Soal Penamaan Rubrik

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
WhatsApp Image 2023 05 13 at 01.23.51 e1683912904469


Pada abad ke-5 sebelum Masehi filsuf Tiongkok, Kong Hu Cu ditanya seseorang.

“Guru, pekerjaan apa yang pertama-tama guru lakukan seandainya guru diberi posisi dan kekuasaan dalam negara?”

Jawab sang Guru, “Pertama-tama saya akan memperbaiki Bahasa. “

“Mengapa guru harus sibuk dengan perkara yang sepele itu?” tanya orang itu.

“Karena jika penggunaan bahasa tidak beres, tidak tertib, tidak teliti, tidak cermat maka yang diucapkan orang bukanlah yang ia maksudkan, yang dimaksudkannya tidak dikerjakannya, dan yang dikerjakannya bukan yang dimaksud. Konsekuensinya segala tatanan akan hancur berantakan. Hukum menjadi kacau, pemerintahan ruwet, tatanan kehidupan menjadi amburadul, negara berantakan, pemerintah tidak lagi dipercaya,” jawab sang guru.

Jawaban dan kata-kata Guru ini menyiratkan keyakinan bahwa keberesan bahasalah yang pertama-tama dan terutama menjamin keberesan hubungan antarmanusia, antarwarga, antaranggota masyarakat, antaretnis, antaragama, antarpribadi, antarkita.

Sederhananya, keberesan berbahasa mencerminkan keberesan hidup.

Dialog yang melibatkan guru ini dapat dimaknai sebagai bentuk afirmasi terhadap konsep relativitas bahasa yang konon dijadikan tesis dasar Sapir yang menegaskan bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Struktur dan pola berbahasa seseorang akan menjadi ciri pengenal, identitas seseorang.

Bahasa, kata Sapir, mencerminkan budaya bangsa. Karena itu, relativitas bahasa memiliki korelasi dengan relativitas budaya. Relasi antarmanusia hanya mungkin dalam kerangka berbahasa.

Rubrik ini dinamai “Fatamorgana Bahasa Indonesia”. Nama yang indah sekaligus mengundang pertanyaan. Apakah makna dan pesan dasar dari penamaan Fatamorgana ini?

Fatamorgana merupakan fenomena alam (gejala optis) pada permukaan bumi karena rambatan sinar matahari yang panas.

Fatamorgana, sebagai gejala optis, tampaknya seperti riak-riak air dan mengecohkan orang yang menyaksikannya.

Gejala optis ini dialami sebagai bayang-bayang baur bagi para pengembara padang gurun. Tampak indah dan menawarkan harapan waupun pada akhirnya hanyalah bayangan semu yang menyesatkan.

Secara analogis, apa yang ditampilkan melalui “Rubrik Fatamorgana Bahasa Indonesia”, bertalian erat dengan bias-bias penggunaan bahasa Indonesia, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.

Persolan terkait modus berbahasa yang dihadirkan melalui rubrik ini berkaitan dengan bayangan semu, bias-bias bahasa yang muncul dalam cara berbahasa.

Dalam tindak berbahasa, kadang-kadang kita menjumpai kata-kata, ungkapan, kalimat yang tampaknya baik tetapi tidak benar. Kita jumpai pula penulisan yang tampaknya biasa tetapi justru menyimpang dari kaidah penulisan yang benar.

Pemakai bahasa Indonesia sering terjebak dalam lautan fatamorgana berbahasa yang membawa konsekuensi kekacauan berbahasa. Pengguna bahasa sering mencampuradukkan konsep bahasa yang baik dan benar. Menggunakan bahasa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan baik dari aspek kompetensi komunikasi maupun dari aspek kompentensi linguistik.

Kelemahan seperti ini menjadi lumrah dan jamak terjadi pada kalangan masyarakat sederhana, kalangan media, termasuk kalangan para pejabat publik.

Kesalahan berbahasa dapat ditemukan dalam berbagai tindak berbahasa. Ditemukan dalam berbagai media, baik media konvensional (koran cetak) maupun media modern (online).

Menyadari adanya ancaman badai fatamorgana atau bias-bias berbahasa seperti ini, kami terdorong untuk mengulasnya melalui Rubrik Bahasa dalam media KrebaDia.com.

Tanpa disadari persoalan berbahasa banyak ditemukan dalam kehidupan setiap hari. Kita tidak ingin kehancuran hidup terjadi karena kesalahan berbahasa.

Rubrik “Fatamorgana Bahasa” kiranya mengurangi praktik berbahasa yang “hanya” dianggap baik dan benar tetapi sebenarnya salah.

Rubrik “Fatamorgana” juga menjadi ruang diskusi bagi pencinta bahasa. Karena itu, pengasuh rubrik ini juga membuka kesempatan kepada para pembaca untuk menemukan berbagai bentuk penggunaan bahasa yang membingungkan.

Pertanyaan pembaca akan kami ulas dalam “Rubrik Fatamorgana” ini.

Editor: Redaksi KrebaDi’a


sosok romo bone e1683867442101

Bonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng.

Baca Juga: Kiprah PBSI Unika St. Paulus Ruteng: Romo Bone Rampung, Kaprodi yang Sibuk Tapi Tetap Rajin Menulis