggerak dan sekolah penggerak akan peran dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial dan dampaknya terhadap peserta didik.”

guru penggerak
Sebagian dari peserta diskusi Forkoma PMKRI Matim. (Forkoma Matim)

Guru sebagai Agen Perubahan Sosial

Berkenaan dengan tujuan ketiga tersebut, latar belakang diskusi dalam rilis Forkoma menguraikan, guru memiliki peran yang sangat penting sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan dan masyarakat.

Guru memiliki kekuatan untuk membentuk generasi mendatang dan memengaruhi perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi suatu negara.

Guru memiliki kesempatan untuk mengenalkan metode pengajaran inovatif yang dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.

“Melalui proyek kolaboratif dan pendekatan berbasis masalah, guru dapat merangsang minat dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran,” tulis Forkoma dalam rilisnya.

Selanjutnya diuraikan, guru sebagai agen perubahan sosial dapat mengenalkan gagasan-gagasan yang mendukung perubahan sosial positif.

Guru dapat membahas isu-isu seperti kesetaraan gender, lingkungan, perdamaian, dan keadilan sosial bersama peserta didik.

Dengan demikian, menurut Forkoma, guru dapat memengaruhi pemikiran peserta didik dan mendorong mereka menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

Guru juga dapat menggerakkan siswa menuju pemikiran kritis dan perubahan positif dalam masyarakat.

Guru tidak hanya mengajarkan fakta dan konsep, tetapi juga menginspirasi siswa untuk berpikir secara mendalam, menganalisis informasi, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

“Dengan memberikan peluang bagi siswa untuk berdiskusi, berdebat, dan memecahkan masalah, guru membantu mereka menjadi warga yang aktif, berempati, dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang dunia di sekitar mereka,” tulis Forkoma dalam rilisnya.

guru penggerak
Sebagian dari peserta diskusi. (Forkoma Matim)

Guru Penggerak: Agen Perubahan Sosial di Manggarai Timur

Menurut rilis Forkoma, Kabupaten Manggarai Timur sebagai daerah otonom baru dewasa ini tidak lepas dari berbagai problem sosial pembangunan.

Problem itu meliputi antara lain isu perubahan iklim, korupsi, krisis lapangan kerja daerah, kemiskinan ekstrem, problem kompetensi sosial guru, dan sebagainya.

Di lain sisi, menurut Forkoma, Manggarai Timur memiliki peluang dan kesempatan emas, sebab tengah bergerak dalam kancah bonus demografi dan hidup di era transformasi teknologi 4.0.

Dua kenyataan tersebut berdampak signifikan bagi masa depan pembangunan daerah.

Menurut Forkoma, baik peluang maupun tantangan pembangunan tersebut menuntut keterlibatan mutlak guru penggerak dan sekolah penggerak sebagai katalis perubahan dan pemimpin pembelajaran di Kabupaten Manggarai Timur.

“Peran sekolah dan guru penggerak adalah mendesain iklim belajar yang mengasah para siswa untuk dapat mengetahui, memahami, menganalisis, dan berani mengambil peran solutif terhadap isu-isu perubahan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat tersebut,” tulis Forkoma.

guru penggerak
Para pembicara dalam diskusi. (Forkoma Matim)

Gagasan Para Pembicara sebagai Pemantik Diskusi

Berikut ini kutipan gagasan para pembicara yang telah berhasil memantik diskusi, menurut rilis Forkoma.

Dr. Mantovany Tapung, M.Pd: “Guru penggerak harus tampil sebagai lokomotif perubahan.”

“Predikat guru penggerak tak cukup hanya harus berdampak personal, tetapi juga harus berdampak sosial.”

“Program di sekolah-sekolah penggerak perlu melihat konteks kebutuhan sosial masyarakat agar dapat menyusun program pembelajaran yang berbasis kebutuhan zaman.”

Fransiskus Gero, S.Pd: “Guru penggerak adalah pemimpin masa depan, karena itu perlu berjuang untuk melakukan transformasi sosial terutama pada sektor pendidikan di daerah.”

Kanis Lina Bana: “Salah satu literasi yang signifikan untuk tumbuh kembang daya kritis peserta didik adalah literasi menulis. Melalui menulis seorang peserta didik dilatih untuk berpikir kritis dalam melihat keadaan di sekitar.”

“Berpikir kritis juga merupakan salah satu keterampilan teknis yang dibutuhkan di era bonus demografi saat ini; pola pembelajaran di sekolah harus diarahkan pada penguatan literasi menulis siswa.”

“Di sisi lain pemerintah daerah harus memperhatikan kesejahteraan guru, terutama guru honor/swasta yang mendapat upah di bawah standar UMP. Kalau gurunya belum sejahterah, maka itu akan memengaruhi totalitas pengabdian mereka di sekolah.”

Yohan Callas, S.Pd: “Relasi pedagogik tidak boleh hanya sebatas sampai di sekolah, tapi juga harus sampai ke masyarakat; kehadiran guru2 penggerak dapat memperkaya iklim gerakan-gerakan sosial literatif di lingkungan masyarakat.”

guru penggerak, sekolah dan guru penggerak
Bergambar bersama usai diskusi. Tampak (tengah), Wakil Bupati Manggarai Timur Siprianus Habur. (Forkoma Matim)

Curah Gagasan Para Peserta Diskusi

Dari para peserta diskusi, mencuat beberapa gagasan yang dikutip Forkoma dalam rilisnya.

Anton Mali (kepala SMP St. Stanislaus Borong): “Guru sebagai pendidik harus mampu membagikan sesuatu untuk orang lain; dan seorang guru perlu aktif mengikuti perubahan zaman.”

Fabianus Enggi (kepala SMPN 8 Borong): “Kurikulum Merdeka Belajar di level daerah perlu terus dievaluasi perkembangannya bagi anak didik, apakah signifikan terhadap perkembangan peserta didik.”

Febri Jebarus (guru SMPN 11 Borong): “Partisipasi belajar anak didik di lingkungan sekolah saat ini cenderung menurun akibat pengaruh media sosial. Faktanya para peserta didik lebih suka bermedia sosial ketimbang baca buku di perpustakaan sekolah.”

“Kerja sama lintaskomponen (sekolah dan masyarakat) sangat penting bagi tumbuh kembang peserta didik. Ini yang kurang berjalan maksimal karena ada persepsi kemajuan anak didik hanya merupakan tanggung jawab guru di sekolah.”

Willy Barus (guru SMKN 1 Borong): “Penting dilakukan assesment diagnostik terhadap peserta didik; sekolah perlu berkolaborasi dengan komunitas-komunitas masyarakat agar dapat mengoptimalkan pelaksanaan iklim merdeka belajar.”

Markus Makur (jurnalis Kompas.com): “Pemerintah Kabipateb Matim harus berani memberikan reward and punishment (penghargaan dan hukuman) bagi para guru di Matim.”

“Pengangkatan kepala sekolah mulai dari TK sampai dgn SMA harus berdasarkan standar kualifikasi pendidikan dan moral. Jangan mengangkat seorang kepala berdasarkan sikap like, dislike, karena akan berdampak pada kualitas lembaga pendidikan tersebut.”

 

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau liputan tentang  FORKOMA lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com